Sesi 42 - Week of 11 Sep 2022

Ekskomunikasi


Intro

Seringkali terdapat kesalahpahaman mengenai ekskomunikasi. Kesalahpahaman yang paling umum adalah berpikir bahwa orang yang di-ekskomunikasi tidak dapat pergi ke perayaan ekaristi dan menerima komuni. Pengertian ini hanyalah sebagian kecil dari arti ekskomunikasi yang sesungguhnya. Kesalahpahaman umum yang kedua adalah berpikir bahwa ekskomunikasi itu berarti diusir dari Gereja. Memang ini mungkin hal yang dilakukan zaman dahulu ketika seseorang di-ekskomunikasi, tetapi pada zaman sekarang, ekskomunikasi sudah tidak seperti itu lagi.

Pada zaman sekarang, ekskomunikasi merupakan sebuah hukuman dengan efek yang sangat spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Hampir tidak ada yang tahu apa efek tersebut kecuali orang yang diekskomunikasi sendiri. Apakah ini sesuai dengan pengertian kalian mengenai ekskomunikasi? Nah, hari ini mari kita belajar mengapa ekskomunikasi begitu sering disalahpahami dan apa arti ekskomunikasi yang sesungguhnya.

Salah paham

Dua kesalahpahaman umum daripada ekskomunikasi yang dijelaskan di atas memiliki sumber yang sama, yaitu mencoba mengerti kata “ekskomunikasi” berdasarkan asal kata tersebut, dan bukan daripada penggunaannya saat ini.

  1. Orang-orang memiliki gagasan bahwa “eks” berarti hal-hal seperti “mantan” (ex-wife vs current wife), “keluar” (export vs import), atau “merampas” (expropriate vs appropriate).
  2. Kata “communicated” sendiri diartikan sebagai “Komuni”, dan dipahami dalam pengertian menerima Ekaristi (perjamuan sakramental) atau menjadi bagian dari Gereja (persekutuan gerejawi).

Dengan menggabungkan dua kata ini, “excommunication” atau ekskomunikasi diartikan sebagai mengucilkan seseorang dari perayaan Ekaristi atau mengusirnya dari Gereja Katolik. Kebanyakan dari kita mengartikan ekskomunikasi seperti begitu, tetapi ini adalah pengertian yang salah. Cara sebenarnya untuk mengetahui apa itu ekskomunikasi dan apa efek ekskomunikasi bagi orang-orang tersebut adalah dengan melihat hukum kanonik. Perlu diingatkan bahwa arti ekskomunikasi yang sesungguhnya pun telah berubah secara dramatis selama beberapa abad terakhir.

Apa itu ekskomunikasi?

Dalam sebagian besar abad kedua puluh, hukum kanonik diperkenalkan melalui Kitab Hukum Kanonik (CIC) tahun 1917, dan kemudian diganti dengan kode baru pada tahun 1983. Tahun 2021, Paus Fransiskus mengganti Buku VI dari Kitab itu, yang mengatur tentang penalti, termasuk ekskomunikasi.

Jadi apa itu ekskomunikasi? Pertama-tama, ekskomunikasi adalah sebuah penalti, dan itulah sebabnya mengapa hal itu dibahas dalam Kode Buku VI (“Penal Sanctions in the Church”). Orang sering menganggap penalti sebagai hukuman yang dimaksudkan untuk memenuhi keadilan dengan menyakiti seseorang yang pantas mendapatkannya. Namun, jenis hukuman ada lebih dari satu, dan ekskomunikasi adalah apa yang dikenal sebagai kecaman (censure). Sifat utama kecaman adalah untuk mengobati. Kecaman dimaksudkan untuk membuat seseorang menyadari kesalahannya sehingga dia dapat bertobat dan kembali berfungsi secara normal di dalam Gereja.

“Efek” Ekskomunikasi

Jika fungsi utama ekskomunikasi adalah untuk mengobati, apa efeknya? Dalam Kode 1917, seseorang dikeluarkan dari Gereja. Ketentuan itu menyatakan bahwa “ekskomunikasi adalah suatu kecaman yang dengannya seseorang dikucilkan dari persekutuan umat beriman” (an. 2257 §1). Akan tetapi, hal ini tidak lagi dicantumkan dalam Kode 1983, dan karena itu tidak berlaku lagi (CIC [1983] 6 §1). Jadi pada zaman sekarang, ekskomunikasi bukan berarti seseorang tidak lagi berada dalam Gereja. Sebaliknya, revisi terbaru di tahun 2021 melarang orang yang di-ekskomunikasi melakukan berbagai hal (can. 1331).

Orang yang di-ekskomunikasi dilarang merayakan kurban Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya. Ini berarti bahwa seorang imam yang di-ekskomunikasi tidak dapat merayakan sakramen apa pun, dan untuk orang awam tidak dapat membaptis siapa pun atau menikah.

