Sesi 45 - Week of 8 Sep 2024

Pencobaan di Gurun


Intro

Kisah pencobaan Yesus di padang gurun memberikan pelajaran bagi kita semua para pengikutnya, terutama saat kita menghadapi pencobaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam CG kali ini, kita akan belajar bagaimana tanggapan Yesus dapat menjadi panduan bagi kita untuk hidup dengan iman dan kepercayaan kepada Allah.

Main Topic

Matius 4:1-11

Mat 4:1 – Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.

Mat 4:2 – Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.

Mat 4:3 – Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.”

Mat 4:4 – Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Mat 4:5 – Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah,

Mat 4:6 – lalu berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.”

Mat 4:7 – Yesus berkata kepadanya: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”

Mat 4:8 – Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,

Mat 4:9 – dan berkata kepada-Nya: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.”

Mat 4:10 – Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”

Mat 4:11 – Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Pembelajaran dari 3 Pencobaan yang Dihadapi Yesus

Paus Benediktus XVI menjelaskan bahwa pencobaan-pencobaan yang dihadapi Yesus bukanlah sekadar ujian pribadi, melainkan terkait erat dengan peran mesianik-Nya dan misi-Nya di dunia ini. Setiap pencobaan menunjukkan aspek yang berbeda dari tantangan yang akan dihadapi Yesus sepanjang pelayanan-Nya:

Mengubah Batu Menjadi Roti

Tantangan pertama iblis kepada Yesus adalah mengubah batu menjadi roti setelah Yesus berpuasa selama 40 hari. Sekilas, ini tampak seperti ujian ketahanan fisik dan lapar, tetapi Fulton Sheen dalam bukunya “The Life of Christ” mengungkapkan makna yang lebih dalam. Pencobaan ini menggambarkan daya tarik materialisme, pencobaan untuk memprioritaskan kebutuhan fisik di atas yang rohani. Yesus, sebagai Anak Allah, bisa saja dengan mudah melakukan mukjizat ini untuk memuaskan rasa lapar-Nya. Namun, melakukan mukjizat itu berarti menggunakan kuasa ilahi untuk tujuan egois pribadi dan bukan untuk kepentingan misi-Nya. Dengan menolak pencobaan iblis, Yesus menolak gagasan bahwa pemenuhan manusia hanya ditemukan dalam barang-barang material.

Pelajaran Moral: Sheen menyoroti bahwa pencobaan ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk fokus pada kekayaan materi dan kenyamanan fisik sebagai tujuan utama dalam hidup. Namun, respons Yesus menekankan pentingnya makanan rohani dan perlunya percaya pada pemeliharaan Allah. “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Bagi kita umat beriman, pencobaan ini menjadi peringatan akan pencobaan konsumerisme dan bagaimana kita sering tergiur dengan kesuksesan material sambil mengorbankan pertumbuhan rohani. Kisah pencobaan Yesus di padang gurun ini menantang kita umat Kristiani untuk menemukan kehidupan abadi dalam Firman Allah dan menolak pencobaan untuk menempatkan kenyamanan materi di atas hubungan kita dengan Allah.

Langkah-Langkah Praktis untuk Menolak Pencobaan Menempatkan Kebutuhan Materi di Atas Pertumbuhan Spiritual

  • Latih Diri untuk Melepaskan Keterikatan: Rajinlah periksa hubungan kita dengan material possession. Kita bisa belajar untuk kesederhanaan, di mana kita dengan sengaja membatasi barang-barang yang kita miliki dan fokus pada apa yang benar-benar diperlukan.
  • Budayakan Rasa Syukur: Kembangkan kebiasaan bersyukur atas apa yang sudah kita miliki. Rasa syukur mengalihkan fokus dari apa yang kurang menjadi apa yang sudah ada, dan mengurangi keinginan untuk memiliki lebih banyak.
  • Prioritaskan Aktivitas Spiritual: Luangkan waktu untuk doa, membaca Kitab Suci, dan melakukan tindakan pelayanan. Dengan mengutamakan aktivitas-aktivitas ini daripada mengejar hal-hal materi, kita memperkuat pertumbuhan iman kita.
  • Memberikan Sumbangan Secara Teratur: Memberikan sebagian dari penghasilan kita kepada mereka yang membutuhkan dapat membantu kita untuk memutuskan cengkeraman materialisme. Kita diingatkan bahwa kekayaan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk melayani orang lain dan memuliakan Tuhan.
  • Renungkan Teladan Yesus: Renungkanlah respons Yesus di dalam kisah pencobaan di gurun yang baru kita baca. Cobalah resapi bahwa kepuasan sejati tidak berasal dari kelimpahan materi tetapi dari hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

