Sesi 15 - Week of 3 Dec 2023

Divine Filiation: All Men are the Children of God


Intro

Divine Filiation merupakan suatu konsep penting yang menjadi inti dari iman Katolik yang menggambarkan identitas Yesus Kristus, sebagai Putera Allah yang Tunggal dalam konsep Trinitas, dan kita, umat beriman, sebagai makhluk ciptaan-Nya yang mewarisi identitas itu sebagai anak-anak Allah. Divine Filiation menawarkan pandangan tentang hubungan pribadi antara manusia dan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih. Kata fiiliation, yang diambil dari bahasa latin filius yang berarti “anak”, mengacu pada identitas seseorang sebagai anak dari ayah dan ibunya.

Konsep Divine Filiation adalah kunci dari segala pemahaman tentang keselamatan umat Kristiani dan tentang tujuan perutusan kita di dunia. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana Allah memanggil dan mengutus kita dalam pelayanan di dunia sebagai anak-anak-Nya!

Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal

Yesus, sebagai Anak Allah yang kekal, memainkan peran sentral dalam Divine Filiation. Ia adalah contoh yang nyata dari konsep ini dan membawa kita ke dalam keluarga Allah. Yesus adalah Allah “yang mengosongkan diri-Nya “dengan mengambil rupa seorang hamba agar berada dalam keserupaan manusia” (Filipi 2:7), yang “menjadi daging dan tinggal di antara kita” (Yoh. 1:14). Yesus, sebagai sumber keselamatan umat manusia melalui misteri wafat-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, adalah pusat dari konsep Divine Filiation ini.

Pengakuan akan Kristus sebagai Anak Allah adalah pusat iman para rasul yang menjadi fondasi Gereja. Di awal Injil, Malaikat Gabriel lah yang pertama kali menyatakan hal ini. Kepada Bunda Maria, saat mewartakan Kabar Gembira dari Allah, malaikat itu mengatakan bahwa Maria telah dipilih oleh Allah untuk melahirkan Putra-Nya, Yesus (lih. Luk 1:26-35). Kata malaikat itu, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang mahatinggi akan menaungi Engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). Setelah kelahiran-Nya, Yesus dipersembahkan di bait Allah, dan Simeon mengenali-Nya sebagai Mesias, Yang diurapi Allah untuk membawa keselamatan (Luk 2:26,30). Selanjutnya, di awal tampilnya Yesus di hadapan umum, Yohanes Pembaptis pun mengenali Yesus sebagai Mesias, dan memberi kesaksian, “Ia [Yesus] inilah Anak Allah” (Yoh 1:34). Saat Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, suara dari surga berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan” (Matius 3:17). Dengan kata lain, Allah menyatakan Yesus sebagai Anak-Nya yang penuh kasih.

Manusia, Anak-Anak Allah Melalui Pembaptisan

Dalam Kisah Penciptaan, dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya (Kejadian 1:26-27). Dengan demikian, manusia diciptakan sehingga dapat mengenal dan mengasihi Pencipta-Nya, karena manusia dikaruniai oleh Tuhan akal budi dan kehendak bebas, tidak seperti ciptaanNya yang lain. Manusia tidak hanya “sesuatu” tapi “seseorang”. Manusia mempunyai pengetahuan tentang dirinya sendiri, dapat memberikan dirinya, dan dapat masuk dalam persekutuan kasih dengan Allah dan sesama.

Dengan status istimewa yang hanya diberikan kepada manusia, kita dipanggil untuk mengambil bagian di dalam kehidupan Allah, melalui pengetahuan dan kasihnya kepada Allah, sebagai anak-anak-Nya yang mewarisi kehidupan-Nya. Hakikat manusia sebagai anak Allah tertulis di dalam KGK 1:

(1) “Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas. Berdasarkan keputusan-Nya yang dibuat karena kebaikan semata-mata, Ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya yang bahagia. Karena itu, pada setiap saat dan di mana-mana Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan menolongnya untuk mencari-Nya, untuk mengenal-Nya, dan untuk mencintai-Nya dengan segala kekuatannya. Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam kesatuan keluarga-Nya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putera-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. Dalam Dia dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak-Nya dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia.”

