Facilitator?
(error)
Jawaban untuk fasil akan ditampilkan

Sesi 26 – Week of 29 March 2020

Sin of Gluttony


Persiapan Fasil:

  1. Baca dan pahami bahan CG, siapkan jawaban untuk pertanyaan yang ada di bahan
  2. Puasa pada hari CG
  3. Meditasi selama 10 menit pada hari CG sewaktu bangun pagi hari, tanyakan kepada diri sendiri apa yang aku

    mau perkuat dalam penguasaan diri hari ini dan kedepan, dan praktekan.

Introduction

Apakah makanan/minuman kesukaan kalian yang “you can’t live without”? Sharing-kan.

Salah satu hal yang membuat banyak orang jauh dari Tuhan itu karena secara sekilas, kita berpikir bahwa Tuhan mengeluarkan banyak larangan yang kemudian mengambil sukacita dari dalam hidup kita. Hal ini membuat banyak orang ragu untuk mengikuti Tuhan karena seolah-olah apapun yang kita ingin lakukan atau yang membawa kebahagiaan dalam hidup kita dilarang oleh Tuhan.

Ini tentu saja merupakan hal yang menarik. Dan apabila kita melihat dan meneliti lebih lanjut, kita akan menyadari bahwa Tuhan tidak pernah mengambil sukacita dari hidup kita. Malah kenyataannya, Tuhan ingin kita menikmati hal- hal yang baik dan benar dengan cara yang baik. Kita memerlukan aturan dan hukum-hukum yang Tuhan berikan karena kita seringkali tidak tahu bagaimana cara menikmati hidup dan apa yang kita punya. Contoh yang paling sering dan nyata adalah ketika kita menikmati makanan kesukaan kita. Seberapa sering kita menghabiskan makanan kesukaan kita tanpa benar-benar menikmatinya, dan tanpa sadar, makanannya sudah habis saja dalam sekejap?

Ketika kita tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk menolak, kita juga tidak mempunyai kemampuan untuk menikmati hal-hal dalam hidup kita. Ada dua hal yang dapat terjadi:

  1. Kita tidak dapat menikmati hidup.
  2. Kita menjadi “budak” sesuatu (makanan, hiburan, cinta, dll.)

Menjadi “budak” sesuatu adalah sebuah dosa dan seringkali, kita jarang menyadari atau/dan menyebutnya dalam pengakuan dosa. Seperti yang pernah kita diskusikan di bahan sebelumnya, menjadi budak sesuatu membuat kita kehilangan kemampuan untuk berpikir dengan jernih. Alhasil, kita pun tidak tahu bagaimana cara menolak.

Apa itu sin of gluttony?

Banyak orang berpikir bahwa sin of gluttony terjadi ketika kita mengkonsumsi sesuatu dalam jumlah yang berlebihan, tetapi pada kenyataannya, hal ini sedikit lebih kompleks. St. Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa “gluttony denotes inordinate concupiscence in eating”. Dalam Summa Theologica (Part 2-2, Question 148, Article 4), St. Thomas Aquinas menekankan 5 cara “sin of gluttony” dapat terjadi:

  • Laute – mengkonsumsi makanan yang sangat-sangat mahal, eksotik atau mewah
  • Studiose – mengkonsumsi makanan dengan kualitas yang berlebihan (yang persiapannya sangat rumit atauberlebihan)
  • Nimis – mengkonsumsi makanan dalam jumlah berlebihan
  • Praepropere – mengkonsumsi makanan terlalu dini atau tidak pada waktu yang semestinya
  • Ardenter – mengkonsumsi makanan dengan nafsu berlebihan sampai lupa akan hal-hal lain (too eager to eat)

Nimis (jumlah)

Hal ini paling sering dan mudah ditinjau jika berhubungan dengan makanan. Contohnya: menghabiskan satu bungkus besar chips sendirian sampai kekenyangan.

Laute & Studiose (kualitas)

Sin of gluttony tidak hanya tergantung oleh jumlah tetapi bisa juga dikarenakan obsesinya terhadap kualitas dan/atau cara makanan tersebut disiapkan. Dan jika kita tidak mendapatkan apa yang kita mau, kita seringkali ngambek atau tidak senang. Aristotle bahkan menyebut obsesi ini sebagai “childish vice” karena ini membuat kita menjadi seperti anak kecil yang sering rewel soal makanannya. Contohnya, tidak mau ada wortel di makanannya, telurnya harus setengah matang, buburnya harus diaduk, dll.

*Contoh-contoh ini bukan berarti dosa karena dosa terjadi ketika kita terobsesi dengan kualitas makanannya dan mempengaruhi akal budi kita.

Perlu ditekankan bahwa menikmati makanan yang enak bukanlah sebuah dosa. Sebagai manusia, kita diberikan indra perasa untuk menikmati makanan yang enak. Namun, jika kita menjadi terobsesi pada makanan yang enak sampai- sampai kita tidak dapat mengontrol diri kita (baik dalam nafsu, emosi, ataupun hubungan kita dengan orang lain), maka kita pun telah jatuh ke dalam dosa.

Praepropere (kapan)

Di saat kita ingin mengontrol hawa nafsu kita untuk makan (terlebih lagi jika disuguhkan makanan kesukaan kita), kita juga pasti pernah merasakan perlawanan batin. Dalam prosesnya, tanpa kita sadari, kita pun dapat terpengaruh secara emosional. Ada kemungkinan kita malah jadi semakin terobsesi oleh makanan tersebut dan menjadi kesal/marah-marah sendiri. Inilah kondisi yang kita sering sebut “hangry” (hungry and angry)— di mana kita merasa lapar dan akhirnya pun menjadi kesal. Kita kesal karena kita tidak dapat mengkonsumsi makanan di saat kita menginginkannya, entah karena kita tidak bisa makan di saat itu atau tidak ada makanan yang tersedia. Kita pun terjerumus ke dalam dosa karena kita membiarkan keinginan kita untuk makan menguasai diri kita sehingga kita tidak mampu mengontrol aspek-aspek hidup kita yang lain.

Selain itu, kita juga sering berada di posisi di mana kita tidak tahu mengapa kita sedang makan apa yang kita makan. “Cuma pengen makan aja” seringkali menjadi alasan kita, padahal kita belum tentu lapar atau membutuhkan makanan tersebut. Sama seperti dengan penjelasan sebelumnya, ini bisa menjadi contoh di mana kita tidak dapat mengontrol hawa nafsu kita. Keinginan untuk makan bukanlah dosa, tapi jika keinginan ini berubah menjadi monster yang tidak dapat dikontrol, maka ini adalah dosa.

Modern day’s gluttony

Di zaman sekarang, “sin of gluttony” tidak hanya mencakup makanan saja. Setiap hari kita mengkonsumsi begitu banyak hal— mulai dari makanan, minuman dan mainan, hingga media sosial, hiburan, dan barang-barang duniawi lainnya. Hal-hal ini dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa jika kita tidak dapat mengontrol diri kita. Cara-cara gluttony yang dijelaskan oleh St. Thomas Aquinas di atas memang ditulis dalam konteks makanan. Namun, cara-cara tersebut juga dapat diaplikasikan terhadap hal-hal lainnya.

Dalam hal nimis (jumlah), banyak dari kita yang sering “tersangkut” dalam godaan Netflix. Janjinya cuma akan nonton 1 episode, tapi malah ketagihan sampai 10 episode. Dan tidak jarang, kita mengorbankan waktu istirahat kita demi nonton Netflix sampai larut malam. Dalam Laute & Studiose (kualitas), kita dapat coba melihat kembali di dalam kehidupan kita (atau orang-orang di sekitar kita), di mana ada obsesi terhadap barang mewah atau objek langka. Untuk Praepropere (kapan), ini seringkali terjadi ketika kita merasa kesal ketika kita mati-matian harus main game sekarang juga atau ketika scroll Instagram tanpa tujuan yang jelas, dan menjadi irritated dan marah-marah ketika tidak mendapatkan apa yang kita inginkan.

Spiritual Gluttony

Apakah ada yang tau apa itu spiritual gluttony?

St John of the Cross, di dalam bukunya The Dark Night, menjelaskan bahwa banyak orang berusaha mencari kenikmatan spiritual daripada kebijaksanaan dan kesucian spiritual. Hal ini dapat disebabkan oleh kepuasan dalam menjalankan praktik-praktik keagamaan yang dianjurkan Gereja Katolik. Namun, keinginan ini dapat berubah menjadi obsesi yang berlebihan, di mana kita malah membawa beban yang berlebihan ke dalam hidup kita. Contohnya: pantang dan puasa sampai tubuh kita menjadi sangat lemah, melakukan penitensi yang berlebihan sampai mengganggu kehidupan kita sehari-hari, membaca buku tentang Tuhan sebanyak-banyaknya tanpa pernah merasa puas sampai lupa akan hal lain yang lebih penting.

Ketika seseorang jatuh ke dalam spiritual gluttony, apapun yang ia lakukan bukan berasal dari penyesalan, melainkan berdasarkan pada nafsu akan kepuasan/kesenangan dalam melakukannya. Jika tidak dapat melakukan apa yang mereka inginkan, mereka menjadi sedih dan “ngambek” seperti anak kecil. Mereka tidak menyadari bahwa spiritual gluttony dapat menjadi pangkal dosa-dosa lainnya, seperti kesombongan dan obsesi yang berlebihan. Ketika kita tidak dapat melakukan hal-hal tertentu (rosario sebelum misa, doa novena setiap hari, membaca kitab suci, etc.) karena kita perlu melakukan hal yang lain, bukan berarti bahwa kita tidak melayani Tuhan dengan baik.

Jadi, bagaimana cara kita melawan “sin of gluttony”?

St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa pantang dari makanan dan minuman dan berpuasa dapat membantu melawan “sin of gluttony”. Pada umumnya, berpuasa berguna untuk mengontrol hawa nafsu daging, sehingga kita tidak menjadi “budak”. Manusia dipanggil untuk hal-hal besar dan luar biasa, untuk merasa bebas dan untuk mampu berkata tidak kepada diri sendiri dan hal-hal lainnya. Ini adalah saat yang tepat untuk menyimak kembali perjalanan kita di masa pra-Paskah ini di mana kita dipanggil untuk pantang dan puasa.

Pada akhirnya, mari kita berkata “Tidak” bukan karena kita ingin menyiksa diri kita sendiri (dan menjauhkan diri kita dari sukacita) tetapi supaya kita dapat berkata “Iya” kepada kebebasan dan sukacita yang abadi.

Sharing

  1. Apakah kalian pernah merasa terpengaruh jika tidak mengkonsumsi sesuatu (secara regular)? Contoh: tidak bisa bekerja tanpa kopi, tidak bisa tidur tanpa main hp, dll.
  2. Pernahkah kalian merasa hangry? Sharing-kan kejadiannya.
  3. Di masa pra-Paskah, renungkan kembali perjalanan kalian dalam pantang dan puasa. Apakah halangan- halangan yang kalian alami? Bagaimana cara kalian melawan godaan?

Referensi