Sesi 41 - Week of 4 Sep 2022

LGBTQ


Sharing Pembuka

Do you know anyone who identifies as LGBTQ? What is your opinion on them? Please share your experience with them.

Intro

Di zaman modern sekarang ini, kita pasti pernah mengetahui seseorang yang mengidentifikasi dirinya sebagai LGBTQ, mungkin dari media sosial, dari berita global, di antara teman dan keluarga kita, atau bahkan diri kita sendiri. Dalam sesi hari ini, marilah kita bersama-sama membahas apa sih sebenarnya LGBTQ itu. Sebagai seorang Katolik, apa pandangan kita terhadap mereka? Apakah yang harus kita lakukan kepada mereka?

What is LGBTQ

LGBT adalah inisialisasi yang merupakan singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Digunakan sejak 1990-an, initial ini, serta beberapa varian umum, berfungsi sebagai istilah umum untuk seksualitas dan identitas gender.

Istilah LGBT merupakan adaptasi dari inisialisme LGB, yang mulai menggantikan istilah gay yang merujuk pada komunitas LGBT yang lebih luas mulai pertengahan hingga akhir 1980-an. Ketika tidak termasuk orang transgender, istilah yang lebih pendek LGB masih digunakan daripada LGBT.

Isitlah ini merujuk pada siapa saja yang non-heteroseksual atau non-cisgender, bukan secara eksklusif kepada orang-orang yang lesbian, gay, biseksual, atau transgender. Untuk mengenali inklusi ini, varian populer, LGBTQ, menambahkan huruf Q untuk mereka yang mengidentifikasi diri sebagai queer atau mempertanyakan identitas seksual atau gender mereka.

Ada masih banyak lagi tipe-tipe identitas seksual atau jenis kelamin diluar sana. Marilah kita fokus ke homoseksualitas.

Pandangan Gereja Katolik tentang Homoseksual

Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2357 mendefinisikan homoseksualitas sebagai hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa dirinya tertarik dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang yang sama jenis kelaminnya. Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Kitab Suci yang melukiskannya sebagai penyelewengan besar, tradisi Gereja selalu menjelaskan bahwa “perbuatan homoseksual itu tidak baik” . Perbuatan itu melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi sewaktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun alasannya perbuatan ini tidak dapat dibenarkan.

Gereja menyadari bahwa tidak sedikit pria dan wanita mempunyai kecenderungan homoseksual yang sebenarnya tidak mereka pilih sendiri. Gereja mengajarkan bahwa mereka harus dilayani dengan hormat, dengan kasih dan bijaksana. Mereka harus diarahkan agar dapat memenuhi kehendak Allah dalam kehidupannya, dengan hidup murni, melalui kebajikan dan pengendalian diri dan mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa dan sakramen, menuju kesempurnaan sebagai orang Kristiani (KGK 2358-2359).

Bagaimana Sikap Gereja Katolik Terhadap Homoseksualitas?

1. Gereja Katolik tidak menolak para gay dan lesbian, namun tidak membenarkan perbuatan mereka.

Praktik homoseksual perlu kita tolak karena merupakan dosa berat yang melanggar kemurnian. Gereja tetap memegang bahwa kecenderungan homoseksual adalah menyimpang. (bdk. Congregation for the Doctrine of Faith yang dikeluarkan tgl 3 Juni 2003 mengenai, Considerations regarding Proposals to give legal recognition to unions between Homosexual Persons, 4). Kitab Suci juga mengecam perbuatan homoseksual (lih. Rm 1:24-27, 1Kor 6:10; 1Tim 1:10), karena secara mendasar perbuatan itu menyimpang. Ajaran Kitab Suci ini tentu tidak memperbolehkan kita untuk menyimpulkan bahwa mereka yang mengalami kecenderungan homoseksual ini bertanggungjawab untuk keadaan yang khusus ini, tetapi ajaran ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan homoseksual secara mendasar adalah menyimpang.

Namun demikian, menurut ajaran Gereja, mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual harus diterima dengan hormat, dengan belas kasih dan dengan sensitivitas. Setiap tanda diskriminasi yang tidak adil yang dikarenakan oleh kecenderungan tersebut harus dihindari. “Mereka harus dilayani dengan hormat, dengan kasih sayang dan dengan bijaksana. Orang jangan memojokkan mereka dengan salah satu cara yang tidak adil.” (KGK 2358). Mereka, seperti halnya semua umat beriman, dipanggil untuk hidup murni, namun kecenderungan homoseksual tetaplah menyimpang (KGK 2358) dan perbuatan homoseksual adalah dosa melawan kemurnian (KGK 2396). Dengan demikian, tidak ada dasar untuk mempertimbangkan persatuan homoseksual sebagai sesuatu yang mirip ataupun bahkan sedikit menyerupai gambaran rencana Tuhan untuk perkawinan dan keluarga.

