Intro
Hari ini kita akan membaca pesan homili yang diberikan oleh Paus Leo XIV dalam perayaan Jubilee of Families, Children, Grandparents and the Elderly di bulan Juni 2025. Mari kita mulai dengan membaca bacaan injil di perayaan ekaristi tersebut.
Yoh 17:20-26
Yoh 17:20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;
Yoh 17:21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Yoh 17:22 Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:
Yoh 17:23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
Yoh 17:24 Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.
Yoh 17:25 Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;
Yoh 17:26 dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.”
Bahan – Homili dari Paus Leo XIV
Injil yang baru saja kita dengar memperlihatkan Yesus, pada saat Perjamuan Terakhir, berdoa bagi kita (bdk. Yoh 17:20). Firman Allah yang menjadi manusia, ketika Ia mendekati akhir hidup-Nya di dunia, memikirkan kita, saudara-saudari-Nya, dan menjadi berkat, doa permohonan dan pujian kepada Bapa, dalam kuasa Roh Kudus. Ketika kita sendiri, penuh takjub dan percaya, masuk ke dalam doa Yesus, kita menjadi bagian dari rencana agung berkat kasih-Nya yang meliputi seluruh umat manusia.
Kristus berdoa supaya kita “semua menjadi satu” (ay. 21). Inilah kebaikan terbesar yang bisa kita dambakan, karena persatuan universal ini mewujudkan di antara makhluk-makhluk-Nya persekutuan kekal kasih yang adalah Allah sendiri: Bapa yang memberi hidup, Anak yang menerimanya, dan Roh yang membaginya.
Tuhan tidak menghendaki dalam kesatuan ini kita menjadi kerumunan tanpa nama dan wajah. Ia mengajak kita menjadi satu: “seperti Engkau, Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, supaya mereka juga di dalam Kita” (ay. 21). Kesatuan yang Yesus doakan adalah persekutuan yang berakar pada kasih yang sama seperti kasih Allah, yang membawa hidup dan keselamatan ke dunia. Oleh karena itu, itu adalah karunia utama yang Yesus datang dan bawa. Dari hati manusia-Nya, Putra Allah berdoa kepada Bapa dengan kata-kata ini: “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku, supaya mereka menjadi sempurna dalam kesatuan, sehingga dunia tahu bahwa Engkau telah mengutus Aku dan mengasihi mereka sama seperti Engkau mengasihi Aku” (ay. 23).
Mari kita dengarkan dengan takjub kata-kata ini. Yesus mengabarkan kepada kita bahwa Allah mengasihi kita sama seperti Dia mengasihi diri-Nya sendiri. Bapa tidak mengasihi kita lebih sedikit daripada mengasihi Putra-Nya yang tunggal. Dengan kata lain, dengan kasih yang tak terbatas. Allah tidak mengasihi kurang karena Dia mengasihi terlebih dahulu, sejak awal mula! Kristus sendiri menjadi saksi hal itu ketika Dia berkata kepada Bapa: “Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan” (ay. 24). Dan memang demikian: dalam belas kasih-Nya, Allah selalu menghendaki menarik seluruh manusia kepada diri-Nya. Hidup-Nya, yang dianugerahkan kepada kita melalui Kristus, yang membuat kita satu, menyatukan kita satu dengan yang lain.
Mendengarkan Injil hari ini, pada saat Yubileum Keluarga, Anak-Anak, Kakek-Nenek dan Lansia, tentu memenuhi hati kita dengan sukacita.
Sahabat-sahabat terkasih, kita menerima hidup sebelum kita menginginkannya. Seperti yang dikatakan Paus Fransiskus: “kita semua adalah anak-anak, tetapi tidak seorang pun dari kita memilih untuk lahir” (Angelus, 1 Januari 2025). Tidak hanya itu. Begitu kita lahir, kita membutuhkan orang lain untuk hidup; jika sendiri, kita tidak akan bertahan hidup. Seseorang yang lain menyelamatkan kita dengan merawat tubuh dan jiwa kita. Kita semua hidup hari ini berkat sebuah relasi, sebuah relasi kebebasan dan pembebasan yang penuh kebaikan dan saling merawat.
Kebaikan manusiawi itu terkadang dikhianati. Misalnya, ketika kebebasan dipakai bukan untuk memberi hidup, tetapi mengambilnya, bukan membantu tetapi menyakiti. Namun bahkan menghadapi kejahatan yang melawan dan mengambil hidup, Yesus terus berdoa kepada Bapa bagi kita. Doa-Nya menjadi remedi bagi luka batin kita; berbicara kepada kita tentang pengampunan dan rekonsiliasi. Doa itu memberikan makna penuh bagi pengalaman kasih kita sebagai orang tua, kakek-nenek, anak dan cucu. Itulah yang ingin kita nyatakan kepada dunia: kita ada untuk menjadi “satu” seperti Tuhan mau kita “satu,” dalam keluarga kita dan di tempat kita tinggal, bekerja, dan belajar. Berbeda, namun satu; banyak, namun satu; selalu, dalam setiap situasi dan setiap tahap kehidupan.
