Facilitator?
(error)
Jawaban untuk fasil akan ditampilkan

Sesi 50 - Week of 1 Nov 2020

Why is there suffering when there is God?


Intro

Sebagai umat Katolik, kita mungkin pernah berpikir atau ditanyakan (oleh teman-teman non-Kristiani kita) mengapa Tuhan mengijinkan penderitaan di dunia ini.

Apakah kalian pernah berada di posisi tersebut? Apakah reaksi dan jawaban kalian?

Sebenarnya sudah banyak dokumen yang membicarakan tentang hal ini, tetapi salah satu yang paling terkenal adalah dokumen Salvifici Doloris (SD) atau juga dikenal dengan nama On the Christian Meaning of Human Suffering oleh Pope John Paul II.

Bab III dari dokumen itu berjudul: The Quest for an Answer to the Question of the Meaning of Suffering. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dengan adanya penderitaan- penderitaan di dunia maka manusia dapat bertanya, “Why?” (Mengapa?) Mengapa ada kejahatan di dunia? Malah kadang pertanyaan- pertanyaan semacam ini dapat menjadikan orang frustasi dan akhirnya menolak adanya Tuhan. Maka, menurut Paus, kuncinya adalah kita harus memahami apakah arti dari penderitaan itu.

Apa itu penderitaan?

Salah satu hal pertama yang perlu kita pahami adalah bahwa Tuhan tidak secara langsung menghendaki penderitaan. Dia tidak membuat kejahatan dan tidak bisa melakukan kejahatan. Tuhan hanya menghendaki kebaikan. Kejahatan berarti tidak adanya kebaikan atau distorsi dari kebaikan. Misalnya, kerakusan disebabkan kurang/tidak-adanya pengendalian diri dan penyimpangan dari hal baik yang dikehendaki Tuhan (i.e. makan). Kejahatan pun membawa penderitaan bagi manusia.

Saat Tuhan menciptakan dunia di luar diri-Nya, Dia mengizinkan kejahatan untuk terjadi. Selanjutnya, pada saat Tuhan menciptakan makhluk di luar diri-Nya yang memiliki kehendak bebas, Dia mengizinkan makhluk bebas itu dapat memilih kebaikan atau kejahatan. Tuhan tidak pernah menghendaki kejahatan, tetapi Dia mengizinkan kejahatan untuk terjadi. Memang ini tidak terdengar lebih baik. Kita masih menderita dan kejahatan masih terjadi. Apa bedanya jika Tuhan secara langsung menghendakinya atau hanya mengizinkannya?

Mengapa ada penderitaan?

Ada sejumlah kemungkinan alasan mengapa Tuhan mengizinkan kita menderita.

  1. Konsekuensi dari keputusan kita. Dalam istilah Alkitab, ini disebut “menuai apa yang kita tabur”. Kita telah membawa penderitaan atas diri kita sendiri dan/atau orang lain karena keputusan yang buruk.

  2. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kita untuk mengalami kejatuhan sekarang untuk “wake us up” dan menarik perhatian kita kepadanya. C.S. Lewis mengatakan: “We can ignore even pleasure. But pain insists upon being attended to. God whispers to us in our pleasures, speaks to us in our conscience, but shouts in our pains: it is his megaphone to rouse a deaf world.”

  3. Mengambil kebijaksanaan dari penderitaan. Penderitaan bisa menjadi guru. Ini adalah salah satu hal yang diungkapkan di dalam Alkitab, dan kita telah melihat penderitaan di antara orang-orang yang sangat bijaksana (Yusuf, Ayub, Paulus, dkk). Mereka telah menderita dan membiarkan penderitaan membawa mereka pemahaman tentang diri mereka sendiri dan pengalaman manusia yang tidak mungkin terjadi tanpa penderitaan.

Tuhan memiliki kemampuan untuk membawa kebaikan melalui kejahatan. Tuhan dapat menggunakan kejahatan saudara-saudara Yusuf yang menjualnya sebagai budak untuk membawa kebaikan dalam menyelamatkan orang Israel. Tuhan mengizinkan St Paulus untuk dijebloskan ke dalam penjara, tetapi Paulus berkata itu memberikan dia kesempatan untuk mewartakan Yesus (Filipi 1:13).

Cerita yang paling terkenal di dalam Alkitab mengenai penderitaan ada di dalam kitab Ayub. Teman-teman Ayub menarik kesimpulan bahwa penderitaan yang diderita oleh Ayub disebabkan oleh dosa-dosanya. Namun Tuhan akhirnya menyatakan kepada para sahabat Ayub bahwa Ayub tidak bersalah. “Itu [Penderitaan Ayub] harus diterima sebagai misteri, yang tidak dapat dipahami oleh manusia dengan akal budinya sendiri” (SD 11).

Maka dapat saja penderitaan terjadi pada orang-orang yang tak bersalah, kepada Bangsa pilihan Allah, dan bahkan Gereja-Nya sendiri. Jika demikian yang terjadi, maka hal ini dapat dilihat sebagai undangan kepada belas kasih Tuhan. Maka penderitaan itu maksudnya adalah untuk mengarahkan seseorang kepada pertobatan, yaitu untuk membangun kembali kebaikan di dalam diri orang yang mengalami penderitaan (bdk. SD 12).

Bagaimana mungkin penderitaan dan belas kasih Tuhan ada berdampingan?

