Sesi 21 - Week of 11 Feb 2024

Kemurnian (Chastity)


Intro

Mungkin banyak dari kita yang mengasosiasikan kata “kemurnian (chastity)” dengan artinya yang paling dasar yaitu pantang berhubungan seks. Tetapi sebenarnya ada makna yang lebih dalam dari itu dan banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa tentang kemurnian (chastity) ada diajarkan di dalam Kitab Suci dan KGK (Katekismus Gereja Katolik). Lalu kita pun bertanya apa pentingnya sih ‘kemurnian’ sampai Gereja merasa perlu untuk mengajarkannya? Jawabannya singkat: karena kemurnian berhubungan erat dengan kebahagiaan kita! Di sesi CG hari ini, kita akan membahas bagaimana manusia bisa mendapatkan kebahagiaan dengan hidup yang murni.

Main Discussion

A. Tiga definisi kemurnian menurut Gereja Katolik

Kemurnian = keutuhan seksualitas secara jasmani dan rohani

Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, yang utuh dengan masing-masing mempunyai kebutuhan jasmani dan rohani. Seks adalah kebutuhan jasmani manusia tetapi manusia juga memiliki kebutuhan rohani untuk bersatu dengan pasangan yang sepadan, dimana keduanya bisa menyerahkan diri dengan total kepada pasangannya. Jika kita menyadari akan kebutuhan jasmani dan rohani ini, maka kita dapat melihat bahwa tubuh kita diciptakan Tuhan untuk maksud yang ilahi, dan dengan tubuh ini kita dapat memuliakan Tuhan.

Dengan penghayatan ini, kita tidak mudah dibingungkan oleh kedua pandangan ekstrim yang ada di dunia ini: 1) mengagungkan hal- hal rohani sampai menolak segala sesuatu yang bersifat jasmani/seksual dan menganggapnya dosa; 2) mengagungkan hal-hal jasmani dan seksual sampai ke tingkat yang tidak semestinya, dan menolak segala yang bersifat rohani. Kedua pandangan ekstrim ini keliru karena memisahkan tubuh dan jiwa. (Baca KGK 2337)

Kemurnian = pengendalian diri yang mengacu kepada kelemahlembutan dan kesetiaan Allah

Kemurnian menjadi penting, karena kasih yang sempurna (seperti kasih Allah kepada manusia) mensyaratkan kemurnian dalam cara menyampaikannya. Seorang yang murni adalah seorang yang dapat mengendalikan dirinya, pada saat menyerahkan dirinya pada orang lain; sehingga dapat menjadi saksi bagi orang lain tentang kesetiaan dan kelemahlembutan kasih Allah. (Baca KGK 2346)

Kemurnian = peneguhan dan pemberian diri yang tidak diwarnai cinta diri/mementingkan diri sendiri

Kemurnian adalah peneguhan penuh sukacita dari seseorang yang mengetahui bagaimana ia hidup dengan memberikan dirinya, yang tidak dibatasi oleh segala bentuk perbudakan cinta diri. Atau dengan kata lain, kemurnian membuat seseorang rela memberikan dirinya untuk kepentingan orang lain.

Hal pemberian diri yang murni ini memang tidak mudah dilakukan, terutama karena manusia cenderung memiliki rasa cinta diri. Kasih kita kepada sesama secara umum dapat diuji dengan pertanyaan ini: Apakah dalam berelasi dengan sesama, fokus saya adalah menyenangkan diri sendiri atau menyenangkan orang lain? Apakah dalam berelasi dengan orang lain saya membantunya untuk hidup kudus/murni atau malah menjerumuskannya? Paus Yohanes Paulus II mengajarkan, “Para pria dan wanita yang ber-relasi satu sama lain dengan kemurnian sungguh memuliakan Allah dengan tubuh mereka.”

B. Hubungan kemurnian dengan kebahagiaan

Sebagai umat beriman, kita semua dipanggil untuk hidup murni, entah seseorang hidup sebagai seorang religius, atau mereka yang menikah maupun yang tidak menikah. Kita semua dipanggil untuk hidup kudus, sebab tubuh kita ini adalah bait Allah Roh Kudus (lih. 1 Kor 6:19). Mereka yang sudah menikah dipanggil untuk hidup dalam kemurnian pernikahan, sedangkan yang tidak menikah, kemurnian dengan tidak melakukan aktivitas seksual.

