Sesi 52 - Week of 23rd Mar 2015

Roh Kudus adalah Tuhan


Pendahuluan

Salah satu hal yang sangat ditekankan dan menjadi prioritas dalam semua pengajaran iman Katolik adalah tentang Roh Kudus. Pengajaran tentang Roh Kudus sangat ditekankan karena tentang hal ini sendiri pernah menimbulkan pelbagai pemahaman yang keliru, yang mengakibatkan munculnya teori-teori yang sama sekali menyimpang dari ajaran Gereja yang sebenarnya.

Melalui dogma Ketuhanan Roh Kudus, hendak dikatakan bahwa pertama-tama Roh Kudus itu adalah Tuhan. Oleh karena itu, Roh Kudus juga adalah Pribadi, yang menjadi salah satu dari kesatuan Tritunggal Mahakudus. Telah sejak awal perumusan dogma ini ditetapkan oleh Gereja, bahkan hingga saat ini, argumen-argumen kontra yang menyanggah dogma ini masih beredar di mana-mana. Padahal dari pihak Gereja telah beberapa kali memberikan penjelasan berkaitan dengan isi dogma Ketuhanan Roh Kudus.

Melalui tulisan ini, akan diuraikan pokok-pokok yang esensial berkaitan dengan dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus tersebut. Adapun pokok-pokok yang akan dijelaskan dalam tulisan ini berdasar pada pernyataan Gereja Katolik, yang dihasilkan oleh beberapa konsili serta yang diungkapkan oleh para Bapa Gereja.

Latar belakang perumusan dogma

Gereja Katolik senantiasa memiliki kepercayaan bahwa Roh Kudus adalah sungguh-sungguh Allah. Pandangan ini tentunya berangkat juga dari keyakinan bahwa Roh Kudus adalah salah satu dari ketiga Pribadi dalam Tritunggal Mahakudus. Dengan kata lain, Roh Kudus itu sendiri memiliki kodrat yang sama dengan Bapa dan Putera. Roh Kudus itu sendiri adalah Tuhan. Berikut adalah ringkasan dari latar belakang perumusan dogma tentang Roh Kudus:

