Intro
Kita pasti sudah sangat familiar dengan perintah yang ke-4 dari 10 Perintah Allah: hormatilah ayah ibumu. Sebagai anak memang sudah menjadi tugas kita untuk menghormati orang tua kita. Tetapi kita mungkin tidak sadar bahwa orang tua kita mempunyai peranan penting dalam pembentukan karakter kita menjadi seperti saat ini. Oleh sebab itu, malam ini kita akan membahas dari 2 sisi, sebagai anak dan sebagai orang tua. Walaupun saat ini banyak dari kita belum menjadi orang tua, tetapi dengan memahami dari 2 sudut pandang ini, semoga kita bisa lebih menghargai pendidikan yang orang tua kita telah berikan kepada kita dan kedepannya kita bisa berusaha menjadi orang tua yang baik juga bagi anak-anak kita.
Tugas Sebagai Anak
Pernahkah kita marah atau kesal terhadap orang tua kita karena mereka tidak setuju dengan kita? Memaksa kita melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan atau bahkan memarahi kita? Walaupun begitu, kita tahu bahwa orang tua kita selalu peduli tentang kita dalam segala hal. Ingatkah kita tatkala kita sakit dan orang tua kita merawat kita sampai mereka pun kurang tidur. Begitu juga kalau ada musibah yang menimpa kita, betapa cemas dan sedihnya mereka.
Ingatkah kita akan kerja keras dari orang tua kita, baik fisik maupun pikiran untuk mencari nafkah agar kita bisa menikmati kelayakan hidup yang mereka sendiri mungkin tidak bisa nikmati. Mungkin beberapa dari kita sekarang sudah sukses melebihi kesuksesan orang tua kita. Orang tua kita pun akan bangga dan turut berbahagia tatkala kita sukses. Lalu apakah kadang kita terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau bahkan aktivitas gereja sehingga kita lupa akan kebutuhan orang tua kita? Bagi banyak orang tua, bukanlah uang, hadiah ataupun makanan yang mereka dambakan. Yang sangat mereka butuhkan adalah cinta dari sesama manusia, terlebih dari anak mereka sendiri.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjabarkan tugas-tugas seorang anak sebagai berikut:
2215
Penghormatan anak-anak untuk orang-tuanya [kasih sayang sebagai anak, pietas filialis] muncul dari rasa terima kasih kepada mereka, yang telah memberi kehidupan kepada mereka dan yang telah memungkinkan mereka melalui cinta kasih dan usaha, supaya bertumbuh dalam kebesaran, kebijaksanaan, dan rahmat.
“Hormatilah ayahmu dengan segenap hati, dan sakit beranak ibumu jangan kau lupakan! Ingatlah bahwa engkau adalah anak mereka. Bagaimana gerangan engkau dapat membalas budi atas apa yang mereka lakukan untuk engkau?” (Sir 7:27-28).
2217
Selama anak tinggal bersama orang-tuanya, ia harus mematuhi tiap tuntutan orang-tua, yang melayani kesejahteraannya sendiri atau kesejahteraan keluarga. “Hai anak-anak, taatilah orang-tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” (Kol 3:20). Anak-anak juga harus mematuhi peraturanperaturan yang bijaksana dari pendidiknya dan dari semua orang, kepada siapa mereka dipercayakan oleh orang tua. Tetapi kalau seorang anak yakin dalam hati nuraninya bahwa adalah tidak sesuai dengan susila untuk menaati satu perintah tertentu, ia jangan mengikutinya.
Juga apabila mereka sudah menjadi lebih besar, anak-anak selanjutnya harus menghormati orang tuanya, Mereka harus mendahului kerinduannya, harus meminta nasihatnya, dan menerima teguran yang masuk akal. Kewajiban untuk mematuhi orang-tua berhenti setelah anak-anak dewasa, namun mereka harus selalu menghormati orang tua. Ini berakar dalam rasa takut akan Allah, salah satu anugerah Roh Kudus.
