[2024] Sesi 43 - Week of 18 Aug 2024

Personal Vocation


Intro

Dalam sesi CG yang lalu, kita telah belajar tentang panggilan hidup Kristiani dan bagaimana Allah memanggil manusia untuk hidup bahagia sebagai anggota keluarga-Nya. Melalui pembaptisan, kita mendapat peran sebagai imam, nabi dan raja, yang kita wujudkan dalam perutusan dan karya pelayanan kita.

Selain itu, kita juga mempunyai panggilan hidup utama (primary vocation), yaitu menjadi rohaniwan/rohaniwati atau hidup berkeluarga.

Kemudian, masing-masing dari kita tentunya menjalani peran yang berbeda-beda di dalam keluarga, lingkungan gereja, kantor/sekolah dan di masyarakat. Ini yang disebut “secondary vocation” dan kita bisa menjalani beberapa peran pada waktu yang bersamaan.

Dalam sesi CG hari ini, kita diajak untuk melihat satu jenis panggilan lagi, yaitu panggilan personal Tuhan bagi kita masing-masing. Hanya setelah kita dapat benar-benar memahami panggilan hidup personal kita (internal), maka kita akan dapat menjalani panggilan hidup kita untuk memberikan diri sebagai hadiah kepada orang lain (eksternal).

Main Topic

Panggilan hidup personal adalah panggilan yang utama karena kita masing-masing diciptakan untuk mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Panggilan hidup lainnya mengalir dari sini.

Panggilan hidup personal adalah tentang apa yang Tuhan ingin kamu lakukan dengan hidupmu, di setiap momen setiap hari, menjalani rencana-Nya untukmu. Kita semua dipanggil untuk menjadi suci, namun cara mencapainya berbeda bagi setiap orang. Ada beberapa hal yang umum, misalnya berdoa, menerima rahmat dari Misa dan sakramen. Namun, kesucian pada dasarnya adalah hubungan dengan Tuhan, dan tidak ada dua hubungan yang persis sama. Tuhan tidak mencintaimu dengan cara yang sama seperti Dia mencintai saudaramu atau temanmu. Setiap dari kita mempunyai hubungan yang unik dengan Tuhan.

Lalu kemudian apa yang kita lakukan dengan hubungan itu? Kita percaya bahwa Tuhan sangat mengasihi kita dan tahu apa yang terbaik untuk kita. Dia tahu dampak dari tindakan kita dan bagaimana tindakan ini bisa cocok dengan tindakan orang lain untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Tuhan tahu kemana kita menuju lebih baik daripada diri kita sendiri. Jadi, panggilan hidup personal kita adalah mengikuti rencana Tuhan untuk hidup kita masing-masing. Dari situ muncul kewajiban tertentu — yaitu harus tetap dekat dengan-Nya (panggilan untuk menjadi suci), terus belajar tentang Dia, dan melewati pintu-pintu yang Tuhan telah buka untuk kita.

Kita terberkati dengan banyaknya role model yang telah menemukan dan menghidupi panggilan hidup personal mereka. Mari kita baca beberapa kisah di bawah ini:

Menjawab “Ya” Atas Undangan Tuhan

Luk 1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Ketika malaikat Gabriel membawa kabar bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Maria menjawab dengan tegas dan berani, “Ya!” atas undangan Tuhan. Apakah tanggapan kita terhadap undangan Tuhan seperti Maria? Atau apakah tanggapan kita lebih seperti “ya… tapi”? Ingatlah calon murid yang menanggapi ajakan Yesus untuk “mengikut Aku” dengan “ya”, tetapi kemudian melanjutkan: “Tuhan, izinkan aku pergi dulu dan menguburkan ayahku” (Matius 8:20). Meskipun tampak seperti alasan yang masuk akal, orang tersebut mungkin akan menemukan alasan “sangat penting” lainnya untuk menunda komitmennya.

Apakah kita bersedia meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan tanpa keraguan? Atau apakah kita menggunakan rasionalisasi sebagai taktik untuk menunda?

