Sesi 26 - Week of 9th Jun 2019

Santo Andreas Kim Taegon


Intro

Dalam CG hari ini, kita akan membaca riwayat hidup Santo Andreas Kim Taegon, martir dari Korea. Mungkin nama Santo ini tidak asing bagi kita karena ada sebuah gereja stasi di Keuskupan Agung Jakarta, bagian dari Paroki St Yakobus Kelapa Gading, yang didedikasikan khusus untuk mengenang St. Andreas Kim Taegon. Ini adalah gereja pertama di Indonesia yang pelindungnya bukan Santo atau Santa dari Eropa. Melalui riwayat hidup Santo Andreas Kim Taegon ini, kita dapat mencontoh semangat umat awam Korea yang menyebarkan iman Katolik tanpa kehadiran pastor atau misionaris asing.

Bahan

Gereja Katolik Perdana di Korea

Kekristenan dibawa ke Korea oleh orang awam di abad ke-17, kemungkinan ketika Jepang menyerang Korea. Para tentara Jepang yang telah memeluk agama Kristen berusaha menyebarkan agama ini dan membaptis orang Korea. Selain itu ada juga orang Korea yang pergi ke negara asing lalu dibaptis disana kemudian kembali ke negaranya dan mensharingkan imannya kepada orang lain.

Evangelisasi tidak mudah karena Korea menolak segala bentuk hubungan dengan dunia luar dan hanya memperbolehkan perjalanan ke Beijing untuk membayar pajak. Kemudian pastor-pastor Jesuit di Cina berhasil memasukkan buku-buku Kristiani termasuk buku teologi yang ditulis oleh Matteo Ricci, seorang pastor Jesuit yang tinggal di Cina. Umat Katolik di Korea mempelajarinya dan diam-diam berkembang, memupuk iman mereka dengan Sabda Allah.

Ketika beberapa tahun kemudian seorang pastor dari Cina berhasil masuk ke Korea dengan diam-diam, beliau menemukan 4.000 orang Katolik yang sebelumnya tidak pernah bertemu dengan seorang pastor. Beberapa tahun setelahnya, jumlah umat Katolik di Korea bertambah menjadi 10.000 orang. Di akhir abad ke-18, agama Katolik Roma di Korea mulai “secara sangat perlahan mengakar”, dan diperkenalkan oleh umat awam. Baru pada tahun 1836 Korea menerima kedatangan para imam misionaris yakni para biarawan MEP dari Perancis yang memperkenalkan umat Korea pada kehidupan sakramen.

Di akhir masa dinasti Joseon, agama Kristiani ditindas keras dan banyak umat Kristiani yang disiksa dan dibunuh. Umat Katolik harus secara tertutup mempraktekkan iman mereka. Beberapa ribu umat Kristiani (Katolik, Presbyterian, dan Methodist) dihukum mati selama masa ini, termasuk diantaranya St. Andreas Kim Taegon. Pada tahun 1866, pemerintah Korea mengeluarkan keputusan untuk membunuh semua orang Katolik. Sekitar 2.000 orang Katolik dipenggal dan tubuhnya dibuang ke sungai Han. Hanya segelintir yang dapat diidentifikasi.

Riwayat Hidup

St. Andreas Kim Taegon adalah imam Katolik pertama dari Korea. Ia lahir di tengah keluarga terpandang masyarakat Korea saat itu. Keluarganya kemudian berubah memeluk agama Katolik dan karena itu anggota keluarganya banyak yang dimartir termasuk ayahnya, Ignatius Kim, dihukum mati. Menjadi Kristen adalah suatu tindakan terlarang di Korea saat itu yang sangat kental dengan aliran Konfusianisme-nya. Karena laki-laki dalam keluarganya banyak yang dibunuh, keluarga Kim pun menjadi miskin dan ibunya menjadi pengemis.

Setelah dibaptis pada umur 15 tahun, Kim Taegon melakukan perjalanan jauh untuk masuk seminari di Makau yang pada saat itu adalah jajahan Portugis. Setelah beberapa tahun ia kembali ke Korea lalu menyebrangi laut ke Shanghai dan ditahbiskan menjadi seorang imam oleh Uskup dari Perancis pada tahun 1845. Ia kemudian kembali ke Korea untuk berkhotbah dan menyebarkan Injil.

