Sesi 17 - Week of 17 Apr 2017

Salib dan relevansinya dalam hidup


Intro

Sebagai seorang Kristiani, mendengar kata ‘salib’ membuat kita teringat kepada peristiwa 2000 tahun yang lampau saat seorang Anak Manusia menyerahkan diri-Nya untuk wafat di atas sebuah kayu salib. Kata ‘salib’ mengingatkan kita akan perjalanan panjang dan melelahkan yang dilalui Yesus dengan penuh kerelaan menuju ke puncak Bukit Golgota. Kata ‘salib’ juga akan mengingatkan kita akan perkataan Yesus sendiri kepada para murid-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku.” (Mat. 16 : 24)

Menurut kamu, apa arti kata “menyangkal diri” dan bagaimana pandanganmu tentang “salib” selama ini? (sharing)

Note untuk fasil:
“menyangkal diri” berarti tidak lagi memikirkan kepentingannya sendiri. Tuhan Yesus tidak meminta kita hidup asketis (latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani), misalnya tidak makan daging tertentu, menyiksa diri kita dan sebagainya. Menyangkal diri boleh dikatakan seperti kita berani berkata tidak untuk “perbuatan tertentu” yang sangat kita sukai dan memilih apa yang dikehendaki Tuhan atau sesuai dengan perintah Tuhan.

Pendapat tentang salib akan bervariasi, tidak ada benar atau salah.

Main discussion

Berikut adalah kisah Santa Theresia Benedikta Salib (atau lebih dikenal dengan nama “Edith Stein”) dimana kita akan melihat makna “salib” dalam hidupnya. Pesta peringatan Santa Theresia Benedikta Salib (St Teresa Benedicta of the Cross) adalah tanggal 9 Aug.

Paragraf 1

Edith Hedwig Stein dilahirkan di Breslau pada tanggal 12 October 1891 di keluarga Yahudi. Ketika Edith masih muda, Edith adalah seorang anak yang cerdas dan berpikiran kritis. Sifatnya yang seperti ini membuatnya mempunyai pendirian sendiri yang membuat dia merasa tidak cocok lagi dengan iman agama orang Yahudi karena dia merasa agamanya tidak bisa menjawab tantangan inteleknya. Setelah lulus SMA, Edith mempelajari ilmu filsafat dan dari situ dia melihat sedikit titik terang akan pertanyaan-pertanyaannya sehingga dia pelajari dengan sekuat tenaga dan sebaik mungkin.

Paragraf 2

Tahun 1917 Edith Stein menerima kabar bahwa Adolf Reinach, seorang professor yang ia kagumi dan hormati, meninggal dalam pertempuran di Flanders. Edith diminta untuk membantu menghibur istrinya. Betapa kagetnya Edith Stein ketika dia menemukan bahwa janda Reinach tidaklah berduka berat atau pun marah serta kena trauma karena kematian suaminya. Yang Edith Stein temukan adalah seorang wanita yang penuh harapan, dan malahan bisa menghibur teman-temannya yang lain. Pertemuan dengan janda Reinach ini begitu menyentuh hati Edith. Pencarian Edith yang selalu menuntut yang logis serta latihan filsafatnya tidak mempersiapkannya pada pengalaman semacam itu. Terkenang akan pengalaman itu, Edith Stein kemudian menulis, “Inilah perjumpaan saya yang pertama dengan Salib. Untuk pertama kalinya saya melihat dengan kepala saya sendiri gereja yang lahir dari penderitaan Penebus yang menang atas kematian. Inilah saat ketidak-percayaan saya runtuh dan Kristus bersinar di depan saya dalam misteri Salib.” Sejak saat itu mulailah ia membaca Perjanjian Baru.