  • Konsili Nicea (tahun 325) dalam rumusan Credo-nya, mengungkapkan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan. Keyakinan Gereja ini tidak begitu saja diterima oleh semua kalangan. Dalam perkembangannya ada banyak kelompok yang pada akhirnya, oleh Gereja disebut bidaah, karena menentang dan bahkan menyebarkan pengajaran yang berbeda dari keyakinan dasar ini.
  • Pada abad II dan III, sekelompok orang yang menyebut dirinya Monarchians, mengakui bahwa ketiga Pribadi Ilahi ini adalah sama, yang membedakan hanyalah sebutan dari masing-masing yakni Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Selanjutnya, pada abad IV dan seterusnya, muncullah kelompok Arianisme dan beberapa kelompok lainnya yang menolak kesatuan substansi Allah Tritunggal.
  • Akan tetapi, yang menjadi alasan terpenting mengapa Gereja harus merumuskan dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus ini, yakni pada abad IV tersebut muncul dan berkembang ajaran sesat dari seorang uskup bernama Macedonius. Beliau adalah seorang Patriarkh Konstantinopel. Akan tetapi sangat disayangkan, pada waktu itu ia menolak Keilahian Roh Kudus. Dia beserta para pengikutnya mengajarkan bahwa Roh Kudus hanyalah sebuah ciptaan, tidak ilahi, bukan Tuhan, dan bukan merupakan Pribadi ketiga Tritunggal yang Mahakudus. Yang menarik bahwa kelompok mereka yang memegang keyakinan keliru ini menjadi terkenal dengan nama “pneumatomachoi”, yang secara harafiah berarti “musuh Roh”.
  • Pada tahun 381, Gereja Katolik mengadakan Konsili Ekumenis kedua, yang lebih dikenal dengan Konsili Konstantinopel I. Adapun konsili ini diadakan guna memperdebatkan pengajaran Macedonius dan para pengikutnya. Melalui konsili ini, para Bapa Konsili yang terlibat di dalamnya, dengan tegas memutuskan bahwa atas nama Gereja Kudus, mereka menentang Macedonianisme yang adalah bidaah atau penyesat.
  • Demikianlah kontroversi ini terus berlanjut, sehingga pada tahun 382, Paus Damasus, mengesahkan tesis-tesis yang dihasilkan pada Konsili Konstantinopel. Tesis-tesis itu dipandang sebagai ajaran konsili ini, kemudian ditambahkan pada Credo yang telah diformulasikan pada Konsili Nicea. Adapun dalam rumusan Credo Nicea tersebut ditambahkan kata-kata: “… dan akan Roh Kudus, Tuhan yang menghidupkan, yang berasal dari Bapa, yang serta Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan, yang bersabda dengan perantaraan para nabi…”
  • Di kemudian hari, dalam kaitan dengan pengakuan akan Ketuhanan Roh Kudus dalam syahadat Nicea-Konstantinopel, di Barat (Gereja Latin), masih ditambahkan lagi kata-kata: “berasal dari Bapa dan Putera”. Tambahan ini sempat menimbulkan banyak kesulitan dan bahkan pertikaian antara Gereja Barat dan Gereja Timur (Ortodoks). Persoalan yang lebih dikenal dengan masalah “Filioque” ini memang cukup berat dan tidak disadari sejak awal akan resiko yang akan muncul. Dalam rumusan Syahadat Nicea-Konstantinopel memang hanya mengatakan bahwa Roh Kudus itu berasal dari Bapa (ex Patre procedit), tetapi dalam teologi baik sebelum maupun sesudah konsili bisa ditemukan juga unsur-unsur doktrin yang mengatakan bahwa Roh Kudus pun berasal dari Putera. Menanggapi hal ini para Bapa Gereja mengemukakan pendapatnya seperti misalnya St. Agustinus (354-430) mengajarkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera. Hal ini diungkapkannya sebagai akibat dari hubungan yang erat antara Roh Kudus itu sendiri dengan Kristus. Demikian juga Ambrosius yang mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera (Procedit a Patre et Filio), dan beberapa tokoh lainnya seperti Hilarius dari Poitiers, Victricius Uskup Rouen, Paus Leo I, serta Prudentius dalam bukunya Liber Cathemerinon VI, 8 Thn. 405. Di Toledo-Spanyol, untuk menggaris-bawahi keilahian penuh sang Sabda, maka dirasa perlu bahwa doktrin ini disahkan; ini terjadi sekurang-kurangnya pada sinode tahun 589. Selanjutnya untuk lebih meyakinkan apakah hasil sinode tersebut memuat doktrin ini atau tidak maka dalam syahadat Sinode Toledo tahun 638, dinyatakanlah bahwa Roh Kudus sungguh-sungguh berasal dari Bapa dan Putera. Inilah yang kemudian mendorong Gereja Barat menyisipkan kata ex Filioque ke dalam syahadat Nicea-Konstantinopel.
  • Doktrin ini memang menyebabkan iritasi di wilayah Gereja Timur. Akan tetapi krisis yang lebih besar, yang membuat terciptanya permusuhan radikal antara Gereja Barat dan Gereja Timur, itulah yang terjadi sekitar tahun 800. Pada waktu itu Karel Agung memperkenalkan kebiasaan menyanyikan syahadat Nicea-Konstantinopel dengan sisipan filioque, di kapel istana sementaranya di Aachen. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan sehingga para rahib Latin yang ada di Betlehem juga mengadakan hal yang sama pada hari Natal tahun 808. Pada waktu itu, terjadilah kerusuhan yang dipimpin oleh para rahib Yunani. Untuk selanjutnya pada tahun 810, Paus Leo II yang dimintai keterangan oleh Karel Agung mengatakan bahwa orang boleh saja mengajarkan doktrin ini, tetapi adalah tidak halal menyisipkannya dalam syahadat. Namun pernyataan ini tidak dipenuhi. Kenyataannya, sekitar tahun 950 istilah filioque disisipkan ke dalam teks Misa, di wilayah Jerman, tetapi di Roma nanti pada tahun 1013, itupun atas keinginan Kaisar Barat. Memang persoalan ini tidak serta-merta menjadi dasar perumusan dogma ini. Akan tetapi, harus tetap diakui bahwa persoalan yang berkembang ini membuktikan kepada dunia bahwa Roh Kudus belum dikenal secara penuh.