Tuhan menciptakan kita sesuai dengan gambaran-Nya untuk maksud yang mulia: yaitu agar kita berbahagia bersama-Nya, tanpa cacat dan cela (lih. Ef 1:3-6). Caranya adalah dengan mengasihi dan memberikan diri. Seseorang yang selalu berpusat pada diri sendiri dan tak pernah memberikan dirinya kepada orang lain, tidak akan hidup bahagia. Sedangkan seseorang yang mau memberikan dirinya bagi orang lain akan menemukan arti hidupnya.

Pemberian diri yang tulus yang dikehendaki Tuhan ini adalah pemberian kasih yang murni. Itulah sebabnya kita perlu mengetahui dan melaksanakan kebajikan kemurnian, karena hanya dengan menerapkannya, maka kita dapat sungguh berbahagia dan kelak dapat memandang Allah di surga. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

C. Langkah-langkah untuk mengusahakan kemurnian

Sejak manusia pertama jatuh dalam dosa, kita sebagai manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa (concupiscence) walaupun telah dibaptis (yang berarti telah menerima rahmat pengudusan dan karunia menjadi anak-anak Allah). Inilah yang membuat manusia mudah jatuh ke dalam dosa melawan kemurnian karena daging itu lemah. Dunia sekuler pun semakin menyesatkan pandangan tentang kemurnian dan membuat orang lebih mudah jatuh ke dalam dosa. Berikut adalah langkah-langkah untuk mengusahakan kemurnian di dalam hidup kita.

Mengenal diri sendiri

Kita harus mengenal dan mencintai diri sendiri, semua kelebihan dan kekurangan kita, juga panggilan hidup kita, sehingga kita tahu di area mana kita harus memperbaiki diri. Untuk itu, kita minta agar Roh Kudus menyingkapkan apa yang tersembunyi yang ada di dalam diri kita.

Mohon rahmat Tuhan

Kita memohon kepada Tuhan agar membersihkan hati kita dari pikiran-pikiran dan kecenderungan yang tidak semestinya karena jika kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu melawan godaan untuk berbuat dosa. Rajin menerima Sakramen Ekaristi, agar kita dikuatkan oleh Tubuh dan Darah Yesus yang secara nyata hadir lewat rupa roti dan anggur. Juga menerima Sakramen Tobat, karena lewat sakramen Tobat, kita berdamai dengan Allah dan dengan Gereja melalui absolusi yang diberikan Pastor.

Melatih pengendalian diri

Kita harus melatih pengendalian diri, dan mempraktekkan ajaran kemurnian ini, dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Perjuangan melawan keinginan daging terjadi melalui pembersihan hati dan latihan menjaga batas dalam segala hal. Untuk pembersihan hati dibutuhkan doa, mempraktekkan kemurnian, mempunyai maksud dan pandangan yang murni (KGK 2530 & 2532). Jauhi segala kesempatan yang mendorong kita untuk berpikir atau melakukan hal-hal yang tidak sopan. Jauhilah pembicaraan yang ‘nyerempet’ ke arah hal yang porno. Carilah kesibukan yang lebih bermanfaat dan membangun.

Kemurnian hati mensyaratkan sikap bersahaja (modesty)

Sikap bersahaja (modesty) adalah:

  • mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih
  • mengharuskan prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi (dengan kata lain harus ada ikatan pernikahan sebelum berhubungan seksual)
  • mempengaruhi pemilihan busana
  • diam atau menahan diri jika ada resiko ingin tahu yang tidak sehat
  • bijaksana dalam menghormati privacy orang lain

Sikap yang pantas dan bersahaja (modesty) dalam perkataan, perbuatan dan cara berpakaian adalah sangat penting untuk menciptakan atmosfir yang cocok untuk pertumbuhan kemurnian.

D. Pelanggaran terhadap kemurnian

Perlu dijelaskan bahwa di dalam ajaran Katolik, hubungan seksual yang murni adalah hubungan seksual antara suami istri yang sesuai dengan janji pernikahan mereka, di mana mereka memberikan dirinya dengan bebas (tanpa paksaan), total, setia, dan melahirkan keturunan. Jika di dalam hubungan seksual, salah satu dari keempat nilai ini tidak ada, maka hubungan itu tidak lagi murni. Maka dari itu, di dalam KGK, dibahas tentang dosa-dosa yang melawan kemurnian supaya umat Katolik mengerti dan bisa menghindarinya.

