2013 Sesi 9 Week of 25 Nov 2013 Cinta dan Tanggung Jawab


[2013] Sesi 9 – Week of 25 Nov 2013

Cinta dan Tanggung Jawab
 
Intro
 
Hari ini kita ingin belajar dari Paus Yohanes Paulus II melalui bukunya “Love and Responsibility” tentang arti persahabatan, daya tarik seksual, cinta dan tanggung jawab. Semoga bahasan hari ini membuat kita semakin mengerti cara memperkuat hubungan dengan orang-orang yang kita cintai dan menginspirasi kita untuk menjalani hubungan itu dengan kasih Kristus yang sejati.
 
Main Discussion
 
1. Persahabatan
 
Menurut Aristoteles, ada 3 tipe persahabatan: friendship of utility (persahabatan yang berdasarkan kegunaan), pleasant friendship (persahabatan untuk bersenang-senang), dan virtuous friendship (persahabatan sejati). 
Persahabatan tipe pertama, friendship of utility, dikarenakan dari kegunaan atau keuntungan yang bisa didapat dari hubungan persahabatan itu. Persahabatan itu dibentuk tanpa mempedulikan orang lain tetapi lebih karena keuntungan yang bisa didapatkan dari orang lain. Asal kedua belah pihak saling menguntungkan, maka persahabatan itu akan tetap berlangsung. Contohnya hubungan rekan bisnis atau hubungan antara pembeli dan penjual. Dalam hubungan antara pembeli dan penjual, si pembeli perlu bertemu dan berkomunikasi dengan penjual, tetapi setelah transaksi selesai, hubungan mereka juga selesai. Bahkan bisa dikatakan kalau hubungan antara pembeli dan penjual bukan persahabatan, tetapi hanya kenalan. 
 
Persahabatan tipe kedua, pleasant friendship, dikarenakan dari kesenangan yang didapat dari hubungan persahabatan itu. Misalnya, dua orang yang mempunyai selera musik yang sama, atau yang suka bermain olah raga yang sama, akan menjadi teman. Fokus dari persahabatan mereka adalah bersenang-senang bersama. Jika seiring berjalannya waktu, salah satu dari mereka berubah dan tidak lagi menyukai hal yang sama, maka persahabatan mereka akan memudar. 
 
Persahabatan tipe ketiga, virtuous friendship, dikarenakan dari keinginan dari kedua sahabat untuk mengejar tujuan bersama yang lebih luhur. Mereka tidak mengutamakan apa yang bisa didapatkan dari hubungan persahabatan itu, tetapi mengutamakan apa yang terbaik untuk sahabatnya. Masalah dengan friendship of utility dan pleasant friendship adalah penekanannya pada apa yang didapat dari hubungan persahabatan itu. Dalam virtuous friendship, dua sahabat berkomitmen untuk mengejar sesuatu yang lebih besar dari kepentingan mereka sendiri-sendiri. Mereka berjuang bersama-sama ke arah kehidupan yang baik dan mendorong satu sama lain dalam kebajikan. Misalnya, dalam pernikahan Katolik, suami dan istri mempersatukan diri kepada tujuan bersama saling membantu menumbuhkan kekudusan, memperkuat hubungan mereka, dan membesarkan anak-anak.
 
Pertanyaan Sharing:
1. Apakah kamu pernah mengalami virtuous friendship (persahabatan sejati)? Sharingkan pengalamanmu. 
Atau, pernahkah kamu mengalami hubungan yang kamu pikir adalah persahabatan sejati hanya untuk menyadari bahwa orang lain tidak berkomitmen untuk kamu sebagai pribadi dan tidak benar-benar mencari kepentingan terbaik kamu?
 
 
2. Daya Tarik Seksual 
 
Secara umum, kita tertarik kepada seseorang karena kita mengangap orang itu “baik”, misalnya kecantikannya, kebaikan hatinya, atau kepandaiannya. Laki-laki dan perempuan merasa tertarik terhadap lawan jenisnya karena daya tarik seksual. Daya tarik seksual bisa dikarenakan secara fisik dan juga secara emosional. Laki-laki mungkin tertarik dengan kecantikan seorang wanita, tetapi dia juga tertarik dengan sifatnya yang lemah lembut atau kepribadiannya yang hangat. Wanita mungkin tertarik dengan ketampanan seorang pria, tetapi dia juga tertarik dengan cara dia membawa dirinya atau rasa percaya dirinya. Rasa ketertarikan ini bisa terjadi kapan saja. Prosesnya bisa terjadi secara perlahan-lahan atau terjadi langsung saat mereka bertemu pertama kali.  
Daya tarik seksual itu pada hakekatnya tidak buruk karena daya tarik itu sebenarnya mendorong kita untuk ingin bersatu dengan orang lain secara pribadi (a person), dan bisa menjadi dasar dari cinta sejati jika digabungkan dengan aspek cinta yang lain, seperti pengorbanan diri, kemauan baik, tanggung jawab, dan komitmen. Namun Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa daya tarik seksual, dengan sendirinya, dapat menyebabkan bahaya besar. Alasannya karena seksualitas dapat dengan mudah jatuh ke dalam utilitarianisme, yaitu memakai tubuh orang lain sebagai objek potensi kenikmatan, mengurangi nilai orang hanya ke kualitas fisik mereka dan menilai orang tersebut hanya dalam hal kesenangan yang dapat dinikmati dari kualitas-kualitas tersebut.
 
