Facilitator?
(error)
Jawaban untuk fasil akan ditampilkan

Sesi 28 - Week of 19 Apr 2020

Misteri Stigmata


Persiapan Fasil

  1. Baca bahan baik-baik
  2. Refleksi dan meditasi akan luka-luka sengsara Yesus

Intro

Di bulan ini, kita belajar bagaimana salib itu menjadi sebuah tanda cinta Tuhan yang begitu besar. Jadi di hari ini, kita mau mengenal sebuah tanda cinta Tuhan yang tercermin lewat luka-luka salib Yesus, atau yang sering kita kenal sebagai Stigmata.

Kita akan membahas apa itu Stigmata dan membaca kisah singkat beberapa Santo/Santa dan orang-orang kudus yang mendapatkan anugrah Stigmata. Kita juga akan melihat bahwa upaya untuk menjelaskan Stigmata secara ilmiah berdasarkan ilmu kedokteran tidak berhasil. Akhirnya, kita juga akan melihat kasus langka tentang “stigmata” palsu yang dibuat oleh iblis.

Main Discussion

Apa itu Stigmata?

Stigmata, secara etimologi, adalah bentuk plural dari bahasa yunani “stigma” yang artinya tanda. Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Istilah ini berasal dari Santo Paulus yang dalam suratnya pada umat Kristen di Galatia menulis, “karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus” (Galatia 6:17).

Seseorang yang mengalami stigmata disebut stigmatis. Kasus stigmata ini biasanya terjadi dalam lingkungan tradisi iman Katolik dan dialami oleh para biarawan/biarawati. Seorang stigmatis dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja. Luka-luka stigmata ini bukan luka lama yang tidak diurus, tapi luka baru yang muncul tiba-tiba, dan mengeluarkan darah segar. Anehnya luka itu pun hilang begitu saja tanpa meninggalkan infeksi. Stigmata ini akan berulang-ulang terus dalam hidup stigmatis.

Sebagian orang yang tidak percaya, akan menghubungkan tanda luka-luka yang demikian, yang muncul atas diri seseorang, dengan suatu penyakit atau bahkan dengan suatu kondisi psikologis tanpa memikirkan gagasan adikodrati. Tentu saja, Gereja juga pertama-tama berusaha memastikan bahwa luka-luka tersebut bukan berasal dari sebab-sebab alamiah, dan mencari bukti adikodrati guna membuktikan bahwa stigmata tersebut sungguh merupakan suatu tanda dari Tuhan. Gereja juga hendak memastikan bahwa stigmata tersebut bukanlah suatu tanda dari setan guna membangkitkan suatu kegemparan rohani yang menyesatkan orang banyak. Oleh sebab itu, karena stigmata merupakan suatu tanda persatuan dengan Tuhan kita yang tersalib, seorang yang benar-benar stigmatis haruslah hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan dengan gagah berani, tabah dalam menanggung penderitaan baik fisik maupun jiwa, dan hampir senantiasa mencapai tingkat persatuan ekstasis dengan-Nya dalam doa.

Tanda luka-luka dari stigmata yang benar itu sendiri juga berbeda dari luka-luka yang timbul akibat penyakit: Stigmata yang benar, sesuai dengan luka-luka Tuhan kita, sedangkan luka-luka yang timbul akibat penyakit akan muncul secara acak pada tubuh. Stigmata yang benar, mencucurkan darah teristimewa pada hari-hari di mana dikenangkan Sengsara Yesus (misalnya pada hari Jumat dan Jumat Agung), sementara luka-luka yang timbul akibat penyakit tidak demikian. Stigmata yang benar, memancarkan darah yang bersih serta murni, sedangkan yang timbul akibat penyakit memancarkan darah yang disertai nanah. Darah yang memancar dari stigmata yang benar, sekali waktu dapat terpancar dalam jumlah besar tanpa mencelakakan sang stigmatis, sedangkan yang berasal dari penyakit akan melemahkan orang secara serius hingga diperlukan transfusi darah. Stigmata yang benar, tak dapat disembuhkan baik melalui medis ataupun perawatan lainnya, sedangkan yang timbul akibat penyakit dapat disembuhkan. Yang terakhir, stigmata yang benar, muncul secara tiba-tiba, sedangkan yang timbul akibat penyakit muncul perlahan-lahan seturut periode waktu dan dapat dihubungkan dengan penyebab psikologis dan fisik yang utama.