Misteri penderitaan hanya dapat dipahami dalam terang Kristus. Kristus menyebabkan kita memasuki misteri penderitaan dan untuk menemukan alasannya “mengapa”, sejauh kita mampu menangkap kasih ilahi-Nya. “Kasih adalah sumber yang paling penuh yang menjawab pertanyaan mengenai makna penderitaan ini. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia di dalam salib Tuhan Yesus Kristus.” (SD 13).

  1. Dengan melihat kepada kejamnya dosa dan penderitaan, kita akan semakin menyadari akan besarnya akibat dosa, namun juga besarnya kasih Allah yang datang di dalam diri Kristus untuk membebaskan kita dari penderitaan kekal akibat dosa tersebut. Tuhan Yesus dekat kepada mereka yang menderita berdasarkan kenyataan bahwa Ia mengambil penderitaan itu bagi diri-Nya sendiri. (bdk. SD 14)

  2. Dengan adanya realitas penderitaan di dunia ini yang sifatnya sementara, dan dorongan kita secara alami untuk menghindarinya, maka seharusnya kita pun mempunyai dorongan yang lebih besar untuk menghindari penderitaan di neraka yang sifatnya selamanya, jika kita tidak diselamatkan karena tidak bertobat. (bdk. SD 14)

  3. Jika mengalami penderitaan, entah karena kita sendiri mengalami penderitaan itu, ataupun karena kita menderita melihat orang lain yang sungguh menderita, maka kita diundang untuk mengambil bagian di dalam karya keselamatan. Paus Yohanes Paulus II mengajarkannya demikian, “Each one is also called to share in that suffering through which the Redemption was accomplished…..Each man, in his suffering, can also become a sharer in the redemptive suffering of Christ.” (SD 19) Ini sesuai dengan ajakan Rasul Paulus di Kol 1:24.

  4. Dengan menderita bersama Kristus, maka dapat dikatakan bahwa bukan kita lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita (Gal 2:19). Karena jika Ia mengasihi kita dengan cara ini, menderita dan wafat bagi kita, maka dengan penderitaan dan wafat-Nya ini, Ia hidup di dalam diri orang yang mengasihi Dia dengan cara yang sama (bdk. SD 20). Maka Kristus dapat dikatakan hidup di dalam diri orang itu.

  5. Namun, dengan iman kita percaya bahwa salib dan penderitaan yang ada di dalam kehidupan manusia itu disertai dengan pengharapan pemenuhan janji akan kebangkitan. Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita adalah “orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Rom 8:17-18). Dan Rasul Petrus juga berkata, “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1 Pet 4:13).

Dengan melihat uraian di atas, memang ada maksudnya bahwa Tuhan mengizinkan penderitaan. Karena mungkin seharusnya kenyataan pahit itu membuka pikiran kita akan kejamnya akibat dosa, dan beban dosa yang harus ditanggung oleh Kristus di kayu salib-Nya. Karena baru satu dosa saja sudah demikian menyedihkan akibatnya, apalagi dosa semua umat manusia, di sepanjang sejarah manusia, yang harus dipikul oleh Yesus Kristus. Maka melalui kejadian itu, Tuhan sesungguhnya menyerukan pertobatan kepada semua orang yang mau membuka hati mereka. Kita diundang juga untuk mempersembahkan penderitaan dan kesedihan kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib, supaya kita pun dapat mengambil bagian di dalam kemuliaan-Nya kelak.

Allah adalah Allah yang peduli dan penuh belas kasih kepada umat manusia ciptaan-Nya. Satu hal yang pasti adalah: Allah yang penuh kasih ini adalah juga Allah yang adil, sehingga pada akhirnya nanti, Allah pasti akan menyatakan keadilan-Nya. Kejadian-kejadian yang menyedihkan terjadi mungkin dapat membuat kita prihatin, namun sebaiknya juga meningkatkan pengharapan kita, agar Tuhan memakai kejadian-kejadian yang buruk sekalipun untuk mendatangkan hal-hal yang baik kepada umat-Nya.

Penutup

Kebalikan dari keselamatan bukanlah penderitaan duniawi atau sembarang jenis penderitaan. Kebalikan dari keselamatan adalah penderitaan definitif, yaitu kehilangan hidup kekal dan ditolak oleh Tuhan. Putra tunggal diberikan kepada umat manusia terutama untuk melindungi manusia dari kejahatan definitif ini dan melawan penderitaan definitif ini. Secara bersamaan, penderitaan duniawi tetap ada meskipun Allah tidak menciptakan dan tidak menghendaki penderitaan. Allah mengizinkan penderitaan untuk hadir dalam hidup kita supaya kita dapat kembali lebih dekat kepada-Nya.

C. S. Lewis dalam bukunya The Problem of Pain mengatakan: “No doubt, pain as God’s megaphone is a terrible instrument; it may lead us to final and unrepented rebellion. But it gives the only opportunity the bad man can have for amendment. It removes the veil; it plants the flag of truth within the fortress of a rebel soul.”

Pertanyaan Sharing

  1. Sharingkan pengalaman akan penderitaan yang kalian paling ingat. Hal-hal apa yang kalian lakukan di saat itu?

  2. Ketika kalian melihat penderitaan yang terjadi terhadap orang lain, apa yang kalian pikirkan atau lakukan?

  3. Kita mengetahui bahwa ada penderitaan yang dapat membawa kebaikan, dan ini mungkin membuat orang sengaja mencari penderitaan lebih banyak untuk mendapatkan lebih banyak berkat Allah (contohnya: pada saat Jumat Agung, beberapa orang ada yang mencambuk dan menyalibkan diri mereka sendiri untuk merasakan penderitaan yang lebih). Apakah tanggapan kalian tentang hal tersebut?