Paragraf 3

Pada saat musim panas, dia membaca otobiografi Santa Theresia Avila, seorang pembaharu Katolik dari Spanyol pada abab ke-16. Rupanya pengalaman Theresia mirip dengan pengalaman Edith tentang pertanyaan yang sulit dia temukan jawabannya, sehingga Edith tak bisa berhenti untuk membacanya. Sejak saat itu Edith belajar untuk mengesampingkan pertanyaan-pertanyaannya. Ia lalu membuka hatinya untuk mencintai Allah dalam Kristus. Bagi Theresia misteri cinta Allah tak dapat dimengerti dengan logika atau dengan jalan pikiran manusia saja. Hal ini nampaknya suatu kebodohan, tetapi menampakkan cinta sang penyelamat yang disalib dan sangat menyentuh hati Theresia, sehingga dia menyerahkan hidupnya pada Allah. Theresia tidak lagi mencari-cari Tuhan dengan pemikiran manusia. Ketika Edith selesai membacanya, dia hanya dapat berkata, “Inilah kebenaran.” Hari berikutnya Edith membeli buku katekismus dan buku Misa. Ia pun mulai mempelajari kedua buku itu. dan pada tanggal 1 Januari 1922 ia pun dibaptis dalam Gereja Katolik.

Paragraf 4

Sejak saat itu Edith Stein mengikuti jejak Theresia dan bergabung dalam ordo Karmelit. Selama delapan tahun ia hidup di kamar yang sederhana, menjalankan hidup kaul, walaupun ia bukan (belum) menjadi biarawati. Ia hidup bersama dengan suster-suster Benediktin dan melayani tanpa pamrih dengan mengajar di biara itu. Ia mempunyai harapan besar dan keprihatinan. Ia tekun berdoa dan berlutut berjam-jam di depan Sakramen Mahakudus. Ia pun memberi kuliah dan menulis jurnal-jurnal dan akhirnya membaktikan dirinya secara penuh di lingkungan akademis dan menjadi Profesor di universitas.

Paragraf 5

Tahun 1933, Hitler berkuasa dan terjadi penindasan terhadap orang-orang Yahudi, dan ia tidak boleh lagi mengajar. Akan tetapi Edith menerima kenyataan itu dengan gembira karena membuka jalan baginya untuk menjadi biarawati. Akhirnya dia memasuki biara Karmelit dan mengucapkan kaul pertamanya dengan mengambil nama Theresia Benedikta Salib. Hal ini ditentang keras oleh ibunya tetapi Edith tetap megambil jalan itu. Seiring dengan berjalannya waktu, Edith Stein belajar bagaimana ia dapat sungguh-sungguh memanggul salib sang Penyelamat. Satu malam, tentara SS Jerman meningkatkan serangannya terhadap rumah-rumah dan sinagoga-sinagoga orang Yahudi. Mereka juga merusak usaha dan harta milik serta menganiaya orang Yahudi. Singkat cerita, akhirnya Edith ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp dan akhirnya mati bersama ribuan orang Yahudi dalam ruang gas beracun.

Paragraf 6

Julius Marcan dari Koln, salah seorang yang selamat dari kamp ini memberi kesaksian:

“Ada suasana sengsara yang tak terlukiskan dalam kamp. Ada banyak tawanan baru. Mereka menderita dan begitu cemas. Edith Stein yang berada diantara mereka, bagaikan seorang malaikat. Edith menghibur, menguatkan dan membantu mereka. Banyak ibu menangisi nasibnya dan tidak memperdulikan anak-anaknya lagi. Edith Steinlah yang mencoba memelihara anak-anak kecil itu. Ia memandikan mereka, menyisir rambutnya, mencarikan makanan dan memberi makan.

Di lingkungan ini, Edith Stein, seorang filsuf (ahli pikir) dan guru yang berdarah Yahudi dan dihormati, dan yang juga menjadi tawanan Nazi, bergerak “laksana seorang malaikat.” Walaupun Edith mengerti lebih gamblang dari orang lain tentang dalamnya derita yang dialami orang sekitarnya, dalam kesadaran itu ia mencoba menawarkan hiburan dan kedamaian. Edith memiliki sedikit kemilau (terang) pada saat gelap yang melanda keturunan Abraham ini (orang Yahudi). Ketika Edith Stein bergabung dengan jutaan orang lain yang akan tewas dalam ruangan gas Nazi, Edith tetap bersaksi karena ia sudah siap bila kematian mendatanginya karena gas itu.

Pertanyaan Sharing

  1. Menurutmu, bagian manakah dari kisah hidup Edith Stein di atas yang menunjukkan hal-hal di bawah ini?
  1. Salib adalah cinta
    (Paragraf 4) Saat dia hidup dalam lingkungan Karmel dengan para suster yang lain, dengan mewarnai hidupnya dengan doa dan tulisannya.