Pengalaman Kim melakukan perjalanan diam-diam dari Korea ke Cina dengan berjalan kaki dan menggunakan perahu nelayan kecil membantu Kim membuat peta yang cukup akurat. Ia kemudian ditugaskan untuk membantu lebih banyak misionaris masuk ke Korea lewat laut tanpa diketahui petugas perbatasan. Ia kemudian ditangkap, disiksa dan dihukum pancung di sungai Han dekat kota Seoul pada usia 25 tahun, hanya selang setahun setelah ia ditahbiskan.

Kata-kata terakhirnya adalah:

“Ini adalah waktu terakhir dari hidupku, dengarkan aku baik-baik: bila aku pernah berkomunikasi dengan orang asing, maka hal ini terjadi untuk agama dan Tuhan-ku. Adalah untuk-Nya aku ini mati. Kehidupan abadiku baru mulai. Jadilah orang Kristiani bila engkau berharap untuk bahagia setelah meninggal dunia, karena Tuhan memiliki hukuman abadi bagi mereka yang menolak untuk mengenal-Nya.”

St Andrew Kim Taegon

Andreas Kim dan ayahnya Ignatius Kim dibeatifikasi pada tanggal 25 Juli 1925. Pada tahun 1949, Paus menetapkan Andreas Kim Taegon sebagai pelindung para imam Katolik di Korea.

Sebanyak 103 orang Katolik dibunuh antara tahun 1839 dan 1867. Dalam kunjungannya ke Korea, pada tanggal 6 Mei 1984, Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasi Andreas Kim Taegon bersama dengan 102 orang martir Korea lainnya, termasuk diantaranya Santo Paulus Chong Hasang, seorang katekis awam. Ini adalah upacara kanonisasi pertama yang diadakan di luar Vatikan. Sebagian besar dari martir ini adalah orang awam, mulai dari yang tua sampai muda, laki-laki dan perempuan, orang miskin dan orang kaya. Hari raya penghormatan kepada mereka adalah tanggal 20 September.

Selain itu, ada sepuluh anggota Serikat Misi Asing Paris pun menjadi martir: 3 Uskup dan 7 Imam. Dengan ini, jumlah total martir di Korea ada 113 orang. Kebebasan beragama dimulai di Korea tahun 1883.

Apa maknanya bagi kita?

Kita mengagumi Gereja di Korea yang pada dasarnya didirikan oleh umat awam selama berpuluh tahun. Bagaimana orang-orang Katolik ini dapat bertahan tanpa Ekaristi? Memang Ekaristi adalah puncak dari iman Katolik dan sakramen-sakramen lainnya sangat penting, tetapi disini kita belajar bahwa iman yang hidup adalah dasar dari semuanya. Sakramen menambahkan iman dan berkat yang sudah ada sebelumnya.

Santo Andreas Kim Taegon dan Santo Paulus Chong Hasang mewakili orang Katolik Korea yang pemberani dan rela membayar kasih Kristus dengan nyawa mereka. Saat upacara kanonisasi, Paus Yohanes Paulus II berkata:

“Gereja di Korea sangatlah unik karena didirikan oleh umat awam. Gereja muda ini dengan iman yang kuat berhasil bertahan melewati penindasan yang datang silih berganti. Sehingga, dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, Gereja ini telah melahirkan 10.000 martir. Kematian para martir ini memberi kehidupan sehingga Gereja Katolik terus bertumbuh pesat di Korea sampai saat ini. Bahkan para martir ini tetap menjadi penopang bagi umat Kristiani yang hidup di bagian Utara dari negara yang terbelah ini.”

Setiap martir mewartakan sebuah pelajaran tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ketika kita merenungkan kematian seorang martir, kita mendengarkan sebuah pesan. Mari kita meminta para martir Korea menolong kita mengasihi Yesus dan Gereja-nya seperti mereka.

Pertanyaan Sharing

  1. Dari kisah di atas, sangat jelas peranan umat awam dalam penyebaran iman Katolik di Korea. Sebagai umat awam, hal apa yang bisa/ingin kamu lakukan untuk menyebarkan iman di dalam keluargamu, komunitasmu ataupun parokimu?
  2. Apakah kamu pernah mendapat batasan/larangan dalam menjalani imanmu? Jika ya, sharingkan bagaimana kamu dapat tetap bertahan dengan imanmu sampai saat ini.
  3. Sharingkan perubahan yang kamu alami setelah menerima sakramen, misalnya sakramen Ekaristi atau sakramen Rekonsiliasi. Apa yang kamu rasakan jika kamu tidak dapat menerima sakramen Ekaristi dalam satu minggu (karena hal-hal yang tidak dapat kamu kontrol, bukan karena malas)?

Referensi