2218
Perintah keempat mengingatkan anak-anak yang dewasa akan kewajibannya terhadap orang-tua. Dalam usia lanjut, dalam keadaan sakit, dalam kesepian atau kesulitan, mereka harus membantu orang tuanya sebaik mungkin, baik secara material maupun secara moral. Yesus mengingatkan kewajiban terima kasih ini.
“Memang Tuhan telah memuliakan bapa pada anak-anaknya, dan hak ibu atas para anaknya diteguhkan-Nya. Barang siapa menghormati bapanya, memulihkan dosa, dan barang siapa memuliakan ibunya, serupa dengan orang yang mengumpulkan harta. Barang siapa menghormati bapanya, ia sendiri akan mendapat kesukaan pada anak-anaknya pula, dan apabila bersembahyang niscaya doanya dikabulkan. Barang siapa memuliakan bapanya, akan panjang umurnya dan orang yang taat kepada Tuhan, menenangkan ibunya” (Sir 3:2-6).
“Anakku, tolonglah ayahmu dalam masa tuanya, jangan menyakitkan hatinya di masa hidupnya. Lagi pula kalau akalnya sudah berkurang, hendaknya kau maafkan, jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya! Serupa penghujah barang siapa meninggalkan bapanya, dan terkutuklah oleh Tuhan, orang yang menyakitkan hati ibunya” (Sir 3:12-13.16).
Orangtua kita memang tidak selalu sempurna, beberapa orangtua pun mungkin telah berbuat kesalahan fatal dalam membesarkan anak. Biarpun begitu, mereka juga telah banyak berkorban baik tenaga, waktu dan jerih payah untuk membesarkan kita. Walaupun kita tidak selalu setuju dengan pendapat mereka, kita masih bisa menghormati mereka. Ada saatnya di mana kita tidak melakukan kehendak orang tua kita demi kebaikan mereka sendiri atau bahkan karena kehendak mereka bukanlah kehendak yang baik di mata Tuhan.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan sebagai anak untuk orang tua kita?
- Jadikanlah orang tua kita bagian dari hidup kita, ceritakanlah kepada mereka tentang hari-harimu, dan tanyakanlah cerita tentang hari mereka
- Hormatilah mereka karena mereka telah memberi kita hidup
- Bertindaklah dengan penuh sabar terhadap mereka
- Hargailah keinginan mereka
- Maafkanlah mereka
- Doakanlah mereka meskipun mereka mungkin bukan orang yang beriman ataupun percaya
Tugas Sebagai Orang Tua
Di zaman ini ancaman terhadap keluarga-keluarga Katolik adalah hal yang nyata. Kita melihat ada begitu banyak perkawinan yang hancur, keluarga ‘broken home’, orang tua yang terlalu sibuk dengan karir/bisnis sehingga jarang di rumah, kurangnya komunikasi langsung, dsb. Ini sangat besar dampaknya bagi anak-anak karena mereka mungkin mengalami depresi, mempunyai sikap negatif terhadap lingkungan sekitar, mendapat nilai akademik yang kurang baik, mengalami trauma dalam hubungan dengan orang lain sampai terjebak narkoba, seks bebas, bahkan masuk penjara. Mungkin kita juga kenal seseorang yang lahir dari keluarga Katolik, namun akhirnya pindah ke gereja lain atau agama lain atau bahkan menjadi ateis. Inilah kondisi yang sering kita lihat di zaman sekarang, yang akarnya adalah karena orang tua tidak cukup melaksanakan pendidikan iman Kristiani kepada anak-anak sejak sedini mungkin.
Dewasa ini banyak yang menganggap rumah mereka hanya sebagai tempat makan dan tidur. Kedua orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Jika berkomunikasi tentang hal sehari-hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan tentang Tuhan dan iman Katolik. Kurangnya perhatian dari orang tua ini mengakibatkan anak-anak mencari kesenangan sendiri, asik dengan dunia sendiri dan mencari pemenuhan kebutuhan untuk diperhatikan dan dikasihi dengan cara mereka sendiri.
