Sesi 14 - Week of 26 Nov 2023

Apologetik: Inkarnasi


Intro

Misteri inkarnasi disebut misteri karena maknanya yang penuh tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh akal; itu harus diserap ke dalam hati dan diungkapkan melalui kehidupan kita agar benar-benar dimengerti. Hidup kita dalam misteri Tuhan menjadi manusia dalam Kristus mengungkapkan arti yang lebih dalam dari inkarnasi ketika kita mencoba memahami tentang manusia. Inkarnasi adalah misteri yang indah dari Allah kita berbagi sepenuhnya dalam kehidupan dan pengalaman manusia kita. Bahwa Allah memilih untuk masuk sepenuhnya ke dalam kemanusiaan kita dan ke dalam kondisi manusia berbicara kepada kita tentang sifat Allah dan manusia.

Bahan

Inkarnasi, berasal dari bahasa Latin incarnatus (in: into; caro, carn: flesh), artinya Sabda menjadi daging/manusia, (the Word made flesh). Kata daging menunjukkan the weaker part of the nature.

Misteri inkarnasi adalah salah satu keyakinan utama dalam iman Katolik. Lewat inkarnasi, kita mengenal identitas Yesus. Yesus adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal Maha Kudus, yang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria. Dia sungguh Allah sungguh manusia (true God and true man).

Inkarnasi menunjukkan begitu besar kasih Allah kepada kita. Allah memberikan diri-Nya dalam pribadi yang kedua (Anak) untuk menyelamatkan kita dari dosa, mendamaikan kita dengan diri-Nya sendiri, dan mengajar kita bagaimana cara hidup dan bersatu dengan-Nya. Mari kita lihat kedalaman misteri inkarnasi di dalam kitab suci. Realita inkarnasi diekspresikan dengan begitu indahnya oleh Santo Yohanes penginjil di awal Injil yang ditulisnya.

Yohanes 1:1-18

Yoh 1:1 – Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

Yoh 1:2 – Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.

Yoh 1:3 – Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.

Yoh 1:4 – Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.

Yoh 1:5 – Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.

Yoh 1:6 – Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;

Yoh 1:7 – ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.

Yoh 1:8 – Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.

Yoh 1:9 – Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.

Yoh 1:10 – Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.

Yoh 1:11 – Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.

Yoh 1:12 – Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

Yoh 1:13 – orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.

Yoh 1:14 – Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Yoh 1:15 – Yohanes memberi kesaksian tentang Dia dan berseru, katanya: “Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.”

Yoh 1:16 – Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia;

Yoh 1:17 – sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.

Yoh 1:18 – Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.

Di sini Yohanes mengungkapkan dengan jelas bahwa Yesus (Anak) adalah Allah, yang bersama dengan Allah Bapa. Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan Ia menjadi manusia untuk menunjukkan diri-Nya kepada kita manusia. Melalui Yesus kita menerima kasih karunia demi kasih karunia (ayat 16). Melalui bacaan ini terutama ayat 11-17, Yohanes mau mengajak pembacanya untuk memahami bahwa Allah kita adalah Allah yang ingin berbagi kehidupan ke-Allahan-Nya kepada manusia.

Dari inkarnasi, kita juga bisa melihat kerendahan hati Yesus seperti yang diungkapkan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi.

Filipi 2:5-11

Flp 2:5 – Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

Flp 2:6 – yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

Flp 2:7 – melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Flp 2:8 – Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Flp 2:9 – Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

Flp 2:10 – supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

Flp 2:11 – dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Di sini Santo Paulus menekankan bagaimana Yesus yang adalah Tuhan, rela mengosongkan diri-Nya. Dia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan memilih untuk melepaskan semuanya itu (keilahian, kesempurnaan, kekuasaan-Nya!), dan menjadi sama seperti kita. Dan yang lebih luar biasa lagi, Yesus bukan lahir sebagai orang yang penuh kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan, melainkan Dia memilih untuk lahir sebagai anak tukang kayu yang sederhana.