Kaum religius yang dikucilkan dan kaum awam sama-sama dilarang menerima sakramen. Jadi memang benar bahwa kita tidak dapat menerima Komuni Kudus jika kita di-ekskomunikasi, tetapi itu bukanlah makna dari ekskomunikasi, melainkan akibat yang didapat dari ekskomunikasi. Jika ekskomunikasi itu sama dengan “tidak dapat menerima Komuni Kudus”, berarti setiap kali kita melakukan dosa berat (dan tidak boleh menerima Komuni Kudus) kita secara tidak langsung di-ekskomunikasi dong? Makanya, pengertian ini salah. Ekskomunikasi tidak sama dengan “tidak dapat menerima Komuni Kudus”.

Kaum religius yang di-ekskomunikasi tidak dapat menyelenggarakan sakramental (misalnya, memberikan berkat) dan berpartisipasi dalam liturgi non-sakramental (misalnya, jam liturgi). Kaum awam yang di-ekskomunikasi tidak dapat mengelola beberapa sakramental dan mengambil bagian aktif dalam jam liturgi. Ini bukan berarti bahwa orang-orang yang di-ekskomunikasi tidak dapat hadir di liturgi. Bahkan, mereka tetap harus memenuhi kewajiban hari Minggu mereka. Namun, mereka dilarang untuk mengambil bagian aktif dalam perayaan-perayaan yang disebutkan di atas.

Mereka juga dilarang mengambil jabatan, tugas, pelayanan, atau fungsi gerejawi apa pun. Dalam kasus orang awam, ini berarti tidak berfungsi sebagai katekis, pelayan altar, lektor, dan sebagainya. Orang-orang yang di-ekskomunikasi juga dilarang untuk mengambil bagian dalam administrasi Gereja — sesuatu yang biasanya berlaku untuk pastor, karena biasanya hanya mereka yang dapat menjabat sebagai legislatif, eksekutif, atau yudikatif dalam sistem pemerintahan internal Gereja.

Ini adalah efek dasar yang umum untuk semua bentuk ekskomunikasi, tetapi terkadang juga ada efek tambahan.

Tipe Ekskomunikasi

Saat ini, ada dua jenis ekskomunikasi: latae sententiae excommunication, yang terjadi secara otomatis setelah melakukan kejahatan tertentu, dan ferendae sententiae excommunication, yang diterapkan langsung setelah uskup memperingatkan seseorang tetapi dia tetap melakukan pelanggaran.

Jika seorang uskup memberlakukan ferendae sententiae excommunication atau menyatakan bahwa seseorang secara otomatis mengekskomunikasi dirinya, maka canon 1331 memiliki efek tambahan, seperti contoh di bawah ini.

  1. Misalnya, orang yang di-ekskomunikasi mungkin ingin menentang larangan merayakan sakramen, menerima sakramen, menyelenggarakan sakramental, atau hanya hadir secara pasif pada perayaan tersebut. Jika ia berusaha untuk melanggar larangan-larangan ini, maka ia harus disingkirkan, atau perayaan liturgi harus dihentikan, kecuali ada alasan kuat yang bertentangan. Dengan kata lain, dia harus dikawal keluar dari gereja, dan perayaan liturgi dapat dihentikan jika dia tidak pergi dengan tenang.
  2. Meskipun semua orang yang di-ekskomunikasi dilarang mengambil bagian dalam administrasi Gereja, tetapi terkadang tindakan tersebut tetap dapat berlaku, misalnya dalam latae sententiae excommunication. Namun, jika ekskomunikasi telah diberikan atau dinyatakan oleh uskup, orang yang di-ekskomunikasi tidak dapat menjalankan tindakan administrasi apapun – artinya tindakan yang telah diambil menjadi batal dan tidak sah.
  3. Demikian pula, seseorang dalam situasi ferendae sententiae excommunication dilarang mengambil manfaat dari hak istimewa yang telah diberikan. Hak istimewa adalah bantuan khusus yang diberikan oleh otoritas yang berwenang. Misalnya, jika uskup telah membuat pajak keuskupan, seseorang mungkin mendapat manfaat dengan diberikan hak istimewa sehingga dia tidak perlu membayarnya, tetapi hak ini tidak berlaku lagi ketika orang tersebut di-ekskomunikasi.
  4. Jika orang tersebut sebelumnya memperoleh penghasilan dari Gereja, ini juga dapat terpengaruh, karena Kode menetapkan bahwa dia tidak boleh memperoleh imbalan apapun dari gelar gerejawi-nya.
  5. Orang tersebut secara hukum tidak dapat memperoleh jabatan, tugas, pelayanan, fungsi, hak-hak istimewa atau gelar kehormatan di dalam Gereja.