Para stigmatis yang benar, mengalami keterkejutan atas munculnya stigmata. Tanda ini bukanlah sesuatu yang mereka “mohon dalam doa”. Terlebih lagi, dalam kerendahan hati, seringkali mereka berusaha menyembunyikannya agar tak menarik perhatian orang terhadap dirinya.

Kisah Stigmata dari Santo/Santa dan Orang Suci

St. Fransiskus dari Asisi

St. Fransiskus dari Assisi (1181 – 1226) adalah stigmatis pertama yang tercatat di dalam sejarah Gereja Katolik. Di 1224, dua tahun sebelum kematiannya, ia memulai perjalanan ke Mt. La Verna untuk berpuasa selama empat puluh hari. Pada suatu pagi menjelang hari Pesta Salib Suci, satu malaikat bersayap enam menampakan diri kepada St Fransiskus ketika dia sedang berdoa. Ketika malaikat itu mendekat, St. Fransiskus bisa melihat bahwa malaikat itu disalibkan. Dia merasa takut oleh pemandangan itu, dan hatinya dipenuhi kegembiraan bersamaan dengan rasa sakit dan penderitaan. Ketika malaikat itu meninggalkan dia, St. Fransiskus mengalami luka di tangannya, kaki, dan sisinya (seolah-olah disebabkan oleh tombak yang sama yang menusuk sisi Kristus). Tanda paku muncul di tangan dan kakinya, dan luka di sisi nya juga berdarah.

St Fransiskus mula-mula berusaha menyembunyikan tanda karunia Ilahi ini dari yang lainnya, dengan membalut kedua tangannya dengan jubahnya dan mengenakan sepatu serta kaus kaki (yang tidak biasa ia lakukan). Lama- kelamaan, rekan-rekan biarawan memperhatikan perubahan dalam cara berpakaian St Fransiskus dan juga sengsara fisiknya, maka terungkaplah rahasia stigmatanya. Pada akhirnya, atas nasehat para rekan biarawan, St Fransiskus mulai membiarkan stigmatanya terlihat orang lain. St Fransiskus mengatakan, “Tak suatupun yang memberiku penghiburan begitu besar selain dari merenungkan hidup dan sengsara Tuhan kita. Andai aku hidup hingga akhir jaman, aku tak akan membutuhkan buku lain.” Sudah tentu, kasih St Fransiskus kepada Tuhan kita yang tersalib, yang diungkapkannya melalui perhatiannya kepada mereka yang malang dan menderita, mendatangkan karunia Stigmata baginya.

Stigmata dari St. Fransiskus tidak dalam bentuk luka yang dibuat oleh paku, tetapi dalam bentuk paku itu sendiri. Tangan dan kakinya tampak tertusuk paku, dengan tanda kepala paku bundar muncul di masing-masing telapak tangan dan di sisi atas kakinya, dan potongan kecil daging menonjol dari sisi yang lain mengambil bentuk ujung paku yang bengkok dan dipiting.

Beata Theresa Neumann

Kisah stigmata lain yang terkenal adalah stigmata dari Theresa Neumann (1898 – 1962). Dia lahir 8 April 1898 di Bavaria (Jerman), di mana dia tinggal sepanjang hidupnya. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga besar yang miskin. Dia adalah anggota dari Ordo Ketiga Santo Fransiskus.

Pada tanggal 10 Maret 1918, Theresa Neumann mengalami kelumpuhan setelah jatuh dari bangku saat membantu untuk memadamkan kebakaran di gudang pamannya. Dia mengalami beberapa cedera lain yang menyebabkan dia kehilangan banyak penglihatannya. Saat-saat ini dimana dia harus terbaring di tempat tidur, kehidupan spiritualnya berkembang. Dia mempersembahkan dirinya untuk Hati Kudus Yesus. Dia menikmati bacaan rohani, sehingga anggota keluarganya bergantian membaca kepadanya tentang Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan orang-orang kudus. Kisah St. Theresia dari Lisieux, si Bunga Kecil Yesus, adalah salah satu favoritnya.