Ajaran Gereja

Ajaran Gereja lewat Catechism of the Catholic Church (CCC) mengajarkan bahwa dalam peristiwa inkarnasi, Yesus adalah sungguh Allah sungguh manusia, bukan pencampuran sebagian Allah dan manusia. “Peristiwa inkarnasi Putera Allah yang unik dan yang terjadi hanya satu kali, tidak berarti bahwa Yesus Kristus sebagiannya Allah dan sebagiannya manusia atau bahwa peristiwa itu merupakan pencampur-adukan yang tidak jelas antara yang ilahi dan yang manusiawi. Ia dengan sesungguhnya telah menjadi manusia dan sementara itu Ia tetap Allah dengan sesungguhnya. Yesus Kristus adalah Allah benar dan manusia benar. Selama abad-abad pertama Gereja harus membela dan menjelaskan kebenaran iman ini terhadap bidah yang menafsirkannya secara salah.” (KGK 464)

Di dalam syahadat panjang (the Nicene Creed), yang sering kita doakan saat misa, kita mengatakan “begotten, not made, consubstantial with the Father”. Hal ini menekankan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah yang menjadi manusia.

Sebelum konsili Nicea pada tahun 325, ada ajaran sesat Arianisme yang mengatakan bahwa Yesus adalah anak Allah yang diperankan oleh Allah Bapa, yang berbeda dari Allah Bapa, sehingga Yesus bukan Allah dan memiliki derajat lebih rendah dari Allah Bapa. Konsili Nicea meluruskan ajaran yang menyesatkan ini dan menyatakan bahwa Yesus adalah Allah, “begotten, not made, consubstantial with the Father”. Hal ini penting untuk kita orang Katolik karena kita percaya bahwa hanya seseorang yang sungguh Allah sungguh manusia yang dapat menjadi mediator antara Allah dan manusia.

Jesus Christ is true God and true man, in the unity of his divine person; for this reason he is the one and only mediator between God and men (CCC480). CCC juga menjelaskan mengapa Sang Sabda menjadi manusia, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

CCC457: The Word became flesh for us in order to save us by reconciling us with God, who “loved us and sent his Son to be the expiation for our sins”: “the Father has sent his Son as the Savior of the world”, and “he was revealed to take away sins”:

Sick, our nature demanded to be healed; fallen, to be raised up; dead, to rise again. We had lost the possession of the good; it was necessary for it to be given back to us. Closed in the darkness, it was necessary to bring us the light; captives, we awaited a Savior; prisoners, help; slaves, a liberator. Are these things minor or insignificant? Did they not move God to descend to human nature and visit it, since humanity was in so miserable and unhappy a state?

CCC458: The Word became flesh so that thus we might know God’s love: “In this the love of God was made manifest among us, that God sent his only Son into the world, so that we might live through him.” “For God so loved the world that he gave his only Son, that whoever believes in him should not perish but have eternal life.”

CCC459: The Word became flesh to be our model of holiness: “Take my yoke upon you, and learn from me.” “I am the way, and the truth, and the life; no one comes to the Father, but by me.” On the mountain of the Transfiguration, the Father commands: “Listen to him!” Jesus is the model for the Beatitudes and the norm of the new law: “Love one another as I have loved you.” This love implies an effective offering of oneself, after his example.

CCC460: The Word became flesh to make us “partakers of the divine nature”: “For this is why the Word became man, and the Son of God became the Son of man: so that man, by entering into communion with the Word and thus receiving divine sonship, might become a son of God.” “For the Son of God became man so that we might become God.” “The only-begotten Son of God, wanting to make us sharers in his divinity, assumed our nature, so that he, made man, might make men gods.”

Menjawab pertanyaan

Question 1: Bagaimana Allah bisa menjadi manusia?

Response: Ini adalah pertanyaan yang valid, mengingat perbedaan yang sangat besar antara kodrat ilahi dan kodrat manusia. Namun, umat Katolik percaya bahwa kekudusan Allah memungkinkan untuk peristiwa ajaib seperti ini. Penting untuk menekankan bahwa Inkarnasi tidak mengurangi ketuhanan Allah, melainkan justru menunjukkan kasih-Nya yang tak terbatas. Allah menjadi manusia untuk menyatakan diri kepada kita, agar dapat dijangkau oleh kita, dan menawarkan keselamatan.