2. Menolak perbuatan homoseksual, namun menolak diskriminasi terhadap kaum homoseksual.

Sikap yang diajarkan Gereja adalah: menolak untuk menyetujui perbuatan-perbuatan homoseksual, namun juga menolak diskriminasi yang tidak adil terhadap mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual. Gereja mengajarkan bahwa menghormati orang-orang yang homoseksual bukan berarti menyetujui tindakan homoseksual atau mengakui persatuan homoseksual (homosexual union) secara hukum.

3. Tidak menyetujui pengakuan legal/hukum terhadap ‘Perkawinan’ Homoseksual (homosexual union).

Dalam gereja Katolik, perkawinan yang diperbolehkan adalah antara seorang pria dan seorang wanita, yang dengan saling memberikan diri yang sepantasnya dan eksklusif hanya antara mereka berdua, mengarah kepada persekutuan pribadi mereka. Dengan cara ini, mereka saling menyempurnakan dalam rangka bekerjasama dengan Tuhan di dalam penciptaan dan pengasuhan (upbringing) kehidupan-kehidupan manusia yang baru.

Kesejahteraan umum mensyaratkan bahwa hukum mengenali, mendukung dan melindungi perkawinan sebagai dasar keluarga, unit terkecil dalam masyarakat. Pengakuan secara hukum akan persatuan homoseksual dapat diartikan sebagai sebuah pengakuan akan tindakan/pola tingkah laku yang menyimpang tersebut. Pengakuan atas persatuan homoseksual juga menghalangi nilai-nilai dasar yang menjadi warisan bersama umat manusia. Gereja tidak boleh gagal dalam mempertahankan nilai-nilai dasar ini, demi kebaikan para pria dan wanita dan demi kebaikan masyarakat itu sendiri.

Memandang Ketertarikan Antara Sesama Jenis Dengan Mata Kristus

“Tell me: When God looks at a gay person, does he endorse the existence of this person with love, or reject and condemn this person?’ We must always consider the person.” – Pope Francis

Banyak dari kita di jaman sekarang ini yang secara langsung atau tidak langsung mengenal orang atau individu yang memiliki SSA (same sex attraction). Tidak lah jarang mereka ini mengalami diskriminasi, atau dihakimi oleh masyarakat sekitarnya. Bagi kita umat Katolik, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri : Bagaimanakah kita seharusnya bersikap terhadap mereka yang memiliki SSA? Bagaimana kita bisa mensupport dan mencintai mereka seperti Kristus mencintai mereka?

Iman Kristiani sungguhlah indah dan membebaskan. Ajarannya tentang pribadi manusia dan seksualitasnya tidaklah dimaksudkan untuk membatasi atau menghukum kita, tetapi justru untuk memberikan kita kehidupan. Hal pertama yang harus kita ingat tentang seseorang dengan SSA adalah kalau mereka juga merupakan gambaran Allah; setiap pribadi itu unik dan berharga; dicintai secara utuh oleh Allah.

Lewat baptisan, kita menjadi anak-anak Allah dan merupakan pewaris kehidupan kekal. Kita tidak bisa membatasi hal tersebut hanya dari orientasi seksualitas seseorang saja, karena itu bukanlah identitas utama mereka.

To see persons with SSA with the eyes of Christ is to see them first of all as someone loved by God, redeemed by the blood of Christ, our fellow child of God.

Kristus mencintai orang dengan SSA sama seperti ia mencintai kita semua. Oleh karena itu, kita tidaklah boleh memisahkan diri atau membuat tembok halangan dengan mereka yang memiliki SSA. Seseorang tidaklah berdosa karena ia memiliki atau mengalami SSA. It is neither a sin nor a curse from God to have SSA. Tetapi terkadang hal tersebut bisa menjadi sebuah tantangan hidup yang berat dan mereka butuh support dan doa-doa kita.