Melemparkan Diri dari Bait Allah

Dalam pencobaan kedua, iblis membawa Yesus ke puncak Bait Allah di Yerusalem dan mendorong-Nya untuk menjatuhkan diri-Nya sendiri dan mengutip Kitab Suci yang menyatakan bahwa Allah akan mengirim malaikat untuk melindungi-Nya. Pencobaan ini berkaitan dengan menguji kesetiaan Allah dan menggunakan sensasionalisme untuk membuktikan kasih dan perlindungan ilahi. Sheen menjelaskan bahwa cobaan ini bukan hanya tentang mendapatkan keselamatan fisik, tetapi tentang memanipulasi Allah untuk memberikan tanda mukjizat sebagai bukti kasih dan perlindungan-Nya. Jika Yesus melompat, Dia akan memaksa Allah untuk bertindak, dengan demikian mengubah hubungan-Nya dengan Bapa menjadi hubungan yang didasarkan pada tuntutan, bukan kepercayaan.

Pelajaran Moral: Penolakan Yesus untuk menjatuhkan diri—dengan mengatakan, “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Matius 4:7)—menekankan pentingnya iman yang tidak memerlukan tanda-tanda dan mukjizat yang terus-menerus. Sheen menekankan bahwa iman yang sejati percaya pada rencana dan waktu Allah, tanpa perlu melakukan aksi atau ujian untuk membuktikan kehadiran dan perhatian Allah. Pencobaan ini relevan bagi kita yang terkadang mencari tanda-tanda luar biasa atau mukjizat sebagai bukti keberadaan atau persetujuan Allah. Ini menjadi peringatan bagi kita bagaimana kita, tanpa disadari, memperlakukan iman kita sebagai hubungan transaksional, di mana kita hanya percaya Allah jika Dia memenuhi harapan kita dengan cara-cara yang kita inginkan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menumbuhkan kepercayaan yang mendalam dan abadi pada kebaikan Allah, bahkan tanpa tanda-tanda yang terlihat dengan kasat mata.

Iman vs Mencobai Allah

  • Iman adalah Mempercayai Kebaikan Allah: Iman berarti percaya bahwa Allah itu baik dan rencana-Nya bagi kita sempurna, bahkan ketika kita tidak memahaminya. Sebaliknya, menguji Allah mengandung keraguan dan menuntut agar Allah membuktikan kasih atau kuasa-Nya dengan syarat-syarat kita.
    • Contoh “mencobai Allah” dalam berdoa: “Tuhan, jika Engkau memberi aku pekerjaan ini, aku akan tahu bahwa Engkau mengasihi aku.”
    • Contoh iman: “Tuhan, aku percaya bahwa apapun hasilnya, Engkau sedang bekerja untuk kebaikanku.”
  • Iman adalah Menyerahkan Kendali: Menguji Allah seringkali berasal dari keinginan untuk mengendalikan hasil, sedangkan iman sejati melibatkan penyerahan diri kepada kehendak Allah dan percaya bahwa Dia tahu yang terbaik, bahkan ketika jalan-Nya tidak langsung jelas, dan percaya bahwa Dia bekerja bahkan dalam perjuangan dan ketidakpastian kita.
    • Contoh “mencobai Allah” di saat sakit: “Tuhan, sembuhkan aku, dan baru aku akan tahu bahwa Engkau nyata.”
    • Contoh iman: “Tuhan, aku percaya kepada-Mu, baik Engkau memilih untuk menyembuhkanku atau tidak, karena aku percaya pada kasih dan kebijaksanaan-Mu.”

Menyembah Setan demi Kekuasaan

Pencobaan ketiga dan terakhir adalah yang paling blak-blakan: Setan menawarkan kepada Yesus semua kerajaan di dunia jika Dia mau sujud dan menyembahnya. Pencobaan ini adalah konfrontasi yang jelas dengan pencobaan kekuasaan duniawi dan otoritas, yang bisa didapat melalui kompromi dan penyembahan berhala. Pencobaan ini adalah pencobaan utama yang lebih memilih kekuasaan, kendali, dan pengaruh (influence) dibanding kesetiaan kepada Allah. Dengan menolak, Yesus menolak gagasan bahwa kerajaan Allah bisa dibangun dengan bermain politik atau dengan berkompromi dengan kekuatan jahat.