Perantaraan ajaib pertama dari St. Theresa dari Lisieux adalah penglihatan Theresa Neumann yang dipulihkan pada 29 April 1923, hari ketika St. Theresa dari Lisieux dibeatifikasi di Roma. Theresa Neumann telah berdoa novena kepada St. Theresa dari Lisieux beberapa hari sebelumnya. Keajaiban kedua adalah pada 17 Mei 1925, ketika St Theresa dari Lisieux sepenuhnya dikanonisasi sebagai seorang santa dalam Gereja Katolik. Theresa Neumann mengatakan kalau dia mendengar suara St. Theresa dari Lisieux dan ia menyembuhkannya kelumpuhannya.

Theresa Neumann menerima stigmata selama masa Prapaskah 1926. Pada bulan Februari 1926, Theresa jatuh sakit dengan apa yang diyakini influenza. Karena itu dia terpaksa berbaring di tempat tidur. Pada tanggal 5 Maret 1926, Jumat pertama puasa, dia melihat Yesus di Taman Getsemani dengan tiga Rasul. Pada saat yang bersamaan, darah terus menetes dari luka yang tiba-tiba muncul di atas hatinya. Dia merahasiakan lukanya dan menyembunyikan pakaiannya yang bernoda darah di bawah tempat tidurnya.

Pada 12 Maret, dia mendapat penampakan lain Kristus di Bukit Zaitun (Mt. Olives), dengan Yesus tampak memakai mahkota duri. Luka di atas hatinya muncul kembali pada hari itu, dan kali ini dia menceritakan dengan suster lain tentang hal itu. Luka yang sama juga muncul pada hari Jumat minggu berikutnya. Pada 26 Maret, dia mendapat luka yang sama disertai dengan penampakan Kristus yang sedang memikul salib. Karena pakaiannya yang berlumuran darah, dia tidak bisa lagi merahasiakan hal ini dari orang lain.

Pada Jumat Agung, Theresa Neumann mendapatkan penampakan seluruh kisah Sengsara Kristus. Dia juga mendapat luka di tangan dan kaki disertai darah yang tampaknya datang dari matanya. Darah mengalir deras dari luka-lukanya. Pukul 15:00 hari itu, Imam paroki Fr. Josef Naber dipanggil untuk memberikan Theresa Neumann Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Pukul 16:00, kondisinya membaik. Luka-luka di kakinya dan tangan masih dapat diamati ketika dia dimandikan.

Pada hari Minggu Paskah, dia mendapatkan penampakan kebangkitan Kristus. Selama beberapa hari Jumat berturut- turut setelah itu, dia mengalami penderitaan Kristus. Dia terutama menderita Sengsara pada hari Jumat Agung setiap tahun.

Pada 5 November 1926, ia mendapat sembilan luka di kepalanya seperti luka karena Mahkota duri, serta luka di punggung dan bahunya seperti luka cambukan. Dengan demikian, stigmata pada tubuh Theresa Neumann menjadi lengkap, termasuk luka di atas hatinya, luka tembus di tangannya dan kaki, sembilan luka di kepalanya, dan luka-luka di bahunya dan punggung. Menurut beberapa sumber luka-luka tersebut tak kunjung sembuh dan juga tak menjadi terinfeksi. Luka-lukanya bisa ditemukan di tubuhnya pada saat kematian.

St. Katarina dari Sienna

St Katarina dari Sienna (1347-1380), yang dianugerahi pengalaman-pengalaman mistik dan penglihatan-penglihatan sejak ia masih berusia enam tahun, juga dianugerahi stigmata. Pada bulan Februari 1375, ketika mengunjungi Pisa, ia ikut ambil bagian dalam Misa di Gereja St Kristina. Setelah menyambut Komuni Kudus, ia tenggelam dalam meditasi mendalam, sementara matanya menatap lekat pada salib. Sekonyong-konyong, dari salib datanglah lima berkas sinar berwarna merah darah yang menembusi kedua tangan, kaki dan lambungnya, mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa hebat hingga ia jatuh tak sadarkan diri. St Katarina dari Sienna menerima stigmata, yang hanya tampak olehnya saja, hingga sesudah akhir hayatnya.