    (Paragraf 6) saat dia melayani, memberikan penghiburan di kamp

    Bagi Edith Stein, salib berarti jauh lebih banyak daripada memikul penderitaan dan menanggung beban dalam hidup. Baginya salib berarti kesetiaan dalam iman, harapan, dan cinta. Di sinilah letak nilai yang begitu luhur dari sebuah salib.

    Seperti Yesus sendiri telah menunjukkan cinta-Nya kepada kita dengan tak bersyarat dan telah merendahkan diri menjadi manusia karena kita. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15 : 13)

    Kita pun di masa sekarang ini juga dapat mewujudkan cinta yang tak bersyarat sebagai wujud bahwa kita pun mau mengikuti Dia. Mengasihi sesama yang ada di dekat kita tanpa mengharapkan balasan, terlebih jika kita mampu mengasihi mereka yang menyakiti kita tanpa ada keinginan untuk balas dendam, itulah wujud dari cinta tak bersyarat ini. Menerima setiap beban dan penderitaan yang ada dalam kehidupan kita dengan hati rela dan penuh syukur, tanpa mengeluh dan memberontak juga merupakan wujud dari kesediaan kita memikul salib sebagai tanda cinta kepada Kristus.

  2. Salib adalah penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan(Paragraf 3) menyerahkan diri seutuhnya dengan tidak lagi memahami Kristus dengan pemikiran manusia dan juga kekuatan doa yang penuh sebagai wujud penyerahan ini. Edith Stein percaya bahwa hidupnya yang penuh dengan penyerahan diri kepada Tuhan serta solidaritas dalam doa memberikan kekuatan kepadanya dalam segala sesuatu yang dialaminya. Penyerahannya pada Kristus juga terlihat dari hidup pengabdian dan hidup doanya di biara, dimana ia meninggalkan dunia akademi untuk mengabdi Kristus.
  3. Salib sebagai suatu wujud kesetiaan(Paragraf 5) Edith tetap setia pada panggilan Tuhan, walaupun ditentang ibunya untuk menjadi biarawati.

    (Paragraf 6) Edith tetap setia bersaksi sampai kematiannya.

    Tambahan:

    Edith menulis di biara Echt tahun 1939, “Dalam penyerahan pada kehendakNya yang paling suci, saya dengan gembira menerima kematian yang Allah telah tentukan pada diriku. Semoga Tuhan menerima hidup dan kematianku demi kemuliaan namaNya dan demi kebutuhan GerejaNya yang Kudus serta demi orang-orang Yahudi. Semoga Tuhan menerima mereka. Semoga kerajaanNya berkuasa dengan mulia. Semoga Tuhan menerima hidup dan kematianku demi pembebasan Jerman dan demi damai di seluruh dunia, dan akhirnya demi semua anggota keluargaku yang masih hidup dan yang telah mati, demi semua orang yang telah dipercayakan Tuhan padaku: semoga tak seorang pun hilang.”

  4. Salib adalah harapan hidup(Paragraf 6) dalam situasi yang tidak menyenangkan dia tetap memberi hiburan dan kedamaian bukannya melarikan diri karena ketakutan.

    Bagi Edith Stein salib ini juga berarti adanya harapan sebagai lawan dari keputusasaan. Dia percaya bahwa di balik penderitaan dan salib yang harus kita pikul, ada suatu kebahagiaan yang akan kita raih.

  1. Apakah tujuan dari perjalanan salib dalam hidup kita?Buah salib adalah satu dan sama, yaitu kebangkitan, persatuan dengan Allah, dan peng-Ilahian. Dengan kebangkitan-Nya, Kristus telah membukakan jalan bagi kita mempelai-Nya untuk menuju kepada Bapa. Mempelai ini adalah setiap anggota Gereja.

    Jalan salib yang telah dilalui oleh Yesus telah membuahkan kebangkitan dan kemuliaan. Yesus berjaya dan menang atas kuasa dosa dan maut. Dalam kehidupan ini jika kita juga mau menapaki jalan salib itu, maka pada akhirnya nanti kita pun akan menikmati kemuliaan dan sukacita bersatu dengan Tuhan. Jalan salib bukanlah untuk dihindari, namun jalan salib ini adalah sebuah jalan yang harus kita lalui untuk sampai kepada kebangkitan dan kehidupan kekal itu.

