Sesi 6 - Week of 17th Sep 2017

Carrying the Cross with Simon of Cyrene


Intro

Di sesi kali ini kita akan belajar dari perjalanan memikul salib dengan Simon dari Kirene.

Markus 15:21  Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.

 

“Memikul salib” adalah konsep yang familiar bagi orang kristiani. Kita cenderung menghubungkan gagasan ini dengan penyakit fisik atau tantangan, penyakit kejiwaan, tekanan emosional, ataupun sejumlah kejadian yang tak diinginkan terjadi dalam kehidupan kita. Namun, Yesus berkata kepada kita di dalam ketiga Injil Sinoptik nya bahwa memikul salib adalah panggilan yang murni bagi pengikut Nya. Harga dari pengikut yang sejati. Bagaimana kita menangani salib kita, maka, membuat semua perbedaan bagi kita dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain.

 

Tentu saja, orang yang terbaik untuk bagaimana memikul salib kita adalah Jesus sendiri. Tapi, dengan kelemahan kita sebagai manusia, maka kita bisa juga belajar dari orang yang juga memanggul salib Yesus sesungguhnya, yaitu Simon dari Kirene.

 

Cyrene and Cyrenians

Kirene terletak di benua Afrika, sekarang disebut dengan Libya. Sekitar 900 miles dari Kirene ke Jerusalem, perjalanan yang perlu waktu beberapa minggu pada jaman itu. Simon kemungkinan adalah seorang Yahudi yang datang ke Jerusalam untuk ibadah Paskah. Bahwa ada seorang dari Kirene datang ke Jerusalem tidak mengejutkan, karena di dalam 1 Makabe 15:23, ada komunitas Yahudi di Kirene paling tidak sudah ada sejak 300 tahun sebelum peristiwa ibadah Paskah. Kirene merupakan pusat evangelisasi yang aktif di awal mula masa Kristiani.

 

Simon of Cyrene in the Gospels

Simon dari Kirene disebut 3 kali di dalam Injil, di dalam:

  • Kitab Matius (Mat 27:32 – Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus),
  • Markus (Mrk 15:21 – Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.)
  • dan Lukas (Luk 23:26 – Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus.)

Semuanya berhubungan dengan peristiwa di Kalvari. Kita tahu bahwa pada awalnya Yesus memanggul sendiri salibNya, namun karena para prajurit takut Yesus tidak dapat sanggup sampai ke tempat eksekusi tanpa dibantu karena Dia sudah didera, mencari bantuan di kerumunan orang banyak.

 

The Impact of Jesus on Simon

Simon mungkin tidak pernah mendengar tentang Yesus sebelum kedatangannya ke Yerusalem. Bagi seorang yang baru datang ke Yerusalem, kemungkinannya tipis untuk bisa menyaksikan hari penghakiman Yesus atau ikut dalam kerumunan orang banyak yang melihat peristiwa tersebut. Namun, setelah perjalanannya yang panjang dari Kirene, dia dipaksa untuk membantu Yesus dari Nazareth, seorang yang diadili.

 

Tidak sulit untuk membayangkan bagaimana reaksi Simon pada awalnya untuk dipaksa dalam pelayanan ini:

  • Terkejut bahwa dia dipilih
  • Kesal karena kejadian yang tidak dalam rencananya
  • Keenganan untuk berhubungan dengan pria yang merupakan penjahat di mata penjajah romawi dan pemimpin agama Yahudi
  • Malu karena menjadi fokus perhatian dalam memanggul benda yang akan dimaksudkan untuk penyiksaan nara pidana

 

Meskipun kita tidak pernah mendengar kisahnya lagi setelah peristiwa ini, kita bisa mempertimbangkan apa yang mungkin telah dibuat oleh Yesus kepada Simon sehubungan dengan keterlibatan langsungNya dengan dia, dan juga keterkaitan dengan berita selanjutnya mengenai Yesus:

Apakah dia menyaksikan penyaliban Yesus atau dia harus segera pergi dari sana? Apa yang bakal dikatakan oleh teman-teman seperjalanan Simon (jika ada) dan orang-orang banyak setelah kejadian itu? Apakah dia masih ada dikota pada hari Minggu? Jika demikian, apakah dia mendengar tentang kebangkitanNya saat dia ada di Yerusalem? Mungkinkah dia adalah salah satu dari orang-orang Kirene yang mendengar Petrus pada hari Pentakosta? Dengan asumsi dia tidak tinggal cukup lama di Yerusalem untuk berada di antara orang banyak untuk mendengar apa yang dikatakan Petrus, apa yang akan diceritakan oleh Simon kepada teman-teman dan kenalan mereka mengenai peristiwa tersebut ketika mereka kembali ke Kirene? Lalu, apa reaksinya terhadap semua kejadian luar biasa ini sehubungan dengan keterlibatan yang intim dalam perjalanan mereka menuju ke Golgota? Apa dia ingin menceritakan tentang kisah yang dialaminya, atau apakah dia diam saja? Apakah sikapnya untuk berbagi tentang pengalamannya berubah seiring dengan waktu?

 

Pertanyaan:

  1. Apakah reaksi kalian jika kalian berada dalam posisi Simon pada saat itu? Pada saat ketika kalian diminta untuk menanggung salib Yesus dan membawanya ke puncak gunung Kalvari? Apakah kalian akan merasa terkejut, kesal, enggan, malu atau perasaan lain? Sharingkan!

 

Drawing Lessons from Simon’s Experience

Mari kita renungkan bagaimana reaksi awal dari Simon yang mungkin terjadi, apa yang dijelaskan sebelumnya, bisa jadi adalah reaksi dari kita juga jika kita di dalam posisi Simon, saat sebuah salib yang tak terduga muncul dan harus kita tanggung:

  • Terkejut – kenapa ini bisa terjadi padaku?
  • Kesal – Karena ini membuat rencana-rencana yang sudah dibuat jadi berantakan, impian-impian kita atau bahkan hidup kita
  • Enggan – Saya belum siap untuk ini, saya tidak bisa menanggungnya
  • Malu – Saya tidak bisa membiarkan orang lain melihat saya seperti ini

 

Pengalaman Simon dan kita mungkin tampak sangat berbeda namun reaksi kita seringkali sama. Hal ini membawa kita pada sebuah refleksi tentang bagaimana kita menangani dalam menanggung salib kita tak terelakkan. Salib yang harus ditanggung oleh Simon itu tidak diduga; Salib juga sering datang kepada kita dengan tidak terduga. Dia tidak bisa menolak salib tersebut, dan sepatutnya, kita juga tidak bisa menolaknya. Meskipun kita tidak akan pernah tahu pasti jawaban atas pertanyaan yang kita pikirkan tentang Simon setelah perjumpaannya dengan Yesus, kita dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut untuk menguji diri kita sendiri:

  • Apakah kita bisa melihat dibalik Salib (tidak seperti Simon pada saat itu, dia sedang membantu Yesus) bahwa jika tidak ada Salib, maka tidak ada kebangkitan? Meskipun betapa beratnya salib ini, apakah kita bisa terus melihat melampaui rasa sakit, berusaha tetap fokus pada hasil akhir yang timbul sebagai akibat dari kita terus bertahan sampai akhir?
  • Apakah orang-orang terdekat kita terutama keluarga dan teman-teman, mendukung dan membantu perjuangan kita, atau apakah mereka malah menghambat pertumbuhan rohani kita? Bagaimanapun itu, apakah kita bisa menjadi contoh dari kesabaran dan ketekunan kita dimasa itu?
  • Apakah kita memohon kepada Roh Kudus, sabar menunggu bantuanNya didalam pencobaan kita, dan kemudian membiarkannya dia bekerja didalam kita untuk menyempurnakan kita? Mengetahui kesulitan yang akan datang, apakah kita berdoa secara teratur untuk mendapatkan rahmat untuk dapat menerima dan menanggung tantangan-tantangan semacam itu dengan semangat seperti Santo Paulus: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.”(Kol 1:24.)
  • Apakah kita dengan bersemangat menceritakan tentang berkat yang kita terima karena telah menjalani pencobaan, atau apakah kita segera mengesampingkan keseluruhan pengalaman dibelakang kita? Kedepannya, apakah kita, seperti yang mungkin telah Simon lakukan, membiarkan pengalaman itu mengubah kita, dan membiarkan kita tumbuh lebih dekat kepada Kristus, membagikan kesaksian kita kepada keluarga, teman dan orang-orang yang kita jumpai?

 

Seperti yang disinggung diatas, tidak seperti Simon – yang mungkin pengetahuannya tentang Yesus hanya pada saat ia bertemu dalam perjalanan Yesus menuju kematiannya – kita tidak memiliki alasan untuk tidak mengenal Yesus. Apapun reaksi awal kita terhadap kemunduran yang signifikan, atau kejadian tragis yang kita alami, kita dapat yakin bahwa kita punya Tuhan untuk kembali kepadaNya – dan Yesus memberikan janjiNya. Salib akan datang kehadapan kita – apakah kita merasa terpaksa, menerimanya secara pasif, atau disambut secara aktif – namun, untuk bisa mencapai tujuan surgawi kita, anugerah Tuhan dibutuhkan untuk membantu kita. Anugerah ini tidak dipaksakan pada kita; kita harus terbuka untuk menerima itu. Apakah kita siap dan mau menerima penderitaan kita, selama masa perjalanan kita di dunia ini, sampai pada saat kematian datang yang akan kita semua alami?

 

Following Christ, Moving Forward

Secara intelektual, cukup mudah untuk menyetujui apa yang telah dikatakan sampai saat ini mengenai apa yang seharusnya menjadi posisi kita pada saat mengalami pencobaan. Jika kita tidak sedang mengalami masalah yang sangat parah saat ini, mungkin kita hanya akan mengatakan bahwa kita akan ‘berserah’ saat kita baru mengalami tantangan yang lebih berat. Tetapi pada saat ketika kita benar-benar harus bergumul dengan perjuangan fisik, spiritual, psikologis, atau emosional tertentu, dengan senang menyatukan penderitaan kita dengan Kristus belum tentu adalah jalan yang mudah atau yang kita inginkan untuk kita ikuti. Kemungkinan besar, kita berharap (dan berdoa) agar bebannya dapat dihapus. Dan tidak ada salahnya untuk meminta pertolongan Tuhan. Jika Tuhan dapat meringankan rasa sakit kita, kita harus dengan cepat mengakuinya, dan bersyukur kepadanya atas penyembuhan yang diberikanNya. Dan jika Tuhan tidak menghilangkan luka itu, dia mungkin menggunakannya untuk membantu kita untuk terus bertumbuh dalam iman atau harapan atau kasih (atau mungkin dia menginginkan kita untuk tumbuh dalam ketiganya). Ini mungkin adalah caraNya untuk meruntuhkan penghalang kita untuk benar-benar kita bisa berserah dan menyerah pada kehendakNya dalam hidup kita.

 

Dalam kasus Simon, Yesus menggunakan jalan salibnya sendiri untuk menarik Simon kepada diriNya sendiri, sebuah perjumpaan yang tidak mungkin dilakukan Simon dengan sendirinya, dan mungkin bertemu dengan Kristiani yang tidak akan pernah dia hadapi. Simon mungkin tidak akan pernah memperhatikan pesan Injil jika dia tidak pernah bertemu dengan Yesus.

 

Walaupun dengan peran yang kecil, sesungguhnya Simon telah ikut serta dalam misi Yesus, yaitu Penebusan umat manusia (lihat Yoh12:27 dan Kis 2:23) melalui penderitaanNya dan kematianNya. Sesulit apapun dengan bagaimana kita menghadapi tantangan kita sendiri, kita juga dipanggil untuk membebaskan orang lain dalam kesulitan mereka – yang mungkin akan menjadi perjumpaan nyata dan penting pertama mereka dengan pesan Injil. Dengan memberikan contoh, dengan kesaksian kita, seringkali merupakan alat terbaik kita untuk evangelisasi.

Yoh 12:27 ‘Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.

Kis 2:23 ‘Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.

 

Yesus menarik Simon, lalu memimpin perjalanan. Ini adalah jalan yang sama yang diberikan kepada orang-orang dari segala zaman sejak Kristus dan, sama saja, itu adalah jalan yang diberikan kepada kita hari ini. Dengan penderitaanNya dan penderitaan kita, Yesus menarik kita kepadaNya, memanggil kita untuk mengikuti perjalanan salibNya sampai mati. Tapi itu tidak berakhir disana. Yesus menaklukan kematian. “Adapun karya penebusan umat manusia dan pemuliaan Allah yang, sempurna itu telah diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Perjanjian Lama. Karya itu diselesaikan oleh Kristus Tuhan, terutama dengan misteri Paska: sengsara – Nya yang suci, kebangkitan – Nya dari alam maut, dan kenaikan – Nya dalam kemuliaan. Dengan misteri itu Kristus ‘menghancurkan maut kita dengan wafat-Nya, dan membangun kembali hidup kita dengan kebangkitan-Nya.’ Sebab dari lambung Kristus yang beradu di salib muncullah Sakramen seluruh Gereja yang mengagumkan. Karena itu dalam liturgi, Gereja merayakan terutama misteri Paska, yang olehnya Kristus menyelesaikan karya keselamatan kita.” (KGK #1067). Dengan setia mengikuti Kristus, kita memiliki janji kebangkitan didalam Dia. Kita membawa salib – sinar kehidupan di dunia kita secara horizontal – dan Yesus membangkitkan kita secara vertical menuju kehidupan kekal. Kita dipanggil untuk memeluk salib dengan sukacita, ketika diajak untuk membawanya, mengakui nilai penebusan yang berasal dari Nya, saat kita berjalan ke Kalvari bersama Yesus. Upah yang kita dapat itu abadi.

 

Pertanyaan:

  1. Apakah dalam perjalanan salibmu sendiri ada orang-orang terdekat yang membantu kalian? Sharingkan pengalaman kalian dimana ada orang lain membantu dalam perjalanan salib kalian!
  2. Pernahkan kalian membantu orang lain dengan terpaksa, tetapi pada akhirnya menghasilkan buah yang positif? Dan bagaimana perasaan kalian selama membantu orang lain and persaan kalian sesudahnya. Sharingkan!
  3. Sharingkan pengorbanan-perngorbanan kecil kalian dalam membantu orang lain, namun memberi dampak yang besar bagi orang tersebut / orang lain!

 

References:

http://www.hprweb.com/2014/04/carrying-the-cross-with-simon-of-cyrene/

(Carrying the Cross with Simon of Cyrene – APRIL 13, 2014 BY RICHARD J. GREBENC)