Bukan sesuatu yang mudah untuk membedakan antara hanya memperhatikan nilai-nilai seksual seseorang dan menjadi tertarik kepada nilai-nilai seksual itu dengan cara berdosa. Paus memberikan beberapa pengertian tentang tiga tahap daya tarik seksual sebagai berikut:
 
Di tahap yang pertama, seseorang mungkin mengalami reaksi spontan. Pada tahap ini, dia secara kebetulan melihat nilai-nilai seksual tubuh orang lain dan bereaksi secara spontan terhadap nilai-nilai itu. Ini bukan hawa nafsu, dan bukan merupakan dosa. Ini berarti kita adalah manusia yang memiliki keinginan seksual. Keingingan seksual itu diberikan oleh Allah untuk menarik dua orang bersama dalam cinta. Daya tarik seksual dapat menyebabkan cinta sejati jika rasa ketertarikan itu menyebabkan komitmen yang lebih dalam ke seseorang sebagai pribadi. 
 
Pada tahap kedua, sesuatu dalam diri seseorang mulai bereaksi, yaitu keinginan untuk menggunakan nilai-nilai seksual tubuh sebagai objek untuk dinikmati. Namun, Paus mengatakan, bahwa bahkan di tahap kedua ini daya tarik seksual belum tentu berdosa, asal ada kehendak untuk menolak keinginan itu dan tidak menyetujuinya. Hawa nafsu itu muncul akibat kecenderungan manusia untuk jatuh dalam dosa. Asalkan ada kehendak untuk tidak menyetujui keinginan itu, maka seseorang tidak jatuh kedalam dosa. Meskipun demikian, kita harus berhati-hati dan berjuang melawan hawa nafsu karena hawa nafsu akan terus-menerus mencobai kehendak kita agar menyetujuinya. 
 
Di tahap ketiga, kehendak telah menyerah untuk menolak dan menyetujui untuk mengejar perasaan yan¬¬g menyenangkan itu. Orang itu dengan sengaja menggunakan tubuh seseorang sebagai objek kenikmatan, baik itu di dalam pikiran, ingatan, imaginasi, atau tindakan seksual. Di tahap ini, dia telah jatuh ke dalam dosa. Paus memperingatkan bahwa kita dapat menggunakan tubuh seseorang bahkan ketika orang itu tidak hadir secara fisik. Kita tidak perlu melihat, mendengar, atau menyentuh seseorang untuk mengeksploitasi tubuhnya untuk kesenangan seksual kita sendiri. Melalui memori dan imajinasi, kita dapat mengalami nilai tubuh seseorang dan menggunakannya sebagai potensi objek kenikmatan. Kita hidup di dalam budaya di mana banyak orang berkata, "Apa yang salah dengan memiliki pikiran nafsu tentang orang lain. Saya tidak melukai siapa pun ketika saya melakukan itu. Saya cuma melihat dan tidak menyentuh." Namun, kita harus ingat kata Tuhan Yesus yang kuat tentang hal ini: " Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. " (Matius 5:28). Pada akhirnya, seseorang yang berpikiran kotor dan berfantasi seksual tentang orang lain telah merendahkan orang itu karena dia tidak memperlakukan orang itu sebagai pribadi, tetapi hanya sebagai tubuh yang dimanfaatkan untuk kesenangannya sendiri. 
 
Pertanyaan Sharing:
2. Apa yang salah dengan pornografi? Bagaimana kamu menanggapi seseorang yang mengatakan pornografi adalah bentuk lain dari seni dan tidak ada yang salah dalam melihat itu? (hint: menurut bacaan Katekismus berikut, pornografi tidak bisa digolongkan sebagai karya seni: 
CCC 2501: “To the extent that it is inspired by truth and love of beings, art bears a certain likeness to God’s activity in what he has created… art is not an absolute end in itself, but is ordered to and ennobled by the ultimate end of man.”)
 
3. Self-giving Love and Responsibility
 
Menurut Paus Yohanes Paulus II, kunci dalam kehidupan pernikahan adalah kasih yang memberi diri sebagai hadiah (self-giving love) dan rasa tanggung jawab yang menyertainya. 
 
