Sesi 18 - Week of 23 Jan 2022

How to Manage Stress


Intro

Semua dari kita sudah pasti pernah mengalami stres. Bahkan kita mungkin merasakannya setiap hari. Mulai dari stres dengan pekerjaan kantor yang tidak pernah beres, tugas sekolah yang menumpuk, atau situasi hidup yang tidak kunjung membaik. Ketika merasa stres, pikiran pun seringkali menjadi kalut. Mungkin masing-masing dari kita mempunyai cara-cara berbeda dalam mengatasi stres. Nah, pada sesi CG hari ini kita akan belajar beberapa cara yang bisa kita lakukan sebagai umat Katolik untuk menghadapi stres dengan benar.

Jangan kabur dari stres

Dalam kehidupan sosial di zaman ini, definisi kata “relax” sudah berubah. Nonton Netflix/Youtube atau main game adalah salah satu bentuk hiburan yang popular karena memberikan kita rasa puas, yang kemudian dapat membantu kita melupakan stres yang kita hadapi. Seringkali setelah kerja atau saat weekend kita tanpa sadar melakukan kegiatan ini sepanjang hari. Tentu saja tidak ada yang salah jika kita menikmati hiburan-hiburan tersebut selama kita tidak melakukannya secara berlebihan.

Namun, dalam jangka panjang, hiburan ini memberikan kepuasan yang semu. Mereka semua seringkali merupakan wujud pelarian dari stres, dan bukan solusi untuk stres yang kita alami. Akibatnya, stres kita tidak kunjung hilang, tetapi cuma terlupakan sebentar. Paus Fransiskus juga menyuarakan hal yang serupa. Paus berpendapat bahwa manusia zaman sekarang cenderung fokus pada hal-hal yang memberi mereka kepuasan sementara dan yang memberikan pelarian dari stres. Hidup dalam situasi seperti ini ibaratnya hidup dalam keadaan dibius (“anesthetized”). Segala bentuk hiburan dan pelarian dari kenyataan bukanlah istirahat yang sesungguhnya kita butuhkan.

Man has never rested as much as today, yet man has never experienced as much emptiness as today! What then is rest according to this commandment? It is the moment of contemplation, it is the moment of praise, not of evasion. It is time to look at reality and say: how beautiful life is!” ~ Pope Francis

Beginilah seharusnya kita sebagai umat Katolik beristirahat. Bukan dengan segala macam “distractions” tetapi dengan merefleksikan hidup, bersyukur dan memuji Tuhan atas segala berkat dan juga tantangan yang datang dalam hidup kita. Kita mulai merasa stres ketika kita merasa hidup ini tidak berjalan sesuai dengan rencana atau bayangan ideal kita. Jalan keluar yang dianjurkan bagi kita adalah untuk berdamai dengan realita hidup. Paus Fransiskus melarang kita sebagai umat Katolik untuk fokus pada kepahitan, ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan. Kita diajak untuk membuka hati kita untuk menerima bagian sulit dari hidup kita dan menahan dorongan untuk kabur dari masalah, “Life is precious; it’s not easy, sometimes it’s painful, but it’s precious.”

Complete the Cycle

Dalam buku berjudul “Burnout”, Emily dan Amelia Nagoski menulis bahwa tubuh manusia sebenarnya sudah diciptakan dengan cara natural untuk menghadapi stres. Dalam kehidupan modern, tubuh kita mengalami stres karena tidak bisa menyelesaikan siklus natural dalam memproses stres ini. Apa sih siklus natural? Nagoski menjelaskan bahwa cara kita mengatasi stres telah berevolusi menjadi sebuah siklus natural:

  1. Kenali “ancaman”
  2. Lakukan sesuatu
  3. Ancaman berakhir

Contohnya: Jika kita melihat kecoa, kita akan mengalami stres. Kita melihat kecoa itu sebagai sebuah ancaman dan lalu kita akan mengambil sandal untuk mengusir kecoa. Setelah itu, kita pun merasa aman.

Jika kita melihat kecoa, sudah pasti kita stres dan segera melakukan sesuatu, tetapi apakah kita merasa demikian ketika melihat meeting Zoom di kantor atau tugas sekolah? “Ancaman” dalam hidup kita pada umumnya terkesan tidak darurat dan juga bertahan lebih lama dibanding seekor kecoa. Bahkan kadang kita tidak mempunyai pilihan untuk lari dari meeting dan tugas-tugas ini. Oleh karena itu, kita merasa terjebak di poin kedua (karena “ancaman”-nya tidak kunjung berakhir!) di dalam siklus natural stres ini.

Menurut Dr. Nagoski, solusi yang baik adalah dengan menemukan sesuatu untuk berkomunikasi dengan sistem saraf kita bahwa “ancaman” tersebut telah berlalu. Tujuannya adalah supaya kita dapat menyelesaikan siklus stres. Contoh yang paling umum? Bergerak. Manusia zaman dahulu tahu bahwa ancaman telah berlalu ketika mereka harus berhenti berlari. Kita dapat meniru contoh ini pada zaman sekarang. Lakukanlah sesuatu yang meningkatkan detak jantung kita dengan cepat dan kemudian biarkan detak jantung kita kembali turun. Contohnya: berlari, berenang, atau menari di kamar tidur kita.

Tentu saja ini mungkin tidak cocok bagi semua orang. Dr. Nagoski menjelaskan ada beberapa langkah lainnya yang secara ilmiah telah terbukti dapat membantu kita ‘merasa lebih baik’ dan juga menyelesaikan siklus respons stres kita. Tidur, kasih sayang (memeluk anak atau teman), segala bentuk meditasi, menangis, berteriak— ada banyak sekali contoh seperti ini!