Masih banyak lagi Santo/Santa dan orang kudus lain yang menerima anugerah Stigmata. Berikut ini adalah daftar singkat para Stigmatis yang dikenal secara luas:

  • St. Padre Pio dari Pietrelcina
  • St. Gemma Galgani
  • St. Veronica Giuliani
  • St. Faustina Kowalska (spiritually)
  • St. Rita dari Cascia

Upaya menjelaskan stigmata secara ilmiah

Karena stigmata adalah sebuah keajaiban yang mengingatkan orang akan penderitaan Kristus yang sangat kejam untuk menebus dosa-dosa manusia, tidak mengherankan bahwa stigmata digunakan oleh iblis dan bagi para pengikutnya di dunia yang menolak Kristus untuk menjadi suatu sumber perpecahan. Beberapa ilmu pengetahuan modern menjelaskan bahwa stigmata adalah buah dari histeria yang dikarenakan diet terlalu ketat untuk melaparkan diri di kalangan biarawan (bagian dari kaul kemiskinan hidup membiara), gangguan mental disosiatif, atau mutilasi diri sendiri.

(histeria menurut KBBI: gangguan pada gerak-gerik jiwa dan rasa dengan gejala luapan emosi yang sering tidak terkendali seperti tiba-tiba berteriak-teriak, menangis, atau tertawa)

(hysteria, mirriam webster : 1: a psychoneurosis marked by emotional excitability and disturbances of the psychogenic, sensory, vasomotor, and visceral functions, 2: behavior exhibiting overwhelming or unmanageable fear or emotional excess)

Seorang dokter atheis Dr. Charcot di abad 19 menghabiskan banyak waktu di kliniknya di Salpetriere, Paris membuat eksperimen pada pasien yang dianggap histeris dalam upaya untuk menghasilkan tanda hipnotis di tubuh yang menyerupai stigmata. Dr. Charcot mengklaim keberhasilan parsial atas hasil eksperimennya, akan tetapi Dr Dejerine yang meneruskan upaya eksperimen itu, menyatakan bahwa dalam jumlah besar kasus yang diamati oleh dia, tidak pernah ada satu kasus pendarahan luka yang seperti stigmata Santo/Santa. Kesimpulan ini yang sekarang juga menjadi kesimpulan hampir bulat dari dokter-dokter modern saat ini.

Walaupun Dr Charcot dan dokter terkenal lainnya gagal menghasilkan dengan cara alami apa pun yang menyerupai tanda fisik stigmata, seorang Lutheran dokter bernama Dr. Lechler mengklaim telah berhasil. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa tidak ada bukti kalau apa yang dia klaim benar-benar telah diproduksi. Tidak ada saksi yang diizinkan untuk hadir sewaktu Dr. Lechler melakukan eksperimennya, kecuali beberapa Lutheran diakon. Bahkan nama subjek percobaan belum dirilis. Ada dugaan bahwa itu adalah seorang gadis dan dia disebut sebagai Elizabeth K. Semua bekas tanda yang diduga dihasilkan telah menghilang sebelum orang lain, kecuali beberapa saksi Lutheran diakon, diijinkan untuk menyaksikannya. Tidak ada eksperimen lebih lanjut yang dibuat pada dia.