Demikianlah dalam situasi semacam ini dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus ditetapkan oleh Gereja. Dogma ini memang sangat perlu untuk membantu pengajaran iman Katolik dan untuk menangkal segala kesesatan yang muncul dan berkembang. Untuk semakin memperkuat dogma ini, beberapa konsili juga diselenggarakan guna mendapatkan teori-teori yang akan semakin meneguhkan konsep tentang Ketuhanan Roh Kudus.

Uraian dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus

Berdasarkan latar belakang di atas, Gereja Katolik dengan tegas dan berani menyusun suatu konsep yang kemudian menjadi ajaran Gereja mengenai Ketuhanan Roh Kudus. Doktrin Gereja Katolik mengenai Roh Kudus ini membentuk sebuah bagian integral dari pengajarannya dalam misteri tentang Roh Kudus. Dalam pembahasan tentang dogma ini, kita akan berfokus pada pada poin bahwa Roh Kudus sebagai pribadi, yang terpisah dari Bapa dan Putera, Ia memiliki kesatuan substansi dengan mereka; menjadi Allah seperti mereka. Roh Kudus juga adalah Tuhan berkat kesamaan esensi Ilahi yang dimilikinya.

Pelbagai teori yang mengemukakan tentang Roh Kudus adalah Tuhan, beberapa telah diungkapkan pada bagian sebelumnya. Akan tetapi pada bagian ini, akan diulas secara tersendiri tesis yang secara eksplisit mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan. Tentunya Gereja yang menegaskan tesis ini sebagai suatu kebenaran, tidak berangkat dari suatu khayalan atau prediksi belaka, tetapi Gereja sendiri telah mengalami secara langsung eksistensi bersama Roh Kudus itu sendiri yang adalah Tuhan.

Ketiga Pribadi yang bereksistensi dalam Allah Tritunggal pada hakikatnya adalah satu. Dengan demikian kita mempunyai satu Allah dalam tiga Pribadi. Kenyataan akan hal ini dapat ditemukan dalam pernyataan yang lebih mendalam tentang adanya kesamaan kodrat dan esensi antar ketiganya. Baik Bapa, Putera maupun Roh Kudus, ketiganya mempunyai esensi Ilahi. Dengan demikian berdasarkan ajaran tersebut maka kita dapat dengan langsung mengatakan bahwa Roh Kudus juga adalah Tuhan, sama hakikatnya dengan Bapa dan Putera. Pernyataan inilah yang ditolak oleh para Macedonian yang terdiri dari beberapa uskup, yang pada akhirnya mereka dipisahkan dari Gereja universal sehubungan dengan ajaran sesat yang mereka sampaikan.

Dalam dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus ini setiap orang yang berada di bawah pengajaran Gereja Katolik haruslah memahami istilah “substansi” sebagaimana yang sering disebutkan pada bagian sebelumnya. Dalam dogma ini, kata atau istilah “substansi”, yang dalam Yunani klasik sering diperdebatkan dengan istilah “aksidensi”, sebenarnya harus dimengerti dengan pengertian “esensi”. Dalam hal ini, penggunaan kata-kata ini kita temukan dalam pernyataan Athanasius yang berbicara mengenai satu “substansi” dalam diri Allah, sebagai satu esensi, untuk menunjukkan kesamaan dalam ketiga pribadi Allah itu. Demikian pula yang dirumuskan oleh Sinode Sardica (tahun 343). Dalam diri Allah hanya ada satu substansi.

Kenyataan yang jelas menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan dapat juga kita temukan dasarnya dalam Kitab Suci. Dalam mazmur dikatakan bahwa “Tuhan ada dalam Bait Kudus-Nya”. Pernyataan ini secara implisit menunjuk pada apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “…tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (bdk. 1 Kor. 6:19) Selain itu, dikatakan juga pada ayat sebelumnya (15) “tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!” Demikianlah nyata bahwa Kristus yang adalah sungguh Allah mempunyai anggota, yakni tubuh yang sebenarnya tidak mungkin dikatakan bait Roh Kudus, jika Roh Kudus itu sendiri bukanlah Tuhan.

Pengudusan manusia adalah sebuah pekerjaan yang secara langsung menunjuk pada pekerjaan atau tugas Allah. Dalam Im. 22:32 dikatakan bahwa, “…sebab Akulah Tuhan yang menguduskan kamu..” Seraya memperkuat teks ini, Rasul Paulus juga mengatakan bahwa “…kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita (bdk. 1 Kor. 6:11)… akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.” (bdk. 2 Tes. 2:13) Demikianlah jelas bahwa Roh Kudus itu adalah Tuhan.