Sahabat-sahabat terkasih, jika kita saling mengasihi dengan cara ini, yang berakar pada Kristus, yang adalah “Alfa dan Omega,” “yang Awal dan yang Akhir” (bdk. Why 22:13), kita akan menjadi tanda damai bagi semua orang, dalam masyarakat dan dunia. Jangan lupa: keluarga adalah pondasi bagi masa depan umat manusia.
Dalam beberapa dekade terakhir, kita menerima tanda yang membuat kita bersukacita sekaligus merenung. Yaitu kenyataan beberapa pasangan suami istri telah diberkati dan dikanonisasi bukan secara terpisah, tetapi sebagai pasangan menikah. Aku teringat akan Louis dan Zélie Martin, orang tua Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus; dan Blessed Luigi dan Maria Beltrame Quattrocchi, yang membesarkan keluarga di Roma pada abad lalu. Jangan lupakan keluarga Ulma dari Polandia: orang tua dan anak-anak, bersatu dalam kasih dan martir. Aku bilang ini tanda yang mengajak kita berpikir. Dengan menunjuk mereka sebagai saksi teladan kehidupan perkawinan, Gereja menyampaikan bahwa dunia saat ini butuh perjanjian perkawinan demi mengenal dan menerima kasih Allah serta mengalahkan, berkat kekuatan yang menyatukan dan mendamaikan, segala kekuatan yang memecah belah hubungan dan masyarakat.
Oleh karena itu, dengan hati penuh syukur dan harapan, aku mengingatkan semua pasangan suami istri bahwa perkawinan bukanlah ideal, melainkan ukuran kasih sejati antara seorang pria dan seorang wanita: kasih yang total, setia dan berbuah (bdk. SANTO PAUS PAULUS VI, Humanae Vitae, 9). Kasih ini mempersatukan kalian menjadi satu daging dan memungkinkan kalian, dalam citra Allah, menghadirkan karunia hidup.
Aku mendorong kalian menjadi teladan integritas bagi anak-anak, bertindak sebagaimana kalian ingin mereka bertindak, mendidik mereka dalam kebebasan melalui ketaatan, selalu melihat kebaikan dalam mereka dan mencari cara mengembangkannya. Dan kalian, anak-anak tersayang, tunjukkan rasa syukur kepada orang tua kalian. Mengucapkan “terima kasih” setiap hari atas anugerah hidup dan segala yang menyertainya adalah cara pertama menghormati ayah dan ibu (bdk. Kel 20:12). Terakhir, kakek-nenek dan para lansia yang terkasih, aku anjurkan agar kalian menjaga orang-orang tercinta dengan kebijaksanaan dan kasih sayang, serta kerendahan hati dan kesabaran yang datang seiring usia.
Dalam keluarga, iman diwariskan bersamaan dengan hidup, dari generasi ke generasi. Iman dibagikan seperti makanan di meja keluarga dan kasih di dalam hati kita. Dengan demikian, keluarga menjadi tempat istimewa untuk bertemu Yesus, yang mengasihi kita dan menghendaki kebaikan kita, selalu.
Izinkan aku menambahkan satu hal terakhir. Doa Putra Allah, yang memberi kita pengharapan dalam perjalanan, juga mengingatkan kita bahwa suatu hari kita semua akan menjadi uno unum (bdk. Santo Agustinus, Sermo super Ps. 127): satu dalam Sang Juruselamat, diselimuti oleh kasih abadi Allah. Bukan hanya kita, tapi juga ayah, ibu, kakek, nenek, saudara, dan anak-anak kita yang telah mendahului kita ke dalam cahaya Paskah-Nya yang kekal, dan yang kehadirannya kita rasakan di sini, bersama kita, dalam saat perayaan ini.
Pertanyaan Sharing
- Untuk bertahan hidup dan berkembang, kita semua membutuhkan orang lain. Siapa saja orang-orang yang kamu rasa sangat membantu dan mendukung kamu dalam hidup? Ceritakan pengalamanmu.
- Sharingkan pengalaman kalian dengan kakek-nenek kalian (or the elderly in your family) yang berkesan.
- Sharingkan tantangan terbesar yang kamu rasakan dalam mencintai dan mengasihi anggota keluarga kalian untuk menjaga kerukunan dalam keluarga.
Referensi
http://vatican.va/content/leo-xiv/en/homilies/2025/documents/20250601-omelia-giubileo-famiglie.html