Pelajaran Moral: Dalam Matius 4:10, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”, Yesus menegaskan kembali penyembahan dan pelayanan eksklusif yang hanya pantas diberikan kepada Allah. Pencobaan ini menunjukkan betapa bahaya penyembahan berhala dalam berbagai bentuknya—baik itu penyembahan terhadap kekuasaan, kekayaan, atau dewa-dewa palsu lainnya. Dalam konteks zaman sekarang, pencobaan ini berbicara tentang tantangan ambisi manusia, keinginan kita untuk mengambil kendali, dan seringnya kita berkompromi untuk memperoleh kekuasaan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk melayani Allah di atas segalanya dan bahwa kebesaran sejati ditemukan dalam kerendahan hati dan ketaatan kepada Allah, bukan dalam pengumpulan kekuasaan atau kesuksesan duniawi.

Strategi untuk Tetap Rendah Hati dan Memprioritaskan Kehendak Tuhan

  • Berterimakasih kepada Tuhan: Refleksi diri secara teratur dan doa dapat membantu menjaga kesombongan dan ambisi tetap terkendali. Mengakui ketergantungan kita pada Tuhan dan menyadari bahwa semua pencapaian pada akhirnya adalah anugerah dari-Nya membantu menumbuhkan semangat kerendahan hati.
    • Contoh: Di tempat kerja, daripada mencari pengakuan atas pencapaian pribadi, kita seharusnya menyadari bahwa kesuksesan datang dari kerja sama di dalam tim dan kasih karunia Tuhan.
  • Fokus pada Pelayanan daripada Kemajuan Pribadi: Mengikuti teladan kepemimpinan Yesus yang melayani berarti mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kepentingan pribadi. Alihkan fokus dari memuliakan diri sendiri ke melayani orang lain.
    • Contoh: Dalam pengambilan keputusan, baik dalam peran kepemimpinan maupun kapasitas pribadi, coba tanya kepada diri sendiri, “Bagaimana aku dapat melayani Tuhan dan orang lain dalam situasi ini?” daripada, “Apa untungnya buat aku?”
  • Ingat Tuhan itu Maha Tinggi: Mengingat bahwa Tuhan adalah penguasa atas segala sesuatu dapat membantu mencegah kita terobsesi dengan keinginan akan kekuasaan. Dengan menyerahkan diri kepada rencana-Nya, kita menyadari bahwa kebesaran sejati terletak pada ketaatan kepada kehendak-Nya, bukan pada pencapaian manusia.
    • Contoh: Ketika dihadapkan dengan keputusan karier, berdoalah untuk kebijaksanaan, memohon agar Tuhan membimbing langkah-langkah yang selaras dengan tujuan-Nya daripada mencari posisi atau gelar yang hanya melayani ambisi pribadi kita.

Kesimpulan

Kisah pencobaan Yesus di padang gurun memberikan wawasan mendalam tentang sifat sejati dari misi Yesus dan tantangan spiritual yang dihadapi oleh semua orang beriman. Peristiwa ini bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah meditasi teologis yang memperlihatkan bahwa Yesus tidak memilih jalan mukjizat, tontonan, atau kekuasaan politik untuk mencapai tujuan-Nya di bumi. Sebaliknya, Ia memilih ketaatan penuh kepada Bapa, bahkan hingga wafat di kayu salib. Melalui kisah ini, kita diingatkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan seringkali menuntut pengorbanan dan kerendahan hati. Namun, pada akhirnya, kesetiaan tersebutlah yang akan membantu kita untuk memenuhi tujuan ilahi, yang jauh lebih besar dan penting daripada kekuasaan duniawi atau kesuksesan pribadi.

Pertanyaan sharing

  1. Dari ketiga pencobaan yang dialami Tuhan, mana yang paling relevan dengan kehidupan kita saat ini? Mengapa?
  2. Bagaimana kita dapat menerapkan tanggapan Yesus terhadap pencobaan yang kita alami dalam kehidupan kita sendiri?
  3. Sharingkan bagaimana kita pernah dibantu ketika menghadapi pencobaan-pencobaan dalam hidup kita!

Reference

  • Jesus of Nazareth by Pope Benedict XVI
  • The Life of Christ by Fulton J. Sheen