Zaman sekarang

Apakah ekskomunikasi masih terjadi sampai sekarang? Ya, meskipun para uskup tidak selalu mau untuk memberikannya. Mungkin cara yang paling umum terjadi adalah melalui segelintir kanon yang memberikan ekskomunikasi otomatis atau latae sententiae, contohnya: dengan sengaja dan aktif berpartisipasi dalam aborsi (can. 1397 §2) atau melawan ajaran Gereja atau/dan menyebarkan ajaran sesat (can. 1364 §1). Ekskomunikasi otomatis seperti itu mungkin tidak pernah menjadi perhatian publik.

Meskipun terdapat Kode yang mengatur ekskomunikasi secara otomatis, ekskomunikasi tidak selalu berlaku. Ada daftar panjang faktor-faktor yang dapat menghentikan terjadinya ekskomunikasi otomatis (can. 1321-1325). Ditambah lagi, hanya sedikit dari kita yang menyadari bahwa ekskomunikasi itu ada (can. 1323 °2).

Karena para uskup tidak suka memaksakan ferendae sententiae excommunication, mereka akan sering mengumumkan bahwa seseorang telah mengucilkan dirinya dengan cara latae sententiae. Ini membantu memperjelas kepada publik bahwa orang yang di-ekskomunikasi bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya. Misalnya, pada tahun 2020, Uskup Jaime Soto dari Sacramento mendeklarasikan bahwa Fr. Jeremy Leatherby telah mengalami ekskomunikasi latae sententiae dengan menempatkan dirinya dalam keadaan skisma (cann. 751; 1364 §1) karena ia menolak untuk mengakui legitimasi Paus Fransiskus.

Namun, ada juga kasus ketika uskup memperingatkan orang dan kemudian mengekskomunikasi mereka secara ferendae sententiae. Pada tahun 2008, uskup agung Raymond Burke dari St. Louis mengekskomunikasi seorang wanita karena meniru sakramen tahbisan suci (can. 1379). Bahkan ketika ekskomunikasi diberikan, tujuannya tetap untuk mengobati. Gereja berdoa agar orang-orang yang di-ekskomunikasi itu bertobat dan rindu untuk menyambut mereka kembali ke dalam kehidupan Katolik yang normal. Seperti yang Yesus katakan, “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (Lukas 15:7).

Kesimpulan

Apa pentingnya buat kita mengetahui atau belajar tentang ekskomunikasi ini?

Alasan pertama tentu saja supaya kita tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat membuat kita di-ekskomunikasi, seperti misalnya terlibat dalam aborsi, tidak mengakui otoritas Paus, dsb. Tetapi alasan kedua yang lebih penting adalah supaya kita menjadi lebih waspada ketika berinteraksi dengan orang-orang di dalam lingkungan Gereja, baik kaum religius maupun awam, yang mungkin telah di-ekskomunikasi tetapi tetap melayani atau terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Tindakan mereka menjadi tidak sah ketika mereka dalam status di-ekskomunikasi dan yang lebih bahayanya adalah ketika mereka menyebarkan ajaran sesat.

Kita mungkin bertanya-tanya apakah benar ekskomunikasi masih terjadi di zaman sekarang? Tentu saja. Kita mungkin pernah mendengar ada seorang Pastor yang telah di-ekskomunikasi tetapi tetap memimpin Misa atau memberikan pengajaran di kelompok-kelompok Gereja. Setiap Pastor memiliki semacam kartu identitas dengan masa berlaku. Jika masa berlakunya sudah lewat dan kartu itu tidak diperpanjang, itu berarti Pastor tersebut tidak mempunyai izin lagi untuk bertugas sebagai Pastor.

Untuk kasus orang awam yang di-ekskomunikasi, baru-baru ini Keuskupan Singapura mengeluarkan surat edaran untuk memberitahukan kepada umat bahwa ada kelompok dari Korea bernama “Naju Team” yang datang ke Singapura untuk memberikan pelayanan doa. Ketua kelompok ini dan pengikutnya telah mendapatkan latae sententiae excommunication dari uskup di Korea. Umat Katolik di Singapura dihimbau untuk berhati-hati dan tidak terlibat di dalam kegiatan ini.

Marilah kita doakan agar orang-orang yang di-ekskomunikasi boleh segera bertobat dan kembali ke dalam Gereja Katolik dan untuk kita semua agar boleh selalu diberikan rahmat untuk melakukan hal-hal yang benar.

Pertanyaan Sharing

  1. Apakah kamu pernah mendengar kasus orang awam atau Pastor yang di-ekskomunikasi? Apa pendapatmu tentang hal ini?
  2. Paus adalah pemimpin tertinggi dalam Gereja Katolik. Menurutmu mengapa penting bagi setiap umat Katolik untuk mengakui otoritas Paus?
  3. Seperti yang telah dibahas di bahan, tujuan dari ekskomunikasi ini adalah untuk pengobatan. Kita tahu kebanyakan obat itu rasanya tidak enak tetapi membawa kesembuhan bagi kita. Sharingkan pengalamanmu melewati hal/situasi yang tidak enak tetapi pada akhirnya membawa suka cita atau kebaikan untukmu.

Referensi