Atau mungkin kita sudah berkata “ya” kepada Tuhan, tetapi hanya dengan satu kaki yang masuk ke air sementara kaki lainnya tetap berpijak di daratan. Misalnya kita berkata: “Tentu, saya akan berkata ‘ya’ kepada-Mu, Tuhan, tetapi karena saya belum dapat mempercayai Engkau 100% jadi saya tetap akan menyiapkan plan B-ku sendiri.”

Dengan menyetujui menjadi Bunda Allah, Maria menunjukkan “Ya!” yang sangat besar atas undangan Tuhan. Maria membuka dirinya secara radikal terhadap rencana Tuhan untuknya, meskipun dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang akan Tuhan lakukan melalui dirinya. Namun, dia juga tidak naif, karena dia pasti tahu bahwa dia mengatakan “ya” untuk sesuatu yang sangat besar, sesuatu yang akan mengubah hidupnya secara mendalam. Maria mempertaruhkan segalanya. Kita diundang untuk mengikuti contoh “Ya!” Maria: “Aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataanmu.”

Lakukan Apa Yang Harus Kamu Kerjakan

Santo Fransiskus Asisi berkata: “Aku telah melakukan bagianku. Semoga Kristus sekarang mengajarimu apa yang menjadi bagianmu.”

Kata-kata di atas yang diucapkan oleh St. Fransiskus di ranjang kematiannya adalah kunci untuk memahami pendekatannya terhadap panggilan hidup. Apa yang dia maksud? Untuk memahami undangan Santo Fransiskus, kita harus menyadari bahwa kata-katanya dipenuhi dengan kerendahan hati yang mendalam yang ditunjukkan lewat cara hidupnya. Dia meninggalkan kekayaan dan statusnya, dan mengabdikan dirinya di antara para penderita kusta dan orang-orang yang terbuang.

Dia memanggil saudara-saudaranya untuk menjadi “orang-orang kecil” yang harus selalu “tunduk kepada semua orang.” Bagi Fransiskus, pekerjaan yang kita lakukan bukanlah untuk menarik perhatian pada diri kita sendiri, tetapi kita hanya melakukan apa yang Tuhan panggil untuk kita lakukan—tidak lebih, tidak kurang.

Namun, ada lebih dari sekadar kerendahan hati dalam pernyataan ini. Pernyataan tersebut juga mengacu pada anugerah unik dan khusus yang telah diberikan kepada kita masing-masing untuk melayani Tuhan dengan cara yang tidak dapat diduplikasi oleh orang lain. John Duns Scotus, seorang Fransiskan yang hidup 50 tahun setelah St. Fransiskus, menyebut kualitas ini sebagai “kekhususan kita,” yaitu esensi unik yang membedakan kita dari setiap ciptaan Tuhan lainnya. Tuhan memanggil kita untuk menemukan “kekhususan” kita—yaitu, menjadi ciptaan persis seperti bagaimana Tuhan menciptakan kita.

Kita tidak dapat melayani Tuhan sebagaimana yang Tuhan maksudkan jika kita mencoba menjadi orang lain. Kita hanya dapat memuliakan Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan dengan menjadi diri kita sendiri. Masing-masing dari kita memiliki seperangkat anugerah yang diberikan oleh Tuhan untuk ditawarkan kepada dunia, yang tidak diberikan kepada orang lain. Melalui “kekhususan” kita dan dengan menawarkannya sebagai hadiah kepada dunia, kita masing-masing telah melakukan “apa yang menjadi bagian kita”.

Kamu dipanggil untuk menjadi Santo dan Santa

Paus Fransiskus dalam audiensi umumnya tanggal 19 Nov 2014 berkata: “Selalu dan di mana saja Anda dapat menjadi orang suci, yaitu, dengan menerima rahmat yang bekerja di dalam kita dan membawa kita menuju kekudusan…”

Memang Paus Fransiskus belum menjadi Santo saat ini, tetapi dia sangat menekankan bahwa setiap dari kita dipanggil untuk menjadi Santo dan Santa (dan bukan hanya orang-orang yang terpanggil untuk menjadi rohaniwan/rohaniwati). Panggilan untuk menjadi Santo dan Santa juga menuntut kita untuk hidup kudus dalam setiap situasi hidup kita.