Nafsu/ketidakmurnian

KGK 2351 Nafsu adalah hasrat yang menyimpang akan, ataupun kenikmatan yang tidak teratur akan kesenangan seksual. Keinginan seksual itu tidak teratur secara moral, apabila ia dikejar karena dirinya sendiri dan dengan demikian dilepaskan dari tujuan batinnya untuk melanjutkan kehidupan (procreative) dan untuk hubungan cinta kasih (unitive). (lihat kembali 4 nilai dalam janji pernikahan)

Nafsu selalu ada di dalam diri manusia, tetapi yang membuat manusia jatuh dalam dosa adalah ketika nafsu itu tidak bisa dikendalikan dan menjadi perbuatan. Berawal dari nafsu, bisa terjadi percabulan, perzinahan (adultery), seks di luar nikah, aksi pornografi, prostitusi, homoseksualitas, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi, dll. Satu kesamaan dari semua perbuatan dosa ini adalah manusia dipandang sebagai suatu objek untuk kepuasan diri, bukan sebagai seorang individu yang indah sebagaimana awalnya kodrat kita diciptakan oleh Tuhan.

Masturbasi

KGK 2352 Masturbasi adalah rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan tujuan membangkitkan kenikmatan seksual. “Baik Wewenang Mengajar Gereja dalam tradisinya yang tidak berubah maupun perasaan susila umat beriman telah tidak pernah meragukan, untuk mencap masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat menyimpang”.

Walaupun ada pandangan psikologis yang menyetujui masturbasi sebagai suatu cara ‘penyaluran’ dorongan seksual, namun Gereja tidak pernah membenarkan tindakan tersebut. Masturbasi adalah tindakan yang didasari motif mengagungkan kenikmatan seksual di atas segalanya, dan ini dapat berisiko menjadikan seseorang kecanduan seksual, di mana seseorang menempatkan kenikmatan badani sebagai tuhannya. Maka harus dicari jalan yang positif untuk menyalurkan dorongan-dorongan seksual, agar fokusnya bukan menyalurkan dorongan tersebut dengan melakukan aktivitas seksual, tetapi mengarahkannya kepada aktivitas lain yang membangun tubuh dan jiwa.

Percabulan

KGK 2353 Percabulan adalah hubungan badan antara seorang pria dan seorang wanita yang tidak menikah satu dengan yang lain. Ini adalah satu pelanggaran besar terhadap martabat orang-orang ini dan terhadap seksualitas manusia itu sendiri, yang dari kodratnya diarahkan kepada kebahagiaan suami isteri serta kepada melahirkan keturunan dan pendidikan anak-anak. Selain itu ia juga merupakan skandal berat, karena dengan demikian moral anak-anak muda dirusakkan.

Termasuk di sini adalah hidup bersama sebelum menikah, karena umumnya mereka yang melakukannya mempunyai kecenderungan untuk melakukan dosa percabulan. Percabulan ini juga tidak terbatas dengan tindakan nyata, sebab seseorang dapat jatuh dalam dosa percabulan dengan pikirannya (lih. Mat 5:28; KGK 2528).

Bagaimana agar tidak jatuh dalam dosa percabulan sebelum menikah? Demikian adalah anjuran dari Johann Christoph Arnold, dalam bukunya A Plea for Purity: “Pelukan yang lama, saling bercumbu, ciuman bibir dan segala hal lain yang dapat mendorong hasrat seksual harus dihindari. Hasrat untuk berdekatan secara fisik antara sepasang kekasih adalah sesuatu yang wajar, namun daripada membangkitkan hasrat seputar keintiman ini, pasangan tersebut harus memfokuskan diri untuk mengenal pasangan dengan lebih akrab secara rohani, dan saling membangun kasih kepada Yesus dan Gereja-Nya.”