Apa yang dimaksud dengan kasih yang memberi diri sebagai hadiah? Bagaimana bisa seseorang memberikan dirinya sendiri kepada orang lain? Memberikan diri kita kepada pasangan sebagai hadiah berarti mempercayakan diri ke pasangan secara total menyerahkan preferensi, kebebasan, dan kepentingan kita untuk pasangan kita. Sebagai contoh, perhatikan apa yang terjadi ketika seorang pria menikah. Sebagai bujangan, Bob dapat memutuskan apa yang ingin dia lakukan, kapan dia ingin melakukannya, dan dengan cara apa dia melakukannya. Dia menetapkan jadwal sendiri. Dia memutuskan di mana dia tinggal. Dia bisa keluar dari pekerjaan dan pindah ke negara lain dengan seketika jika dia menginginkannya. Pernikahan, secara signifikan akan mengubah hidup Bob. Jika Bob memutuskan sendiri untuk berhenti dari pekerjaannya, membeli mobil baru, pergi berlibur akhir pekan, atau menjual rumah, ini mungkin tidak akan mendapat tanggapan positif dari istrinya. Sekarang setelah Bob menikah, semua keputusan yang ia buat harus dibuat dengan kesepakatan dengan istrinya dan dengan maksud untuk yang terbaik bagi pernikahan dan keluarga mereka.
 
Apa yang dimaksud dengan rasa tanggung jawab untuk pasangan? Kita telah melihat bahwa arti cinta sejati melibatkan dua orang menyerahkan diri satu sama lain. Karena pasangan kita sepenuhnya mempercayakan hidupnya kepada kita, sudah seharusnya kita memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk pasangan kita, untuk kesejahteraannya, kebahagiaannya, keamanan emosionalnya, dan kesuciannya. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menyakiti pasangan kita dan harus selalu mencari apa yang terbaik untuk pasangan kita dan bukan hanya kepentingan kita sendiri.
 
Paus mencatat ada dua aspek kasih yang memberi diri. Di satu sisi, pasangan kita memberi dirinya kepada kita, dan kita memberi diri kita kepada pasangan kita. Di sisi lain, kita menerima pasangan kita sebagai hadiah yang telah dipercayakan kepada kita, dan pasangan kita menerima kita sebagai hadiah. Di dalam cinta sejati ada misteri besar timbal balik dalam memberi dan menerima satu sama lain. 
 
Bagaimana ketika kita mengalami kelemahan pasangan kita dan merasa terluka oleh sesuatu yang telah ia lakukan? Saat kita terluka, kita cenderung untuk menjadi frustrasi dengan pasangan kita dan berkata kepada diri sendiri, "Mengapa dia selalu melakukan ini? Dia tidak akan pernah berubah!” Kita mungkin menjadi defensif: "Ini bukan salahku. Kenapa dia tidak mengerti!" Paus mengingatkan bahwa pada saat-saat seperti ini, penerimaan penuh dan tanggung jawab kita untuk pasangan kita paling diuji. Kita masih harus mengasihi pasangan kita dengan semua kebajikan dan kesalahan dia. Paus tidak mengatakan bahwa kita harus membiarkan atau mengabaikan dosa-dosa dan kelemahan pasangan kita, tapi dia menantang kita untuk menghindari melihat pasangan kita melalui lensa pengacara yang mendakwa. Meskipun kita terluka, kita perlu melihat melampaui fakta hukum semata – "dia menyakiti aku", dan melihat pasangan kita sebagai orang yang tetap berharga di tengah-tengah kekurangan dan dosanya.
 
Meskipun budaya kita sering menggambarkan cinta sebagai peristiwa dimana dua orang bertemu secara kebetulan dan kemudian langsung jatuh cinta, Paus Yohanes Paulus II mengingatkan kita bahwa cinta sejati membutuhkan banyak usaha, kebajikan dan pengorbanan. Cinta diuji khususnya ketika respon seksual dan perasaan emosional mulai berkurang. Jika cinta sepasang suami istri didasarkan pada menghadiahkan diri sendiri dan komitmen satu sama lain sebagai pribadi, hubungan mereka tidak hanya akan bertahan, tetapi akan tumbuh lebih kuat. 
 
Pertanyaan Sharing:
3. Apa kamu pernah mengalami ketika kamu menyerahkan kebebasanmu dan memberikan dirimu kepada orang lain, kamu mendapatkan jauh lebih banyak sebagai imbalan?
 
4. Paus Yohanes Paulus II menulis tentang bagaimana cinta sejati diukur ketika kelemahan atau dosa orang yang kita kasihi terungkap. Apa reaksi kamu ketika menghadapi kelemahan orang lain? Atau sebaliknya apa reaksi orang lain menanggapi kelemahan kamu?
 
 
Sumber: 
Men, Women, and the Mystery of Love: Practical Insights from John Paul II’s Love and Responsibility. By Edward Sri.
 
 
Doa
Allah, sumber segala kasih, Engkau mengutus Putra-Mu, Yesus Kristus,
agar kasih-Mu menjadi nyata dalam hidupku, dan semakin dikenal oleh banyak orang.
Santo Yohanes telah mengajarku, 
"Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."
 
Semoga karena karunia kasih-Mu itu,
aku mampu mengasihi Engkau lebih dari segala sesuatu,
dengan segenap hati, segenap jiwa, dengan segenap akal budi,
dan dengan segenap kekuatan.
 
Karena mengasihi Engkau,
semoga akupun mengasihi orang lain sebagaimana aku mengasihi diriku sendiri,
terutama terhadap orang-orang yang telah Kau kirimkan di dalam hidupku (pasangan, keluarga, teman).
Ya Allah, kobarkanlah selalu kasihku.
Amin.