Fr. Poulain S.J., otoritas terkenal mengenai teologi mistis, tiba pada kesimpulan bahwa stigmata yang tercatat dalam sejarah Katolik stigmatis sangat berbeda dengan stigmata yang dihasilkan lewat hipnosis. Di dalam bukunya The Graces of Interior Prayer, dia mengatakan sebagai berikut:

  1. Pada stigmata Santo/Santa, ada luka nyata. Aliran darah kadang-kadang bisa sangat berlimpah. Sedangkan pada stigmata hasil hipnosis, hanya ada suatu pembengkakan atau pengeluaran cairan yang sedikit berwarna.
  2. Stigmata Santo/Santa bisa berlangsung selama beberapa tahun, atau mengulang secara berkala setiap minggu. Stigmata hasil hipnosis cuma sementara.
  3. Tidak mungkin untuk menyembuhkan stigmata pada Santo/Santa dengan pengobatan
  4. Stigmata Santo/Santa seringkali sangat menyakitkan. Hal ini belum pernah tercatat untuk stigmata hasil hipnosis
  5. Stigmata Santo/Santa selalu disertai dengan ekstase.
  6. Stigmata Santo/Santa tidak ada bau busuk sama sekali (kadang-kadang dari luka bahkan memancarkan bau wangi), tidak ada nanah, dan tidak ada kerusakan jaringan tubuh.

Begitulah, semua penjelasan ilmiah masih belum mampu menguak misteri Stigmata hingga saat kini. Satu-satunya penjelasan yang mungkin bisa diterima adalah peristiwa Stigmata pastilah memiliki hubungan dengan pikiran bawah sadar penerima Stigmata dengan penyaliban Yesus. Apa penyebab sebenarnya masih misteri. Muncul dan sembuhnya luka juga tetap merupakan keajaiban. Sejauh ini belum ada teori dalam ilmu kedokteran yang sanggup menjelaskan fenomena stigmata.

Stigmata palsu

Tanda fisikal seperti Stigmata dapat juga ditampilkan dengan bantuan si jahat/iblis. Hal seperti ini bertujuan untuk menipu dan menjatuhkan iman para pengikut Kristus yang setia. Kisah stigmatis palsu yang terkenal adalah kisah dari Magdalena de la Cruz dari spanyol.

(fasil dapat mencari dan membaca kisah lengkapnya di internet).

Salah satu ciri khas stigmatis palsu yang sering kali terlihat adalah, orang tersebut suka untuk memamerkan ke publik tanda-tanda luka yang di dapat. Hal ini bermaksud untuk meninggikan diri sendiri dan bukan buah dari kerendahan hati yang justru sangat menonjol dari stigmatis-stigmatis asli.

Jadi, kita harus selalu berhati-hati atas apa yang kita lihat dan dengar di jaman sekarang ini. Kemajuan teknologi yang pesat sudah membantu kita untuk bisa mengakses berita dari seluruh pelosok dunia. Dan tidak jarang berita yang kita dapatkan itu adalah berita hoax atau palsu.

Kesimpulan

Bagi seorang stigmatis, penderitaan yang mereka dapatkan dari luka fisik tersebut, dilihat sebagai sebuah anugrah yang begitu besar. Untuk bisa merasakan sedikit apa yang Tuhan Yesus rasakan pada saat disalib, merupakan berkat dan kesenangan bagi mereka, padahal mereka amat sangat menderita atas luka-luka tersebut.

Mari kita juga mencoba meneladani sikap para stigmatis itu. Sering kali kita melihat penderitaan sebagai tolak ukur untuk berputus asa, atau kita menggunakannya sebagai alasan untuk marah atau sumber kekecewaan. Tetapi sesungguhnya jikalau kita mempersembahkan penderitaan kita kepada Yesus, kita dapat berpartisipasi di dalam sengsara-Nya. Kita dapat belajar melihat penderitaan kita sebagai sebuah anugrah dan berkat dari Tuhan yang mau kita selalu bertumbuh di dalam kasih-Nya.

 

Pertanyaan Sharing

  1. Pernahkah kamu mendengar tentang Stigmata sebelumnya? Apakah kamu percaya akan anugrah Stigmata? Sharingkan pendapatmu.
  2. Menurut pendapatmu, mengapa stigmata yang begitu menyakitkan merupakan sebuah anugrah?
  3. Sharingkan pengalamanmu ketika kamu merasakan penderitaan yang begitu besar, tetapi kamu tetap dapat bersyukur atas penderitaan tersebut. (baik saat mengalami, ataupun sesudah penderitaan itu berlalu)

Videos tentang Stigmata: (sekitar 20 menit):

Referensi