Pornografi

KGK 2354 Pornografi mengambil persetubuhan yang sebenarnya atau yang dibuat-buat dengan sengaja dan keintiman para pelaku dan menunjukkannya kepada pihak ketiga. Ia menodai kemurnian, karena ia meyimpangkan makna hubungan suami isteri, penyerahan diri yang intim antara suami dan isteri. Ia sangat merusak martabat semua mereka yang ikut berperan (para aktor, pedagang, dan penonton), karena mereka ini menjadi obyek kenikmatan primitif dan sumber keuntungan yang tidak diperbolehkan. Pornografi menenggelamkan semua yang berperan di dalamnya dalam sebuah dunia semu. Ia adalah suatu pelangaran berat. Pemerintah berkewajiban mencegah pengadaan dan penyebarluasan bahan-bahan pornografi.

Sayangnya, sekarang pornografi ini marak di mana-mana dan mudah diakses oleh kalangan luas termasuk anak-anak. Diperlukan kehendak yang kuat dan konsistensi untuk menolak pornografi.

Prostitusi

KGK 2355 Prostitusi menodai martabat orang yang melakukannya dan orang dengan demikian merendahkan diri sendiri dengan menjadikan diri obyek kenikmatan semata-mata bagi orang lain. Siapa yang melakukannya, berdosa berat terhadap diri sendiri; ia memutuskan hubungan dengan kemurnian yang telah ia janjikan pada waktu Pembaptisan, dan menodai tubuhnya, kenisah Roh Kudus (Bdk. 1 Kor 6:15-20). Prostitusi adalah satu bencana untuk masyarakat. Sebagaimana, biasa ia menyangkut para wanita, tetapi juga para pria, anak-anak, atau orang muda (kedua kelompok terakhir melibatkan dosa tambahan karena penyesatan). Adalah selalu dosa berat, menyerahkan diri kepada prostitusi; keadaaan darurat, paksaan, dan tekanan yang dilakukan oleh masyarakat dapat mengurangi bobot kesalahan.

Perkosaan

KGK 2356 Perkosaan adalah satu pelanggaran dengan kekerasan dalam keintiman seksual seorang manusia. Ia adalah pelanggaran terhadap keadilan dan cinta kasih. Perkosaan adalah pelanggaran hak yang dimiliki setiap manusia atas penghormatan, kebebasan, keutuhan fisik, dan jiwa. Ia menyebabkan kerusakan besar, yang dapat membebani korban seumur hidup. Ia selalu merupakan suatu perbuatan yang pada dasarnya/dengan sendirinya jahat. Lebih buruk lagi, apabila orang-tua atau para pendidik memperkosa anak-anak yang dipercayakan kepada mereka.

Homoseksualitas

KGK 2357 Homoseksualitas adalah hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang sejenis kelamin. Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat bervariasi. Asal-usul psikisnya masih belum jelas sama sekali. Berdasarkan Kitab Suci yang melukiskannya sebagai penyelewengan besar (Bdk.Kej 19:1-29; Rm 1:24-27; 1 Kor 6:10; 1 Tim 1:10) tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa “perbuatan homoseksual itu sangat menyimpang”. Perbuatan itu melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan.

E. Apa yang harus dilakukan jika sudah melanggar?

Jika karena satu dan lain hal (entah karena ketidaktahuan ataupun karena kesalahan), seseorang tidak sepenuhnya menjalankan ajaran kemurnian di masa yang lalu, jangan berputus asa. Tuhan Yesus datang untuk mengampuni dosa-dosa manusia. Asalkan ia dengan tulus menyesali segala dosa dan kesalahannya, maka Tuhan akan mengampuninya. Seperti Yesus mengampuni perempuan yang berdosa (Maria Magdalena), dan pengampunan ini mengubah kehidupan perempuan ini; Yesuspun dapat mengampuni kita dan mengubah kehidupan kita.

Sharing Questions

  1. Apakah pandanganmu tentang kemurnian (chastity) selama ini sama dengan penjelasan di atas? Menurutmu seberapa penting kemurnian dalam hubungan sepasang laki-laki dan perempuan?
  2. Sharingkan 1 kejadian yang terekam jelas di memori-mu di mana kamu melihat seseorang memberikan kasih yang murni kepada pasangannya. (bisa cerita kamu sendiri dengan pasangan, atau antara orang tua kalian, atau pasangan lain yang kamu kenal).
  3. Apa pendapatmu tentang statement ini: “Modesty makes someone more attractive”?

Reference