  2. Ceritakanlah salib yang pernah atau sedang kamu alami saat ini dan bagaimana sikapmu dalam menjalaninya.
  3. Bagaimana pengalamanmu saat ditantang untuk menyerahkan diri secara total ketika menjalani salibmu? Sudahkah kamu merasakan buah dari salib yang harus kamu pikul tersebut?

Quote from Pope Francis

“Learning how to patiently carry the weight of difficulties, the weight of contradictions is something people learn gradually. It’s a process of maturation that lasts a lifetime. It’s like fine wine.”
“Continuing to pray and to be at peace, even in the midst of difficulties, the pope said, is a mature Christian attitude that actually keeps a person young.”


Untuk didoakan bersama sebagai doa penutup

DOA LITANI SALIB SUCI

Tuhan kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami,
Kristus kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami,
Tuhan kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami,
Kristus dengarkanlah kami, Kristus dengarkanlah kami.
Allah Bapa di Surga, kasihanilah kami
Allah Putra Penyelamat dunia, kasihanilah kami
Allah Roh Kudus, Pendukung kami, kasihanilah kami
Tritunggal Mahakudus, Allah yang Esa, kasihanilah kami

SALIB SUCI, dimana Domba Allah dipersembahkan,
[R] SELAMATKANLAH KAMI, YA SALIB SUCI.

Harapan orang Kristen, [R]
Janji Kebangkitan Orang Mati, [R]
Perlindungan para martir, [R]
Pembimbing orang buta, [R]
Jalan bagi orang yang tersesat, [R]
Tongkat orang yang pincang,
Penghiburan orang yang miskin,
Pengendali orang yang berkuasa,
Penghancur orang congkak,
Pengungsian orang berdosa,
Piala kemenangan atas Neraka,
Ketakutan Iblis,
Bunda orang muda,
Pertolongan orang sedih,
Harapan orang yang putus asa,
Bintang para pelaut,
Pelabuhan orang terdampar,
Benteng orang terkepung,
Bapa orang gelandangan,
Pertahanan para janda,
Pembimbing orang jujur,
Penuntut bagi orang yang lemah,
Perlindungan orang menderita,
Penjaga anak-anak,
Kekuatan orang dewasa,
Harapan akhir orang tua,
Terang orang yang duduk dalam kegelapan,
Semarak para raja-raja,
Budaya dunia,
Perisai yang tak tertembus,
Kebijaksaan orang bodoh,
Pembebas para budak,
Pengetahuan orang dungu,
Pemerintah hidup,
Bentara bagi para nabi,
Yang diwartakan para rasul,
Kemuliaan para martir,
Pelajaran para petapa,
Kemurnian para perawan,
Kegembiraan para imam,
Dasar Gereja,
Penyelamat dunia,
Penghancur berhala,
Penghalang bagi orang Yahudi,
Kutukan orang kafir,
Penyokong yang lemah,
Obat orang sakit,
Penyembuh orang kusta,
Kekuatan orang lumpuh,
Roti orang lapar,
Mata-air orang haus,
Pakaian orang telanjang.

Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia, Selamatkanlah kami ya Tuhan!
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia, Dengarkanlah kami ya Tuhan!
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia, Kasihanilah kami.
Kristus dengarkanlah kami, Kristus dengarkanlah kami.
Tuhan kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami
Kristus kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami
Tuhan kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami
Kami menyembah Dikau ya Kristus, dan memujimu. Karena dengan salib sucimu Engkau telah menebus dunia.
Lihatlah Salib Tuhan! Enyahlah kau kuasa jahat!
Singa suku bangsa Yehuda, keturunan Daud, telah terkalahkan. Aleluia.

MARILAH KITA BERDOA:

Ya Tuhan, Engkau telah menyelamatkan dunia. Engkau dengan gembira lahir di kandang dan mati di atas salib; Ya Tuhan Kristus Yesus, kami hambaMu yang sebenarnya tidak pantas, mengenang penderitaan suciMu: dengan salibMu dan dengan wafatMu, kami dibebaskan dari penderitaan neraka dan menuntun kami ke mana Engkau menuntun penyamun yang baik, yang disalibkan bersamaMu. Engkau yang hidup dan berkuasa di Surga sepanjang segala masa. Amin.

Sumber: Majalah Vacare Deo

Komunitas Tritunggal Mahakudus,

www.holytrinitycarmel.com