Coba kita bandingkan dengan status seorang anak sebagai anggota keluarga. Anak adalah buah hati dari ayah dan ibu, yang mendapat gambar dan rupanya dari ayah-ibunya, dan juga seringkali mengambil bagian dan peran penting dalam kehidupan ayah-ibunya. Anak sering dipandang sebagai bentuk cinta dari orang tuanya. Demikian juga status kita sebagai anak Allah, yang diciptakan menurut gambarNya karena cintaNya yang begitu besar kepada kita.

Sebagai umat Katolik, kita dikuduskan dan menerima status anak-anak Allah melalui sakramen Baptis. Kristus adalah Anak Allah secara natural —“Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi” (11)—, sedangkan kita umat Kristiani adalah anak-anak Allah melalui rahmat-Nya (through grace). Ini berarti kita diperbolehkan mengambil bagian dalam keilahian Allah: “ketahuilah martabatmu, hai kamu orang Kristen yang mengambil bagian dalam hakekat ilahi” (Agnosce, o christiane, dignitatem tuam, et divinae consors factus naturae) (Paus Leo Agung, Sermo 21 in nativitatem Domini, 3: PL 54, 192C).

Melalui Sakramen Pembaptisan, kita dilahirkan ke dalam kehidupan kasih karunia. Kita “diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah … lahir bukan dari darah, juga bukan dari kehendak daging, juga bukan dari kehendak manusia, melainkan dari Allah (Yohanes 1:13).” Persatuan kita dengan Kristus, yang diwujudkan oleh kasih karunia Roh Kudus yang kita terima dalam Pembaptisan, mengakibatkan kita diadopsi sebagai anak-anak Allah dalam Kristus bersama Roh Kudus. Dengan demikian, kita dipanggil untuk “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (lih. 2 Petrus 1:4). KGK 2782 menjabarkan hakikat kita sebagai anak Allah melalui pembaptisan:

(2782) “Kita dapat menyembah Bapa, karena dengan menjadikan kita anak angkat-Nya dalam Putra-Nya yang tunggal Ia telah menganugerahkan kepada kita kelahiran kembali ke dalam kehidupan-Nya. Melalui Pembaptisan Ia memasukkan kita ke dalam Tubuh Kristus, yang Terurapi, dan melalui pengurapan dengan Roh-Nya, yang mengalir dari Kepala ke anggota-anggota, Ia membuat kita juga menjadi ‘terurapi’.”

Santo Paulus membuka misteri ini lebih lanjut dalam suratnya kepada jemaat di Roma: “Karena semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak Allah. Kalian tidak menerima roh perbudakan yang membuat kalian hidup dalam ketakutan, tetapi kalian telah menerima Roh yang mengadopsi kalian sebagai anak-anak, yang dengan Dia kita berseru, ‘Abba, ya Bapa!’ Roh sendiri bersaksi bersama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, dan jika anak-anak, maka kita juga adalah ahli waris—ahli waris Allah dan rekan ahli waris dengan Kristus, asalkan kita menderita bersama dengan-Nya agar kita juga dimuliakan bersama dengan-Nya.” (Roma 8:14–17)

Relevansi Divine Filiation dalam Kehidupan Beriman

Santo Josemaria Escriva, pendiri Opus Dei, menekankan pentingnya untuk menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah dalam setiap aspek kehidupan kita. “Divine filiation – If we are convinced of this marvellous truth, we will never lose our serenity. We will feel secure. And should we ever go astray, even seriously astray, as a result of one of the skirmishes of our daily struggle (since through frailty we can and in fact do go astray), we will return to him. ”

Divine Filiation adalah panggilan untuk menghidupi hubungan pribadi dengan Allah dalam semua tindakan kita, bahkan yang paling sederhana sekalipun. Ini berarti menjalani kehidupan sehari-hari dalam kesadaran akan kasih Allah yang mendalam dan menciptakan hubungan yang dalam dengan-Nya.