Memang beberapa teks dapat kita temukan secara eksplisit mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan. Dalam hal ini Gereja mengakui bahwa Putera Allah adalah sungguh Allah. Sekali lagi Paulus berkata bahwa, “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.” (bdk. Gal. 4:5) Dapat dikatakan bahwa Roh Kudus adalah penyebab pengangkatan kita. Dalam hal ini berkat kemurahan hati Allah kita semua, manusia yang berserah kepada-Nya, tidak menerima roh perbudakan yang membuat kita ketakutan, tetapi kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru “Abba, ya Bapa..” (bdk. Rm. 8:15) Hendaknya penjelasan ini membuka pengertian kita bahwa seandainya Roh Kudus bukan Tuhan, maka Ia sendiri adalah ciptaan. Akan tetapi, tidak mungkin suatu ciptaan spiritual dimasukkan ke dalam batin dari setiap bagian ciptaan lainnya sejak sebuah ciptaan belum bereksistensi. Pada kenyataannya, Roh Kudus telah dimasukkan dalam kedalaman jiwa para kudus dan mereka berpartisipasi di dalam Dia, sehingga mereka dapat berbicara. Kita percaya bahwa Kristus dalam pengajaran dan karyanya sungguh-sungguh dipenuhi oleh Roh Kudus dan demikian juga halnya dengan para Rasul (bdk. Luk. 4:1 dan Kis. 2:4).

Demikianlah Roh Kudus memiliki banyak keistimewaan sebagai suatu Pribadi. Dengan jelas hal ini mengindikasikan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan sejak Ia menyematkan pada diri-Nya pekerjaan yang secara absolut merupakan pekerjaan Allah.

Refleksi

Berdasarkan pelbagai uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus ini memang sangat penting untuk dipahami oleh semua umat Kristiani, lebih khusus lagi umat Katolik. Kenyataan yang dapat dilihat dewasa ini, yakni sebagian besar umat belum memahami secara mendalam perihal eksistensi Ketuhanan Roh Kudus. Memang kita dapat mengatakan bahwa sebagai orang Kristen, kita semua telah mengalami pembaptisan dengan rumusan “demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”. Akan tetapi, kesadaran akan Roh Kudus itu sebagai Tuhan yang transenden dan imanen, tampaknya masih kurang.

Dalam uraian tentang latar belakang perumusan dogma ini oleh pihak Gereja, menunjukkan kepada kita bahwa meskipun dikatakan bahwa kita memiliki iman yang teguh akan Allah Tritunggal tetapi kita memang belum mengenal ketiga Pribadi yang menyatu di dalam Tritunggal itu secara mendalam. Kebanyakan yang menolak dogma Ketuhanan Roh Kudus ini adalah mereka yang telah menjabat sebagai uskup dan imam. Barangkali kita memang harus mengakui bahwa kita selama ini mengimani apa yang tampak secara inderawi. Kenyataannya kita mengakui Yesus Kristus, sebab Dia telah datang ke tengah-tengah manusia sebagai manusia yang dapat diraba, dapat dicintai, dan sebaliknya dapat juga dibunuh. Akan tetapi Roh Kudus yang bekerja di dalam diri-Nya, sering kita lupakan. Padahal Roh Kudus itulah yang hingga pada saat ini tetap bekerja dan mendampingi setiap langkah manusia.

Sudah seharusnya kita menyadari bahwa Roh Kudus adalah sungguh-sungguh Tuhan. Sudah barang tentu hal ini tidak hanya sebutan atau gelar belaka melainkan lebih daripada itu merupakan hakikat yang melekat pada diri-Nya. Kesatuan-Nya dalam Allah Tritunggal, membuat Dia dapat dikenal secara nyata dalam kehendak Bapa yang dinyatakan dalam karya Putera. Iman yang didasarkan pada wujud yang dapat ditangkap secara inderawi sebenarnya membuat kebanyakan orang tergelincir dalam kesesatan. Akan tetapi berkat kemurahan hati Allah, Roh Kudus beberapa kali tampak kepada manusia entah dalam rupa angin, lidah-lidah api, burung merpati, dan sebagainya. Akan tetapi, hal ini tidak secara total mengungkapkan keseluruhan eksistensinya sebagai Allah. Dalam uraian dogma di atas, dikatakan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan, dikenal lewat pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan atau karya itu sesungguhnya tidak dapat dilakukan oleh sebuah ciptaan belaka. Roh Kudus sering dikatakan yang memberi hidup, Dialah sumber kebenaran, Dia yang memberi semangat, Dia yang turut serta dalam proses pengandungan sang Putera Allah, demikian juga Dialah yang telah bekerja sejak awal penciptaan dan akan tetap mendampingi manusia sebagai Sang Penolong, hingga selama-lamanya.