Kebebasan Mencintai di Dalam Kristus

Apakah seseorang dengan SSA artinya memiliki keterbatasan dalam mencintai orang lain? Tentu saja tidak! Seksualitas tidaklah satu-satunya cara mengungkapkan rasa cinta kasih. Seperti misalnya cinta dalam pertemanan, yang tidak berdasarkan romantisme atau pun erotik. Ini sering kali dianggap sebagai cinta yang levelnya lebih rendah, padahal pertemanan bisa menjadi sumber cinta kasih yang baik sekali.

Kita semua dipanggil untuk mencintai dan kebajikan kemurnian tidaklah bisa kita acuhkan begitu saja kalau kita mau mengikuti panggilan Kristus. Semua dari kita, baik dengan SSA atau pun tidak, dipanggil kepada kemurnian. Untuk orang yang belum menikah, kemurnian artinya pantang atas segala relasi seksualitas. Pantang bukanlah sesuatu yang negatif; ekspresi fisik dari seksualitas hanyalah untuk di dunia ini saja dan pantang atas relasi seksual dapat membuka hubungan kita dengan Tuhan secara lebih intim.

The virtue of chastity helps to perfect us as we pursue the path of love, whatever the circumstances.

Siapakah yang kita lihat ketika kita memandang seseorang dengan SSA? Kita melihat saudara-saudari kita dalam Kristus, yang juga terpanggil untuk menjadi kudus, seperti diri kita sendiri. Mereka butuh cinta kasih kita, pertemanan kita, doa-doa kita dan keterbukaan kita, terutama bagi mereka yang sering dikucilkan, dianggap aneh dan dihakimi. Mereka adalah sesama kita yang berjalan berbarengan dengan kita untuk mencapai kekudusan.

Apa yang dapat kita lakukan jika kita memiliki SSA ?

Apa yang dapat kita lakukan jika kita memiliki SSA? Karena hasrat kita tidak bisa dipenuhi secara moral. Maka kita harus dapat menahan godaan untuk melakukan dosa tersebut. Tentu saja hal ini tidaklah mudah, tapi ingat bersama Tuhan semua itu dapat kita lakukan.

Di dalam KGK 2359 tertulis: Manusia homoseksual dipanggil untuk hidup murni. Melalui kebajikan pengendalian diri, yang mendidik menuju kemerdekaan batin, mereka dapat dan harus – mungkin juga dengan bantuan persahabatan tanpa pamrih – mendekatkan diri melalui doa dan rahmat sakramental setapak demi setapak, tetapi pasti, menuju kesempurnaan Kristen.

Gereja memanggil kita semua untuk mencintai orang-orang yang memiliki SSA. Mencintai mereka artinya kita menginginkan hal yang terbaik untuk mereka, yaitu keselamatan kekal. Oleh karena itu, kita harus dengan hormat, penuh cinta dan lembut hati menasehati mereka tentang perlakuan amoral yang dapat terjadi karena “disordered desire” tersebut. Kita harus siap sedia membantu mereka dalam perjalanan tersebut.

Juga kita dapat mencari komunitas yang dapat membantu kita dalam perjuangan tersebut. Salah satunya adalah lewat couragerc.org. Member dari courage adalah pria dan wanita yang memiliki SSA dan sudah membuat komitmen untuk menjalani hidup mereka secara murni. Mereka dapat membantu kita lewat pastoral support seperti bimbingan spiritual, doa bersama, fellowship, dsb.

Kesimpulan

Gereja Katolik tidak menolak para gay dan lesbian, namun tidak membenarkan perbuatan mereka; melainkan mengarahkan mereka untuk hidup sesuai dengan perintah Tuhan untuk menerapkan kemurnian (chastity). Maka di sini perlu dibedakan akan perbuatan homoseksual dan orangnya. Praktek homoseksual perlu kita tolak karena merupakan dosa berat yang melanggar kemurnian, namun manusianya tetap harus dihormati dan dikasihi. Kita dipanggil untuk mengasihi mereka, untuk membantu mereka to rise above their sexual / gender identity and to remember that God’s love and calling is above all else.

Pertanyaan Sharing

  1. Apakah kamu memiliki teman yang memiliki SSA? Sharingkan bagaimana relasimu dengan teman tersebut.
  2. Pernahkah kamu mengalami sebuah tantangan atau kesulitan dalam berelasi dengan individu atau kelompok orang SSA? Sharingkan.
  3. Jikalau kamu diundang ke pernikahan (civil) teman yang antar sesama jenis di negara yang memperbolehkan hal tersebut. Apa yang kamu lakukan? Berikan pendapatmu.

Reference