Facilitator?
(error)
Jawaban untuk fasil akan ditampilkan

Sesi 36 - Week of 28 Jun 2020

Sikap Gereja Katolik Terhadap Homoseksualitas


Panduan Fasil:

  1. Untuk berdoa, membaca dan mempersiapkan bahan terlebih dahulu, sebelum memfasilitasi bahan ini pada saat CG.
  2. Baca terlebih dahulu dan pahami apa itu Penal Code Section 377A!(https://sso.agc.gov.sg/Act/PC1871?ProvIds=pr377A)
  3. Dan juga baca Pastoral Letter tentang Penal code tersebut! (http://www.catholic.sg/pastoral-letter-archbishop-s377a/).Untuk mempersiapkan diri dan menjelaskan kepada teman-teman Cell group di pertanyaan sharing nanti.

Intro

Kita banyak mendengar tentang istilah LGBT yang adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, transgender. Dan juga masih banyak istilah-istilah lain yang digunakan untuk perilaku-perilaku seksual yang lain. LGBT memiliki lambang berupa bendera berwarna pelangi. Dari sudut pandang ilmu kesehatan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender ini tidak dibenarkan. Demikian pula halnya dengan sudut pandang Gereja Katolik, perilaku homoseksual merupakan penyimpangan.

Menurut opini banyak orang, faktor apa yang mungkin menyebabkan seseorang memiliki penyimpangan seksual

Faktor keluarga

Cara orang tua mendidik anaknya dapat mempengaruhi sikap anak dalam memilih cara hidup normal layaknya orang yang lainnya. Pengalaman menerima perlakuan kasar atau perlakuan yang tidak baik lainnya dapat menjadikan anak menjadi cenderung memilih LGBT sebagai pilihan hidup.

Trauma yang dialami oleh seorang anak perempuan yang menerima kasar atau tindak kekerasan lainnya dari ayah atau saudara laki-lakinya akan membuatnya memiliki sifat seperti laki-laki atau bersikap benci terhadap semua laki- laki.

Faktor lingkungan dan pergaulan

Lingkungan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Lingkungan pergaulan dapat menjadi salah satu faktor penyebab dominan terhadap keputusan seseorang untuk menjadi bagian dari komunitas LGBT. Pengaruh budaya yang memperkenalkan cara hidup LGBT dapat mempengaruhi seseorang untuk ikut menjadi bagian darinya.

Faktor genetik

Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa salah satu faktor pendorong terjadinya homoseksual, lesbian, atau perilaku seks yang dianggap menyimpang lainnya bisa berasal dari dalam tubuh seseorang LGBT yang sifatnya bisa menurun dari anggota keluarga sebelumnya. Namun hingga kini masih belum dapat dipastikan apakah kecenderungan ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik.

Bagaimana Pandangan Gereja Katolik tentang Homoseksual?

Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2357 mendefinisikan homoseksualitas sebagai hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang yang sama jenis kelaminnya. Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Kitab Suci yang melukiskannya sebagai penyelewengan besar (Bdk.Kej 19:1-29; Rm 1:24-27; 1 Kor 6:10; 1 Tim 1:10) tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa “perbuatan homoseksual itu tidak baik” (CDF, Perny. “Persona humana”). Perbuatan itu melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi sewaktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan.

Gereja yang menyadari bahwa tidak sedikit pria dan wanita yang mempunyai kecenderungan homoseksual yang sebenarnya tidak mereka pilih sendiri mengajarkan bahwa mereka ini harus dilayani dengan hormat, dengan kasih dan bijaksana. Mereka harus diarahkan agar dapat memenuhi kehendak Allah dalam kehidupannya, dengan hidup murni, melalui kebajikan dan pengendalian diri dan mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa dan sakramen, menuju kesempurnaan Kristen (KGK 2358-2359).

Catechism of Catholic Church 2357-2359:

Chastity and homosexuality

2357

Homosexuality refers to relations between men or between women who experience an exclusive or predominant sexual attraction toward persons of the same sex. It has taken a great variety of forms through the centuries and in different cultures. Its psychological genesis remains largely unexplained. Basing itself on Sacred Scripture, which presents homosexual acts as acts of grave depravity,141tradition has always declared that “homosexual acts are intrinsically disordered.”142 They are contrary to the natural law. They close the sexual act to the gift of life. They do not proceed from a genuine affective and sexual complementarity. Under no circumstances can they be approved.

2358

The number of men and women who have deep-seated homosexual tendencies is not negligible. This inclination, which is objectively disordered, constitutes for most of them a trial. They must be accepted with respect, compassion, and sensitivity. Every sign of unjust discrimination in their regard should be avoided. These persons are called to fulfill God’s will in their lives and, if they are Christians, to unite to the sacrifice of the Lord’s Cross the difficulties they may encounter from their condition.

2359

Homosexual persons are called to chastity. By the virtues of self-mastery that teach them inner freedom, at times by the support of disinterested friendship, by prayer and sacramental grace, they can and should gradually and resolutely approach Christian perfection.

Bagaimana Sikap Gereja Katolik Terhadap Homoseksualitas?

Gereja Katolik tidak menolak para gay dan lesbian, namun tidak membenarkan perbuatan mereka.

Dosa/ praktek homoseksual perlu kita tolak karena merupakan dosa berat yang melanggar kemurnian, namun manusianya tetap harus dihormati dan dikasihi. Walaupun demikian, Gereja tetap memegang bahwa kecenderungan homoseksual adalah menyimpang. (berdasarkan Congregation for the Doctrine of Faith yang dikeluarkan tgl 3 Juni 2003 mengenai, Considerations regarding Proposals to give legal recognition to unions between Homosexual Persons, 4).