Orang tua harus mengusahakan sedapat mungkin agar jangan sampai anak-anak mereka tumbuh semaunya dan ‘tak terkendali’. Cara pencegahannya adalah dengan setia menanamkan iman kepada anak-anak sejak dari kecil, sehingga setelah mereka tumbuh remaja dan dewasa, mereka dapat menjadi pribadi-pribadi yang utuh, beriman dan bertanggungjawab.
Ibarat sebuah rumah, maka keluarga juga harus dibangun atas dasar yang kuat. Dan dasar pondasi yang kuat itu adalah iman akan sabda Tuhan dan penerapannya di dalam perbuatan kita (lih. Mat 7:24-27). Keluarga adalah tempat pertama bagi anak-anak untuk menerima pendidikan iman dan mempraktekkannya. Dalam hal ini orang tua mengambil peran utama, yaitu untuk menampakkan kasih Allah, dan mendidik anak-anak agar mengenal dan mengasihi Allah dan karena mengasihi Allah, mereka dapat mengasihi sesama. Jadi adalah tugas orang tua untuk membentuk karakter anak sampai menjadikan mereka pribadi yang mengutamakan Allah dan perintah-perintah-Nya.
Gereja Katolik mengajarkan demikian:
“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, orang tua terikat kewajiban amat serius untuk mendidik anak-anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka” ((Konsili Vatikan II, Gravissimum Educationis 3, lihat juga KGK 1653 dan Familiaris Consortio 36)). Dengan demikian, orang tua harus menyediakan waktu bagi anak-anak untuk membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang mengenal dan mengasihi Allah. Kewajiban dan hak orang tua untuk mendidik anak-anak mereka tidak dapat seluruhnya digantikan ataupun dialihkan kepada orang lain ((lihat Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio 36, 40)).
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjabarkan sebagai berikut:
1653
Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral, rohani, dan adikodrati, yang orang tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui pendidikan. Orang tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting. Dalam arti ini, maka tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian kehidupan.
2223
Orang tua adalah orang-orang pertama yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Pada tempat pertama mereka memenuhi tanggung jawab ini, kalau mereka menciptakan satu rumah keluarga, di mana terdapat kemesraan, pengampunan, penghormatan timbal balik, kesetiaan, dan pengabdian tanpa pamrih. Pendidikan kebajikan mulai di rumah. Di sini anak-anak harus belajar kesiagaan untuk berkurban, mengambil keputusan yang sehat, dan mengendalikan diri, yang merupakan prasyarat bagi kebebasan sejati.
Orang tua harus mengajar anak-anak, “membawahkan aspek-aspek jasmani dan alamiah kepada segi-segi batiniah dan rohani” (CA 36). Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar, supaya memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya. Kalau mereka dapat mengakui kesalahannya kepada mereka, mereka lalu lebih mudah dapat membimbingnya dan menegurnya. “Barang siapa cinta kepada anaknya menyediakan cambuk baginya, supaya akhirnya ia mendapatkan sukacita karenanya. Barang siapa mendidik anaknya dengan tertib, akan beruntung karenanya” (Sir 30:1-2). “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef 6:4).
Orang tua sebagai pendidik utama dalam hal iman kepada anak-anak berarti orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan terlibat dalam proses pendidikan iman anak-anaknya. Banyak orang tua berpikir asal sudah mengirimkan anaknya ke sekolah maka tugasnya selesai. Pemikiran demikian sungguh keliru. Guru-guru hanyalah membantu orang tua, namun orang tua tetaplah yang harus melakukan tugasnya sebagai pendidik utama.
Orang tua sendiri harus mempraktekkan imannya, berusaha untuk hidup kudus, dan terus menerapkan ajaran iman dalam kehidupan keluarga di rumah. Ini sangat penting agar anak melihat bahwa iman itu bukan hanya untuk diajarkan tetapi untuk dilakukan, dan diteruskan lagi jika anak-anak sendiri membentuk keluarga di kemudian hari.
