Sesi 18 - Week of 8th May 2017

4 Dogma Maria


Pendahuluan

Sobat2 AmoreDio, bulan Mei ini adalah bulan yang didedikasikan untuk Bunda Maria.

Dikatakan oleh Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, the Month of May, “Bulan Mei adalah bulan di mana devosi umat beriman didedikasikan kepada Bunda Maria yang terberkati” dan bulan Mei adalah kesempatan untuk penghormatan iman dan kasih yang diberikan oleh umat Katolik di setiap bagian dunia kepada Sang Ratu Surga. Sepanjang bulan ini, umat Kristen, baik di gereja maupun secara pribadi di rumah, mempersembahkan penghormatan dan doa dengan penuh kasih kepada Maria dari hari mereka. Pada bukan ini, rahmat Tuhan turun atas kita…dalam kelimpahan” (Paus Paulus VI, the month of May, 1)

Dogma adalah sebuah pengajaran dari Gereja yang secara implisit maupun eksplisit dinyatakan oleh Kitab Suci atau Tradisi Suci, yang dipercaya oleh umat beriman karena pemakluman agung atau wewenang mengajar yang biasa dari Gereja. Agar sebuah pengajaran bisa menjadi sebuah dogma, kebenaran yang spesifik harus secara formal pernah dinyatakan dan diajarkan oleh Gereja. Dogma adalah pengikat umat beriman. Oleh karena itu, penerimaan dogma diperlukan untuk keselamatan.

4 dogma berikut menyatakan hubungan pribadi Maria dengan Allah dan perannya dalam keselamatan manusia

  1. Keibuan Ilahi (Divine Motherhood)Keibuan Ilahi Maria diumumkan pada Konsili Efesus tahun 431.

    Ada berbagai nama yang telah digunakan untuk menjelaskan peran Maria sebagai Bunda Yesus. Dia disebut “Bunda Allah” yang dalam istilah Yunani disebut sebagai “Theotokos” atau “Birthgiver of God” [Yang Melahirkan Allah].

    Konsili Efesus (431) menobatkan gelar Bunda Allah kepada Maria. Hal ini perlu dibaca seturut deklarasi Konsili bahwa di dalam Kristus terdapat dua kodrat, satu ilahi dan satu manusia, namun hanya satu orang. Bahkan menurut Konsili, Sang Perawan Suci Maria adalah Bunda Allah karena dia memperanakkan Sabda Allah yang menjadi daging. Keputusan ini dijelaskan lebih lanjut oleh Konsili Khalsedon (451) berkaitan dengan keibuan Ilahi Maria.

    Keibuan Ilahi Maria bukanlah obyek dari suatu deklarasi dogmatis yang independen atau eksklusif. Pernyataan ini tertanam dalam teks-teks yang mendefinisikan pribadi dan kodrat Yesus Kristus. Dengan demikian, dogma Keibuan Ilahi menjadi bagian integral dari dogma kristologis. Namun hal ini tidak mengurangi karakternya yang definitif dan mengikat. Dogma Keibuan Ilahi ini secara umum diterima oleh hampir semua denominasi Kristen.

    Sharing question: Bagaimana kalian memandang Maria sebagai bunda kalian?

  2. 2.Keperawanan Abadi (Perpetual Virginity)Keperawanan Abadi diumumkan pada Konsili Konstantinopel II, tahun 553.

    Istilah Keperawanan abadi, perawan-selamanya, atau sederhananya “Maria Sang Perawan” merujuk terutama pada konsepsi dan kelahiran Yesus. Dari rumusan iman yang pertama, khususnya dalam rumusan pembaptisan atau pernyataan iman, Gereja mengakui bahwa Yesus Kristus dikandung tanpa benih manusia melainkan oleh kuasa Roh Kudus saja. Di sini terletak makna absolut dari ekspresi seperti “dikandung dalam rahim Perawan Maria”, “konsepsi keperawanan Maria”, atau “kelahiran perawan”.

    Rumusan pembaptisan awal (sejak abad ke-3) menyatakan keperawanan Maria tanpa penjelasan lebih lanjut, tetapi tidak ada keraguan mengenai arti fisiknya. Laporan selanjutnya secara lebih eksplisit mengatakan bahwa Maria mengandung “tanpa kerusakan apapun pada keperawanannya, yang tetap tidak terjamah bahkan setelah kelahiran-Nya” (Konsili Lateran, 649).

    Meskipun tidak pernah dijabarkan secara rinci, Gereja Katolik mempertahankan sebagai dogma bahwa Maria tetap Perawan sebelum, selama dan sesudah kelahiran Kristus. Hal ini menekankan konsep yang mendasar mengenai Inkarnasi Yesus dan misi Maria yang eksklusif sebagai bunda dari Putranya, Yesus Kristus.