  1. Hubungan pribadi dengan AllahPemahaman yang lebih dalam tentang Divine Filiation mempengaruhi bagaimana kita membangun relasi dengan Allah. Menurut Paus Benediktus XVI, salah satu konsekuensi penting dari Divine Filiation adalah doa umat Kristen sebagai anak-anak Allah. Saat kita berdoa, kita menghadap Allah sebagai Bapa yang penuh kasih, bukan sebagai entitas yang jauh dan tak terjangkau. Doa kita seharusnya mencerminkan keintiman dan kepercayaan ini. Ini adalah saat di mana kita dapat membuka hati, mengungkapkan kebutuhan, kebahagiaan, dan kekhawatiran kita kepada Bapa surgawi yang mengasihi kita.

    Dalam dinamika kehidupan, seringkali kita tergoda atau terhalang oleh berbagai hal yang menjauhkan kita dari Allah. Pemahaman tentang Divine Filiation dapat membantu kita menghadapi tantangan iman dengan lebih mantap. Ketika kita merasa jauh dari Allah, kita dapat mengingat bahwa kita adalah anak-anak-Nya yang dikasihiNya, yang tidak akan Ia tinggalkan dalam situasi apapun. Allah adalah Bapa yang selalu menerima anakNya, seperti dalam perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32). Ini adalah dasar yang kokoh untuk membangun kembali hubungan kita dengan Allah dan mencari kembali kepercayaan kita.

  2. Hubungan dengan sesamaSebagai anggota keluarga yang baik, kita sebagai anak Allah juga diberi tugas untuk menjaga “saudara-saudari” kita, yang juga adalah anak Allah. Konsep Divine Filiation memiliki implikasi praktis dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan kesadaran bahwa kita adalah anak-anak Allah, mencerminkan kasih-Nya kepada sesama melalui tindakan kita.

    Pemahaman tentang Divine Filiation dapat menginspirasi kita untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berbelas kasihan. Ini mencakup memberikan dukungan kepada orang yang membutuhkan, berjuang untuk keadilan sosial, dan memperjuangkan nilai-nilai moral dalam masyarakat. Dalam era digital, kita juga dapat menerapkan konsep Divine Filiation dalam penggunaan teknologi dan media sosial. Kita dapat menggunakan platform ini dengan bijaksana, menjaga etika dalam interaksi online, dan menyebarkan pesan kasih dan harapan kepada dunia yang sering kali penuh dengan ketegangan.

    Sebagai anggota gereja, kita dipanggil untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan gereja, contoh: melayani sebagai anggota ministry atau bahkan semudah menjadi anggota aktif di Cell Group. Konsep Divine Filiation mengajarkan kita bahwa kita adalah bagian dari keluarga Allah yang lebih besar, yaitu Gereja. Kita memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan melayani sesama anggota gereja.

Kesimpulan

Divine Filiation menegaskan hubungan pribadi antara manusia dan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih. Ini menggambarkan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, sebagai contoh utama konsep ini, dan memberi pemahaman mendalam tentang bagaimana kita, sebagai umat beriman, mewarisi identitas kita sebagai anak-anak Allah melalui Sakramen Pembaptisan. Kita bukan hanya diselamatkan dari dosa, tetapi juga diselamatkan untuk menjadi anak-anak Allah dalam keluarga surgawi yang penuh kasih. Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk membangun hubungan pribadi yang dalam dengan Allah dalam doa dan berperan aktif dalam melayani sesama dalam segala aspek kehidupan kita.

Sharing Questions

  1. Bagaimana bahan CG hari ini mengubah pandangan kalian mengenai Tuhan dalam hidup kalian? Sharingkan!
  2. Bagaimanakah hubungan pribadi kalian dengan Tuhan saat ini? Apa yang biasa kalian lakukan untuk membangun hubungan pribadi dengan Tuhan? Hal apa yang seringkali menghambat hubungan pribadi kalian dengan Tuhan?
  3. Hal apa yang sudah kalian lakukan untuk menuruti panggilan kalian sebagai anak Allah dengan melayani sesama?

Reference