Paus Fransiskus menjelaskan lebih lanjut tentang hal ini dalam dokumen Papal Exhortation-nya di tahun 2018 berjudul “On the Call to Holiness in Today’s World” (dalam bahasa Latin, Gaudete et Exsultate):

“To be holy does not require being a bishop, a priest or a religious. We are frequently tempted to think that holiness is only for those who can withdraw from ordinary affairs to spend much time in prayer. That is not the case. We are all called to be holy by living our lives with love and by bearing witness in everything we do, wherever we find ourselves.

Are you called to the consecrated life? Be holy by living out your commitment with joy. Are you married? Be holy by loving and caring for your husband or wife, as Christ does for the Church. Do you work for a living? Be holy by laboring with integrity and skill in the service of your brothers and sisters. Are you a parent or grandparent? Be holy by patiently teaching the little ones how to follow Jesus. Are you in a position of authority? Be holy by working for the common good and renouncing personal gain.”

Seringkali, ketika mencoba memahami panggilan kita, kita menghabiskan energi untuk mencari tahu “what”— apa yang seharusnya kita menjadi atau lakukan? Apakah kita seharusnya menjadi lajang, seorang biarawati atau biarawan, seorang terapis fisik, atau musisi? Apakah kita dipanggil untuk mengambil pekerjaan tertentu, mengatakan “ya” pada lamaran pernikahan, pindah ke negara lain untuk merawat orang tua? Tentu saja ini semua adalah pertanyaan yang penting. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita menjalankan peran tersebut dengan kasih dan dedikasi, selalu mencari kehendak Tuhan dalam setiap langkah yang kita ambil.

Panggilan Gereja untuk kekudusan pada akhirnya adalah tentang “how” — bagaimana kita mencintai dan menjadi saksi Kristus dalam segala hal yang kita lakukan. Mari kita refleksikan: bagaimana aku memperlakukan rekan kerjaku di kantor, bagaimana aku mencintai anak-anakku, bagaimana aku berpikir tentang mereka yang membuatku marah, bagaimana aku menjadi pekerja sosial terbaik, bagaimana aku menanggapi mereka yang memperlakukanku dengan buruk, bagaimana aku dapat memancarkan suka cita di tengah kesulitan, dll. Tidak ada panduan yang lebih baik dalam hal ini daripada Sabda Bahagia, yang menerangi panggilan mendasar kita, yaitu panggilan untuk mencintai seperti Kristus mencintai dalam segala hal yang kita lakukan. Jika kita memahami “how” dengan benar, maka “what” dari panggilan kita akan mengikuti secara alami.

Kesimpulan

Yohanes Paulus II berkata “God with his call reaches the heart of each individual, and the Spirit, who abides deep within each disciple, gives himself to each Christian with different charisms and special signs. Each one, therefore, must be helped to embrace the gift entrusted to him as a completely unique person, and to hear the words which the Spirit of God personally address to him” (Pastores Dabo Vobis, 1992).

Tuhan yang mengasihi kita dan mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Dia mengenal kita. Dia tahu persis di mana kita berada dan bagaimana kita sampai di sana. Meskipun kadang kita menjauh dari Dia, Dia selalu memiliki rencana untuk meluruskan jalan kita dan membentuknya menjadi sesuatu yang indah.

Pertanyaan sharing

  1. Apa yang menjadi “kekhususan” mu yang dapat kamu bagikan kepada orang lain?
  2. Bagaimana Tuhan memanggilmu menuju kekudusan dalam keadaan/fase hidupmu saat ini? Misalnya, bagaimana kamu dipanggil untuk menjadi orang tua atau anak yang lebih baik? Bagaimana kamu dipanggil untuk menjadi murah hati dan berbelas kasih kepada orang yang tidak kamu sukai?
  3. Pernahkah kamu menanyakan apa yang Tuhan ingin kamu lakukan? Kemudian apa hasilnya dan langkah apa yang kamu ambil setelahnya?

Reference