Jadi, apa yang harus dilakukan sebagai orang tua?
- Doa bersama sekeluarga dan mendampingi anak-anak menerima sakramen-sakramen
- Orang tua harus mengusahakan suasana kasih dan kebersamaan di rumah
- Keluarga harus menjadi sekolah pertama untuk menanamkan kebajikan Kristiani
- Orang tua berkewajiban untuk mendidik nilai-nilai esensial dalam hidup manusia
- Orang tua bertanggungjawab untuk membentengi anak terhadap pengaruh buruk lingkungan sekitar
- Orang tua mengarahkan anak-anak untuk mempersembahkan diri dan talenta yang dimilikinya untuk membangun Gereja
Renungan Singkat
“KEMBALIKAN KERANJANG ITU”
Alkisah, suatu saat ada sepasang suami istri yang hidup serumah dengan ayah sang suami. Orang tua ini sangat rewel, cepat tersinggung, dan tak pernah berhenti mengeluh. Akhirnya suami istri itu tidak tahan lagi dan memutuskan untuk mengenyahkannya.
Sang suami kemudiaan memasukkan ayahnya ke dalam keranjang yang dipanggul di bahunya. Ketika ia akan meninggalkan rumah, anak lelakinya yang baru sepuluh tahun muncul dan bertanya, “Ayah, kakek hendak dibawa kemana?”
Sang ayah menjawab bahwa ia bermaksud membawa kakek ke gunung agar ia bisa belajar hidup sendiri. Anak itu terdiam. Tapi pada saat ayahnya sudah berlalu, ia berteriak, “Ayah, jangan lupa membawa pulang keranjangnya.”
Ayahnya merasa aneh, sehingga ia berhenti dan bertanya, “mengapa..?” Anak itu menjawab, “Aku memerlukannya untuk membawa ayah nanti kalau ayah sudah tua.”
Sang ayah terhenyak mendengar perkataan anaknya itu, segera ia membawa kembali sang kakek. Sejak saat itu mereka memperhatikan sang kakek dengan penuh perhatian dan memenuhi semua kebutuhannya.
Apa moral ceritanya ?
“Hendaklah kita selalu berhati-hati dalam bertindak. Sebab tingkah laku anak biasanya cerminan dari orang tua.”
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.”
Amsal 22:6
“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” Karena itu jadilah garam dunia bagi sesama di sekitar kita setiap saat dimanapun kita berada.”
Galatia 6:7-9
*Ingatlah, apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai.*
Sharing
- Mungkin kita sekarang jarang bertemu langsung dengan orang tua karena kita tinggal di Singapura sementara orang tua di Indonesia. Lalu bagaimana caramu menunjukkan rasa hormatmu kepada orang tua?
- Apakah kamu pernah mengalami situasi dimana kamu harus melawan (tidak mengikuti) kehendak orang tuamu? Sharingkan bagaimana kamu menyelesaikan konflik tersebut.
- Ingat kembali ketika kamu masih kecil. Pengalaman/peristiwa apa yang paling kamu ingat dimana kamu belajar suatu hal dari orang tuamu? Mungkin ketika mengikuti Misa bersama atau ketika orang tuamu mendisiplinkanmu ketika kamu berbuat salah, dsb.
- Case study: Brad Pitt dan Angelina Jolie bercerai di tahun 2016. Brad diberitakan kecanduan alkohol dan narkoba, dan kemungkinan juga selingkuh. Mereka memiliki 6 orang anak, 3 anak adopsi dan 3 lagi anak kandung mereka. Jika kamu ada di posisi salah satu anak mereka, menurutmu apa yang akan kamu lakukan dalam situasi ini.
Referensi
http://www.catholic.org/featured/headline.php?ID=3821
http://lifeteen.com/blog/parents-how-to-love-em/
http://www.catholicstand.com/how-should-we-honor-our-elderly-parents/
http://www.katolisitas.org/peran-orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak/