2014 Sesi 42 Week of 24th Nov 2014 Kebahagiaan Surgawi


 [2014] Sesi 42 – Week of 24 Nov 2014

Kebahagiaan Surgawi
 
Intro
 
Manusia selalu mencari jalan untuk menjadi bahagia. Tetapi manusia tidak akan bisa mencapai kebahagiaan yang sempurna di dunia ini. Bahkan orang-orang sukses, dengan kekayaan materi mereka, ketenaran dan kekuasaan, tidak bisa menemukan kebahagiaan. Banyak CEO dan jutawan yang bunuh diri karena stress dan selebriti yang perlu rehabilitasi. Miskin atau kaya, sakit atau sehat, berbudi luhur atau jahat, keberhasilan atau kegagalan, orang akan selalu menderita efek dari dosa asal. Tapi untuk orang-orang yang berkehendak baik, ada satu hal yang bisa menghibur pikiran: ide Surga. Kebahagiaan sejati dan sempurna hanya bisa dicapai dari kebahagiaan Surgawi. Santo Thomas Aquinas menulis: " In the present life, perfect happiness cannot be," dan "To God alone may perfect beatitude be attributed, by virtue of His nature" Di sesi ini kita akan belajar sedikit tentang kebahagiaan surgawi.
 
Pertanyaan Sharing #1
Menurut pendapatmu apakah Surga itu?
 
Main Discussion
 
1. Surga
 
Kita akan mencoba untuk memahami arti “Surga" secara biblikal, untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang arti kata itu.
 
Dalam Alkitab, surga pertama-tama dikatakan sebagai cakrawala biru, atau wilayah awan yang melintas di sepanjang langit. Kejadian 1:20 menyebutkan tentang burung "bertebangan melintasi cakrawala." Di bagian lain, Surga juga dijelaskan sebagai tempat tinggalnya Allah, yang dengan demikian berbeda dengan tempat tinggal manusia (“Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya kepada anak-anak manusia.” (Mazmur 115:16) dan “Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku;” (2 Raja-Raja 66:1)). Namun, Alkitab juga menjelaskan bahwa Tuhan tidak mengidentifikasikan diriNya dengan surga, ataupun Ia termuat di dalamnya (“Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini.”(1 Raja-Raja 8:27)). 
 
Surga juga digambarkan sebagai tempat dimana, karena kasih Karunia Tuhan, orang kudus juga bisa diangkat masuk, seperti yang kita lihat dari cerita nabi Perjanjian Lama Elia dan Henokh (“Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.” (1 Raja-Raja 2:11) dan “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (Kejadian 5:24)). Dengan demikian, Surga menjadi suatu gambaran akan hidup dalam Tuhan. 
 
Perjanjian Baru mempertegas gagasan akan Surga dalam hubungannya dengan misteri Kristus. Untuk menunjukkan bahwa kurban Sang Penebus memiliki nilai yang sempurna dan definitif, Surat kepada orang Ibrani mengatakan bahwa Yesus "melintasi semua langit" (Ibr 4:14), dan “bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.” (Ibr 9:24). Karena orang yang percaya pada Yesus dicintai dengan cara yang khusus oleh Bapa, mereka dibangkitkan bersama dengan Kristus dan dijadikan warga negara Surga. Mari kita dengarkan apa yang Rasul Paulus katakan tentang hal ini dalam sebuah teks yang sangat kuat: “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita–oleh kasih karunia kamu diselamatkan–dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus.” (Efesus 2:4-7).
Santo Paulus menekankan pertemuan kita dengan Kristus di surga pada akhir zaman dengan gambaran jelas: “Sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini.” (1 Tesalonika 4:17-18).
 
Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Surga sebenarnya bukan hanya suatu abstraksi atau tempat khusus di langit. Akan tetapi, Surga adalah kepenuhan persekutuan dengan Allah (“Heaven is neither an abstraction not a physical place in the clouds, but a living, personal relationship with the Holy Trinity. It is our meeting with the Father which takes place in the risen Christ through the communion of the Holy Spirit."). Bila dunia ini telah berlalu, mereka yang telah menyambut Tuhan ke dalam kehidupan mereka dan telah dengan tulus membuka diri untuk cinta-Nya, setidaknya pada saat kematian, akan menikmati kepenuhan persekutuan dengan Allah yang merupakan tujuan dari kehidupan manusia.
 
Katekismus Gereja Katolik meringkas ajaran Gereja pada kebenaran ini:
 
1024. Kehidupan yang sempurna bersama Tritunggal Mahakudus ini, persekutuan kehidupan dan cinta bersama Allah, bersama Perawan Maria, bersama para malaikat dan orang kudus, dinamakan "surga". Surga adalah tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif.
 
1026. Oleh kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus Kristus telah "membuka" surga bagi kita. Kehidupan orang bahagia berarti memiliki secara penuh buah penebusan oleh Kristus. Ia mengundang mereka, yang selalu percaya kepada-Nya dan tetap setia kepada kehendak-Nya, mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi-Nya. Surga adalah persekutuan bahagia dari semua mereka yang bergabung sepenuhnya dengan Dia.
 
Pertanyaan Sharing #2
Sharingkan hal apa yang paling sulit bagi kamu untuk merasakan kebersatuaan dengan Allah. 
 
2. Beatific Vision (Pandangan yang Membahagiakan)
 
CCC juga menyebutkan bahwa orang kudus akan mengalami kebahagiaan surgawi menatap wajah Tuhan. 
 
1028. Oleh karena Allah itu Maha agung, maka Ia hanya dapat dilihat, dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, apabila Ia sendiri membiarkan manusia melihat misteri-Nya secara langsung dan menyanggupkannya untuk itu. Memandang Allah dalam kemuliaan surgawi-Nya secara demikian dinamakan Gereja "pandangan yang membahagiakan" (“Beatific Vision”)
 
Kita mau mencoba memahami arti kata “Beatific Vision”, yang merupakan bagian penting dari kebahagiaan Surgawi. Di bukunya “Happiness of Heaven”, Pastor J. Boudreau S.J. menjelaskan bahwa ada tiga unsur dalam Beatific Vision. Meskipun berbeda satu sama lain, mereka tidak dapat dipisahkan, dan jika salah satu tidak ada, Beatific Vision tidak ada lagi. Unsur pertama adalah melihat Allah; yang kedua adalah mencintai Allah; dan yang ketiga adalah menikmati Allah. 
 
Unsur pertama, melihat Allah, adalah akar atau sumber dari tindakan lain yang membuat Beatific Vision lengkap. Ini berarti bahwa akal kita, yang merupakan fakultas yang paling mulia dari jiwa kita, "tiba-tiba terangkat oleh Terang Kemuliaan, dan memungkinkan untuk melihat Tuhan sebagai Allah, berdasarkan persepsi yang jelas dan jernih dari esensi keAllahan-Nya. Itu adalah suatu visi di mana jiwa melihat Tuhan, bertatap muka; memang tidak dengan mata jasmani, tetapi dengan kecerdasan. Karena Allah adalah roh, dan tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. "
 
Unsur kedua adalah mengasihi Allah. Dengan mengenal Allah saja tidaklah cukup tetapi jiwa kita juga harus mengasihi Allah. Setelah melihat dan mengenal Allah dalam keindahan keAllahan-Nya dan kebaikan-Nya, secara spontan kita ingin mengasihi Dia dengan segenap kekuatan dalam diri kita. 
 
Unsur ketiga dari Beatific Vision adalah tindakan menikmati Allah. Tindakan ini hasil spontan dari unsur pertama melihat Allah dan unsur kedua mengasihi Allah. Sukacita ini juga mencakup kepemilikan Allah karena tanpa memiliki Allah, Beatific Vision tidak akan lengkap. Untuk membuat hal ini jelas, Pastor Boudreau menggunakan ilustrasi berikut: Seorang pengemis, misalnya, menatap pada sebuah istana megah, penuh dengan kekayaan yang tak terhitung, dan semua barang yang bisa memuaskan indera. Apakah hanya dengan melihat itu membuatnya bahagia? Tentu tidak, karena itu semua tidak pernah bisa menjadi miliknya. Dia mungkin mengagumi arsitektur besar dan ukiran indah nya, dan dengan demikian menerima beberapa kesenangan sepele. Tetapi karena ia tidak pernah bisa menyebut bahwa istana atau kekayaan itu miliknya sendiri, hanya melihat istana itu, dan bahkan mencintai keindahan nya, tidak pernah bisa membuat dia bahagia. Dalam hal ini, kepemilikan istana adalah penting. 
 
Dalam meringkas ide Beatific Vision, Pastor Boudreau menceritakan cerita indah yang menggambarkan dengan jelas semua tiga unsur dari Beatific Vision: "Seorang raja yang baik hati, sambil berburu di hutan, menemukan anak yatim dan buta. Sang raja membawa dia ke istana, mengadopsi dia sebagai anak nya, dan memerintahkan dia untuk dirawat dan dididik dalam segala hal yang orang buta bisa belajar. Anak itu sungguh bersyukur, dan melakukan semua apa yang dia bisa untuk menyenangkan raja. Ketika ia telah mencapai umur dua puluh, seorang ahli bedah melakukan operasi pada matanya dan penglihatan dia dipulihkan. Kemudian raja, dikelilingi oleh para bangsawan dan di tengah semua kemegahan dan keindahan istananya, menyatakan bahwa dia salah seorang putranya, dan memerintahkan semua orang untuk menghormati dan mencintainya seperti anak raja. Dan dengan demikian anak yatim itu yang mula-mula tidak mempunyai seorang teman pun menjadi seorang pangeran, dan karena itu, mendapat bagian dari martabat kerajaan, kebahagiaan dan kemuliaan di istana raja." 
 
Dalam cerita, melihat sang raja yang baik dengan segala kemuliaan dan kebesaran nya merupakan unsur pertama. Cinta yang kuat dari anak ke raja merupakan unsur kedua. Dan kenikmatan martabat kerajaan dan semua kebahagiaan di istana raja merupakan unsur ketiga. Raja, tentu saja, adalah Allah sendiri, dan anak yatim adalah kita, anak yang hilang di padang gurun dunia ini.
 
Antisipasi kebahagiaan surgawi
 
Kebahagiaan surgawi ini dapat kita antisipasi saat ini dengan beberapa cara dalam kehidupan sakramental, yang pusatnya adalah Ekaristi, dan dalam penyerahan diri melalui kasih persaudaraan. Jika kita bisa menikmati dengan baik hal-hal yang baik yang dicurahkan Tuhan atas diri kita setiap hari, kita akan sudah mulai mengalami sukacita dan damai itu yang suatu saat akan benar-benar kita miliki. Kita tahu bahwa selama kita di dunia ini, kita dipanggil untuk mencari “perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.” (Kolose 3:1).
 
Pertanyaan Sharing #3
Hal-hal apa yang sudah atau ingin kamu lakukan untuk mengantisipasi kebahagiaan Surgawi?
 
 
 
Referensi: 
 
Heaven, Hell, Purgatory. Pope John Paul II. http://www.ewtn.com/library/papaldoc/jp2heavn.htm