Engage in Simple Repetitive Motion

Di zaman sekarang ini rutinitas kita berputar di sekitar teknologi— mulai dari bekerja menggunakan laptop sampai beristirahat menonton Youtube/Netflix . Tanpa kita sadari, otak kita pun jadi terus-menerus bekerja selama kita menggunakan alat teknologi ini. Semakin kita menggunakan otak kita tanpa beristirahat, semakin terancam konsentrasi, kreativitas, dan kedamaian kita. Tentu saja sumber kelelahan tidak hanya berasal dari teknologi. Ikut meeting dari pagi sampai sore, memecahkan masalah, dan membalas email juga memerlukan banyak energi. Makanya sangat penting bagi kita untuk memberikan otak kita istirahat yang cukup.

Ketika berolahraga ringan atau jalan-jalan di luar tidak memungkinkan, kita dapat mencoba melakukan gerakan berulang sederhana. Gerakan-gerakan yang sederhana tidak memerlukan kekuatan otak sama sekali. Contohnya: melipat handuk, menjahit kancing, mengamplas kayu, atau mewarnai. Kita tidak perlu khawatir apa yang harus kita lakukan selanjutnya karena kita dapat bergerak dengan autopilot. Gerakan seperti ini melibatkan bagian lain dari otak kita yang berbeda dari problem solving dan pekerjaan dan memungkinkan kita melepaskan stres secara perlahan. Tubuh kita pun menjadi lebih rileks dan santai sehingga ketegangan otot kita menyebar.

Semakin sibuk dan semakin tinggi stres yang kita alami, alangkah baiknya apabila kita pun memperbanyak waktu doa kita. Setelah pikiran kita tenang, cobalah mengkombinasikan doa dengan ritme. Contohnya adalah doa rosario, yang merupakan bentuk doa yang diulang terus menerus sehingga memiliki ritme yang konstan.

St Francis De Sales berkata “Everyone of us needs half an hour of prayer every day, except when we are busy—then we need an hour”.

Name It

Kadang rasa stres datang karena kita menyimpan dalam2 rasa cemas, rasa takut dan keraguan. Salah satu cara kita bisa mengatasi stres ini adalah dengan menyebutkan dan memberi nama perasaan yang kita alami ini agar mereka bisa keluar dan lepas dari diri kita.

Dalam alkitab, salah satu tradisi yang sangat dipercayai adalah pemberian nama. “Yang memberi nama” dipercayai mempunyai sebuah kuasa atas “yang diberi nama”. Salah satu contohnya dalam sejarah keselamatan adalah saat Tuhan memberikan nama-Nya kepada diri sendiri ketika sedang berbicara kepada Musa.

Ternyata tradisi Alkitab ini masih berlaku hingga saat ini. Para ilmuwan menemukan bahwa memberi nama kepada emosi-emosi yang kita hadapi itu bisa membuat kita merasa lebih tenang. Daripada menyimpan stres ini di dalam, kita mempunyai kuasa atas stres ini dengan memberi nama pada perasaan ini.

Ambil waktu sekitar 3 menit untuk membuat daftar hal-hal yang membuat kita stress, dari hal yang paling kecil sampai hal yang membuat kita sangat ketakutan. Lalu persembahkanlah daftar ini kepada Tuhan Yesus. Serukanlah dan serahkanlah rasa stres ini kepada-Nya dengan lantang dalam doa atau bisa juga ditulis dalam sebuah kertas dan diletakkan di bawah salib. Percayalah dan akuilah kuasa Tuhan akan segala hal di dunia ini.

Conclusion

Tidak mungkin kita bisa menghilangkan stres dari hidup kita sampai kita tidak pernah merasa stres lagi. Yang harus kita usahakan adalah untuk belajar mengelola stres dengan lebih baik. Praktik sederhana yang sudah kita bahas hari ini dapat membantu kita mengatasi stres dengan cepat, dan juga membawa manfaat ekstra bagi kesehatan fisik, mental, dan rohani kita dalam jangka panjang. Menunjukkan kasih sayang lebih sering, memperlambat tempo hidup kita, dan mengenali emosi kita juga dapat membantu relasi kita dengan sesama. Dan tentu saja, hidup kita tidak akan pernah kebanyakan doa dan hadirat Tuhan. Stres akan selalu datang silih berganti, tetapi Tuhan selalu setia di samping kita.

Sharing Question

  1. Sharingkan kebiasaan kalian dalam mengatasi stres. Bagaimana perasaan kalian setelah melakukannya?
  2. Apakah kalian mempunyai lagu rohani favorit, doa andalan, dll.? Sharingkan aktivitas rohani yang kalian lakukan ketika stres.
  3. Lakukan aktivitas ini. http://actforpsychosis.com/pdfs/A11_Leaves_on_the_stream.pdf Fasil tolong baca dokumen ini perlahan-lahan dan pastikan semua member sudah siap sebelum melakukan aktivitas ini bersama-sama. Tutup dengan doa ini;

The Prayer of St. Francis de Sales

Be at peace.
Do not look forward in fear to the changes of life;
rather look to them with full hope as they arise.
God, whose very own you are, will deliver you from out of them.
He has kept you hitherto, and He will lead you safely through all things;
and when you cannot stand it, God will bury you in his arms.
Do not fear what may happen tomorrow;
the same everlasting Father who cares for you today
will take care of you then and every day.
He will either shield you from suffering, or give you unfailing strength to bear it. Be at peace, and put aside all anxious thoughts and imagination.