Scriptural Reference: Philippians 2:6-7: “Though he was in the form of God, [Jesus] did not regard equality with God as something to be grasped. Rather, he emptied himself, taking the form of a slave, coming in human likeness.”

Question 2: Mengapa Allah perlu menjadi manusia?

Response: Keputusan Allah untuk berinkarnasi dipicu oleh kasih-Nya terhadap umat manusia dan kebutuhan akan penebusan kita. Ini bukanlah suatu keharusan bagi Allah, melainkan tindakan rahmat-Nya yang mendalam. Inkarnasi adalah sarana di mana Allah dapat sepenuhnya menyatakan diri kepada kita, mengajar kita, dan menawarkan keselamatan melalui Yesus Kristus.

Scriptural Reference: John 3:16: “For God so loved the world that he gave his only Son, so that everyone who believes in him might not perish but might have eternal life.”

Question 3: Dalam inkarnasi, apakah derajat Allah Bapa lebih tinggi daripada Anak dan Roh Kudus?

Response:

Scriptural Reference:

Question 4: Apakah inkarnasi bentuk dari politeisme (bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan atau menyembah banyak dewa)?

Response: Tidak, Inkarnasi bukanlah politeisme. Ini mengkonfirmasi kesatuan Allah sambil mengakui kodrat tiga dalam Allah (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Inkarnasi menyatakan hubungan kasih dalam Tritunggal. Yesus, sebagai Firman yang Terwujud, sepenuhnya ilahi dan sepenuhnya manusia, yang tidak bertentangan dengan monoteisme melainkan justru memperdalam pemahaman kita tentang Allah Tritunggal.

Scriptural Reference: John 10:30: “The Father and I are one.”

Penutup

Misteri Inkarnasi adalah salah satu kebenaran yang paling dalam dan penuh makna dalam iman Katolik. Ini adalah peristiwa luar biasa di mana Allah, dalam kasih-Nya yang tak terbatas, memilih untuk menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Melalui Inkarnasi, kita melihat Allah yang tidak hanya mengajar kita tentang kasih, kerendahan hati, dan pengampunan, tetapi juga memberikan jalan keselamatan bagi umat manusia. Inkarnasi adalah inti dari iman kita, mengingatkan kita akan kasih Allah yang tak terbandingkan dan memberi kita keyakinan bahwa dalam Kristus, kita menemukan jalan menuju Allah dan hidup yang kekal. Perlu diingatkan kembali bahwa inkarnasi adalah sebuah misteri, sehingga kita manusia, dengan keterbatasannya, tidak dapat memahaminya secara penuh hanya dengan menggunakan akal kita. Marilah kita tutup sesi CG kita hari ini dengan refleksi singkat di bawah ini:

God has become human so that we human beings can love Him. God has become a weak and vulnerable child in the manger in Bethlehem so that we — simple, weak, and fragile human beings — can love Him. God has become a little child in the arms of a woman so that we can embrace Him and love Him. Christmas! God has become human like us. There’s no need to get out of our humanity in order to love God. We can love Him with our human hearts, with our human emotions. We can embrace Him in our arms of flesh and blood. We can love God because He loved us first. In the child in the manger He has given us the gift of Himself because He loves us. The child Jesus is God’s “yes” to us, to our world, to all of humanity. — Father Antonio Pernia, SVD

Sharing Questions

  1. Sharingkan pengalaman kalian mengalami kasih Allah dalam 1 minggu terakhir ini!
  2. Dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kalian dapat menjalani ajaran “Love one another as I have loved you” sebagaimana diajarkan oleh Yesus?
  3. Apakah kalian masih memiliki pertanyaan mengenai Inkarnasi? Kalian bisa menonton video-video di bawah ini untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut: 3MC – Episode 28 – Why did God become Man?

Reference