Dogma Ketuhanan Roh Kudus ini membangkitkan pemahaman yang lebih mendalam bahwa Roh Kudus bukanlah “pesuruh” Allah, melainkan sungguh-sungguh Allah yang sangat penting peranan-Nya dalam karya penyelamatan. Kesadaran yang kemudian berkembang itulah bahwa ternyata dalam liturgi dan doa-doa Gereja Katolik itu lebih daripada soal kumpulan rumus-rumus ajaran belaka. Apa yang terjadi setiap kali kita merayakan liturgi, sungguh-sungguh memberikan kesaksian bahwa Gereja senantiasa berdoa kepada Bapa, dengan perantaraan Putera, oleh Roh Kudus. Keterarahan kita kepada Bapa melalui Putera hanya mungkin terjadi oleh Roh Kudus. Sebab Roh sendiri berdoa untuk kita dengan pelbagai keluhan yang tak terucapkan. (bdk. Rm.8:26) Oleh karena ke-Allah-an Roh Kudus, maka manusia dapat mengalami pengalaman akan Roh. Dengan kata lain, berkat Roh Kudus itu, kita boleh menerima rahmat yang pertama-tama adalah Allah sendiri yang menghubungi manusia. Pengalaman akan Roh Kudus ini dapat dikatakan juga pengalaman akan Allah. Dalam hal ini kita mengalami kebahagiaan yang secara khusus dianugerahkan oleh Allah.

Penutup

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dari sekian uraian tentang dogma Ketuhanan Roh Kudus ini, yang sebenarnya hendak dikatakan adalah Roh Kudus itu juga Tuhan. Roh Kudus itu sendiri adalah sungguh-sungguh Allah. Hal ini dapat menjadi dasar bagi kita yang telah sekian lama mengungkapkan pernyataan iman kita dalam bentuk syahadat/Credo. Selanjutnya dogma ini juga memberikan pengetahuan kepada kita bahwa Roh Kudus tidak diperanakkan melainkan merupakan suatu substansi ilahi. Roh Kudus sesungguhnya berasal dari Bapa dan Putera. Dan oleh karena itu Ia memiliki kesamaan yang prinsipil sebagai Pribadi yang ilahi.

Roh Kudus telah dianugerahkan kepada kita masing-masing. Inilah janji yang telah dipenuhi Tuhan pada hari Pentakosta. Melalui dogma tentang Ketuhanan Roh Kudus ini, kita diharapkan mampu memandang, menerima dan menyembah Dia, sebagaimana kita juga menyembah Bapa dan Putera sebagai Allah. Barangkali dalam benak kita masih bermunculan pertanyaan yang meragukan eksistensi Roh Kudus sebagai Tuhan. Hendaknya kita tetap memohon kepada Roh Kudus untuk senantiasa memberikan kepada kita kebijaksaanan untuk memahami misteri ini sebagaimana yang diungkapkan dalam Kitab Suci dan pelbagai tradisi Gereja.

Sharing :

  1. Pernahkah Anda sebagai seorang Katolik mengalami suatu pergolakan sehubungan dengan keyakinan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan? Atau pernahkah Anda merasakan adanya keragu-raguan mengenai ketuhanan Roh Kudus ini? Sharingkanlah pengalaman Anda
  2. Bagaimana peranan Roh Kudus di dalam hidup Anda? Sharingkanlah pengalaman Anda bersama Roh Kudus dengan teman-teman Anda

Sumber:

Majalah Rohani Vacare Deo (Media Pengajaran Komunitas Tritunggal Mahakudus)

www.holytrinitycarmel.com