    Vatikan II menegaskan kembali pengajaranan mengenai Maria, Sang Perawan-Selamanya, dengan menyatakan bahwa kelahiran Kristus tidak mengurangi keutuhan keperawanan Maria, melainkan menguduskannya.

    Katekismus Gereja Katolik merenungkan makna yang lebih dalam dari Sang Mempelai Perawan dan Keperawanan Abadi (499-507). Hal ini juga mendukung bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya anak Maria.

    Didalam bacaan injil, yang disebut “saudara dan saudari” bukanlah saudara kandung, melainkan sepupu atau kerabat dekat Yesus.
  3. Dikandung Tanpa Dosa (Immaculate Conception)Pernyataan resmi mengenai Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa, seperti halnya Keibuan Ilahi dan Keperawanan Abadi, dinyatakan sebagai bagian dari doktrin kristologis, namun dinyatakan sebagai sebuah dogma yang independen oleh Paus Pius IX melaui Konstitusi Apostolik “Ineffabilis Deus” (8 Desember 1854).

    Meskipun menyoroti keistimewaan Maria, konstitusi apostolik ini sebenarnya menekankan kemuliaan dan kekudusan yang diperlukan untuk bisa menjadi “Bunda Allah.” Privilege “Dikandung Tanpa Dosa” ini adalah sumber dan dasar bagi semua kekudusan Maria sebagai Bunda Allah. Lebih khususnya, dogma Dikandung Tanpa Dosa menyatakan “bahwa Perawan Maria Yang Paling Terberkati, sejak saat pertama dia dikandung, oleh kasih karunia yang luar biasa dan hak istimewa dari Allah Yang Maha Kuasa dan mengingat jasa Yesus Kristus, telah dijaga bebas dari setiap noda dosa asal.”

    Dogma ini memiliki dua arti yang saling melengkapi satu sama lain:

    1. Arti pertama menekankan bahwa bebasnya Maria dari dosa asal adalah disebabkan oleh “retroactive/preventive grace” dari aksi penebusan Kristus.
    2. Arti ke dua menyatakan kekudusan Maria yang menyeluruh sebagai konsekuensi dari ketiadaan dosa asal. Mary’s life is permanently and intimately related to God, and thus she is the all-holy.

    Dalam konteks Maria, perlu diingat bahwa walaupun dia terlahir tanpa dosa dan kehidupannya selalu kudus, tidak berarti bahwa setan tidak mencoba mengoda Maria dan tidak berarti Maria tidak harus melawan godaan setan. Maria juga berperan dalam memilih untuk hidup selalu kudus.

    Meskipun sulit dijelaskan, dosa asal memprovokasi kekacauan dalam pikiran dan perilaku manusia, terutama berkaitan dengan kehadiran Allah dalam hidup kita. Dalam mendeklarasikan Maria yang dikandung tanpa dosa, Gereja melihat Maria sebagai orang yang tidak pernah menolak cinta Allah dalam hal sekecil apapun. Jadi, dogma ini menyatakan bahwa dari awalnya Maria adalah suci dalam persatuan yang tetap dengan rahmat pengudusan dari Roh Kudus.

    Santa Bernadette (cerita selengkap nya bisa dilihat di internet)

    25 Maret 1858,

    Bernadette joyfully rejoined the lady in the grotto. It had been 3 weeks since she saw the lady and had not known whether she would ever appear again. This time she was determined to obtain the lady’s name, so that she could finally tell the priest. Bernadette was characteristically stubborn, and she repeated four times the question she had practiced so often, “Would you be so kind as to tell me who you are?” The answer finally came: “I am the Immaculate Conception”

    Question: Apa hubungan cerita Santa Bernadette dengan dogma Maria dikandung tanpa dosa?

    Lihatlah tanggal nya. Hanya empat tahun sebelumnya yaitu tanggal 8 Desember 1854 Paus Pius IX dalam ensikliknya Ineffabilis Deus mengeluarkan dogma bahwa Bunda Maria dikandung tanpa dosa. Sudah sejak semula umat beriman secara tradisi percaya bahwa Bunda Maria sungguh-sungguh mulia dan tanpa dosa karena mengandung Tuhan sendiri. Tetapi ungkapan teologis ’Yang Dikandung Tanpa Dosa/Immaculata Conception’ tidak banyak dikenal umat selain para tertahbis yang mendalami teologi dan filsafat. Ketika ungkapan ini keluar dari mulut Bernadetta, yang bahkan buta huruf, Imam Peyramale baru diyakinkan bahwa wanita itu adalah sungguh-sungguh Perawan Maria Yang Terberkati dan bahwa dia datang meneguhkan dogma Immaculata Conception.
  4. Pengangkatan Maria (Assumption of Mary)Dogma ini dinyatakan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950 dalam Ensiklik Munificentissimus Deus.

    Pembedaan perlu dibuat antara Kenaikan dan Pengangkatan. Yesus Kristus, Putera Allah dan Tuhan Yang Bangkit, telah naik ke Surga, sebuah tanda kekuasaan Ilahi. Maria, sebaliknya, dinaikkan atau diangkat ke Surga oleh kuasa dan kasih karunia Allah.

    Dogma ini menyatakan bahwa “Maria, Bunda Allah Yang Tak Bercela, Perawan Selamanya, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di bumi, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi”. Definisi ini sebagaimana definisi Dikandung Tanpa Dosa, tidak hanya menjadi referensi terhadap persetujuan yang universal, pasti dan tegas dari Magisterium tetapi sudah menjadi keyakinan kaum beriman pada saat itu. Pengangkatan Maria ini telah menjadi bagian dari spiritual Gereja dan warisan doktrinal selama berabad-abad. Dogma ini juga telah menjadi bagian dari refleksi teologis dan dari liturgi serta bagian dari kaum beriman.

    Dogma ini tidak memiliki dasar langsung dalam Kitab Suci. Namun hal itu dinyatakan “terungkap secara ilahi”, yang berarti bahwa hal itu secara implisit terkandung dalam Wahyu ilahi. Ini mungkin bisa dipahami sebagai kesimpulan logis dari tugas Maria di bumi, dan cara dia menghidupi kehidupannya dalam persatuan dengan Allah dan misinya. Pengangkatan Maria ini bisa dilihat sebagai konsekuensi dari Keibuan Ilahi. Dengan menjadi perantaraan, dan bersama, dan untuk Putranya di bumi, Maria juga melakukan hal yang sama untuk-Nya di surga. Pengangkatannya ini mengatakan kepada kita bahwa hubungan ini berlanjut di Surga. Maria terus menerus dihubungkan dengan Putranya di atas bumi dan di dalam Surga.

    Di Surga, keterlibatan aktif Maria dalam sejarah keselamatan berlanjut: “Diangkat ke Surga, dia tidak mengesampingkan tugas penyelamatannya … Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudari Puteranya yang masih dalam peziarahan perjalanan di bumi” (LG). Maria adalah “ikon eskatologis Gereja” (KGK 972), yang berarti Maria adalah ikon gereja untuk merenungkan akhir zaman.

    Definisi dogma ini tidak mengatakan bagaimana transisi dari kehidupan duniawi Maria ke kehidupan surgawinya itu terjadi. Apakah Maria mati terlebih dahulu? Apakah ia terangkat ke surga tanpa terpisahnya jiwa dari tubuh terlebih dahulu? Pertanyaan itu tetap terbuka untuk diskusi. Namun, pendapat bahwa Maria melewati kematian sebagaimana Putranya alami, memiliki dukungan yang lebih kuat dalam tradisi.

    Dimuliakan dalam tubuh dan jiwa, Maria sudah berada dalam kondisi yang akan menjadi milik kita setelah kebangkitan orang mati.

Question: Apakah arti pengangkatan Maria ke surga bagi kita?

Dengan diangkatnya Maria ke surga, kita juga mempunyai harapan untuk diangkat ke surga seperti Maria.

According to Pope Benedict XVI:

By contemplating Mary in heavenly glory, we understand that the earth is not the definitive homeland for us either, and that if we live with our gaze fixed on eternal goods we will one day share in this same glory and the earth will become more beautiful.

Consequently, we must not lose our serenity and peace even amid the thousands of daily difficulties. The luminous sign of Our Lady taken up into Heaven shines out even more brightly when sad shadows of suffering and violence seem to loom on the horizon.

We may be sure of it: from on high, Mary follows our footsteps with gentle concern, dispels the gloom in moments of darkness and distress, reassures us with her motherly hand.

Supported by awareness of this, let us continue confidently on our path of Christian commitment wherever Providence may lead us. Let us forge ahead in our lives under Mary’s guidance [General Audience, August 16, 2006].

Question:Sebagai umat Katolik, apakah makna 4 Dogma Maria untuk kita masing-masing? Sharingkan!

References

  1. https://perawanmaria.wordpress.com/2011/05/21/empat-dogma-maria-cna/
  2. http://www.catholicnewsagency.com/resources/mary/general-information/the-four-marian-dogmas/
  3. http://catholicism.org/four-great-marian-dogmas.html
  4. http://www.ncregister.com/blog/jimmy-akin/the-assumption-of-mary-12-things-to-know-and-share2