Kitab Suci mengecam perbuatan homoseksual (lih. Rm 1:24-27, 1Kor 6:10; 1Tim 1:10), karena secara mendasar perbuatan itu menyimpang. Ajaran Kitab Suci ini tentu tidak memperbolehkan kita untuk menyimpulkan bahwa mereka yang mengalami kecenderungan homoseksual ini bertanggung jawab untuk keadaan yang khusus ini, tetapi ajaran ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan homoseksual secara mendasar menyimpang. Namun demikian, menurut ajaran Gereja, mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual harus diterima dengan hormat, dengan belas kasih dan dengan sensitivitas.

Setiap tanda diskriminasi yang tidak adil yang dikarenakan oleh kecenderungan tersebut harus dihindari. “Mereka harus dilayani dengan hormat, dengan kasih sayang dan dengan bijaksana. Orang jangan memojokkan mereka dengan salah satu cara yang tidak adil.” (KGK 2358). Mereka, seperti halnya semua umat beriman, dipanggil untuk hidup murni, namun kecenderungan homoseksual tetaplah menyimpang (KGK 2358) dan perbuatan homoseksual adalah dosa melawan kemurnian (KGK 2396). Dengan demikian, tidak ada dasar untuk mempertimbangkan persatuan homoseksual sebagai sesuatu yang mirip ataupun bahkan sedikit menyerupai gambaran rencana Tuhan untuk perkawinan dan keluarga.

Menolak perbuatan homoseksual, namun menolak diskriminasi terhadap kaum homoseksual

Sikap yang diajarkan Gereja adalah: menolak untuk menyetujui perbuatan-perbuatan homoseksual, namun juga menolak diskriminasi yang tidak adil terhadap mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual. Gereja mengajarkan bahwa penghormatan kepada orang-orang yang homoseksual tidak dapat mengarah kepada menyetujui tindakan homoseksual atau kepada pengakuan persatuan homoseksual (homosexual union) secara hukum.

Tidak menyetujui pengakuan legal/hukum terhadap ‘Perkawinan’ Homoseksual (homosexual union)

Dalam gereja Katolik, perkawinan yang diperbolehkan adalah antara seorang pria dan seorang wanita, yang dengan saling memberikan diri yang sepantasnya dan eksklusif hanya antara mereka berdua, mengarah kepada persekutuan pribadi mereka. Dengan cara ini, mereka saling menyempurnakan dalam rangka bekerjasama dengan Tuhan di dalam penciptaan dan pengasuhan (upbringing) kehidupan-kehidupan manusia yang baru.

Kesejahteraan umum mensyaratkan bahwa hukum mengenali, mendukung dan melindungi perkawinan sebagai dasar keluarga, unit terkecil dalam masyarakat. Pengakuan secara hukum akan persatuan homoseksual atau penempatan hal itu sejajar dengan perkawinan akan berarti tidak saja sebagai pengakuan akan tindakan/pola tingkah laku yang menyimpang tersebut, tetapi juga menghalangi nilai- nilai dasar yang menjadi warisan bersama umat manusia. Gereja tidak dapat gagal untuk mempertahankan nilai- nilai ini, demi kebaikan para pria dan wanita dan demi kebaikan masyarakat itu sendiri.

Apakah Alasan Gereja Katolik Tidak Menyetujui ‘perkawinan’ Homoseksual?

Perkawinan ditentukan oleh Allah dengan kodrat, sifat, dan esensi tertentu

Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan bukanlah hanya terbatas pada hubungan antara manusia, namun hubungan yang ditentukan oleh Sang Pencipta dengan kodrat tertentu, dengan sifat esensi dan maksud yang tertentu.

Perkawinan dimaksudkan Allah agar pasangan manusia itu – yaitu antara seorang laki-laki dan seorang perempuan – mengambil bagian dalam karya penciptaan Tuhan dan pendidikan/pengasuhan kehidupan baru.

Tiga elemen dasar perkawinan menurut rencana Tuhan

Tiga prinsip dasar tentang rencana Allah untuk perkawinan adalah :

Manusia sebagai gambaran Allah, diciptakan “laki-laki dan perempuan” (Kej 1:27).

Pria dan wanita adalah sama sebagai pribadi dan saling melengkapi sebagai laki-laki dan perempuan. Seksualitas adalah sesuatu yang tidak hanya berhubungan dengan hal fisik dan biologi, tetapi telah diangkat ke tingkat ‘pribadi’, di mana kodrat dan roh disatukan.

Perkawinan ditetapkan oleh Tuhan sebagai bentuk kehidupan di mana sebuah persekutuan pribadi dinyatakan dengan melibatkan kemampuan seksual.

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kej 2:24)

Tuhan telah menghendaki untuk memberikan kepada persatuan antara pria dan wanita sebuah partisipasi/ kerjasama yang istimewa di dalam karya penciptaan-Nya.

Oleh karena itu Allah memberkati pria dan wanita dengan perkataan, “Beranakcuculah dan bertambah banyak” (Kej 1:28). Dengan demikian, di dalam rencana Tuhan, kodrat perkawinan adalah saling melengkapi dalam hal seksual dan kemampuan berkembang biak.

Persatuan homoseksual tidak dapat memberikan kontribusi yang layak terhadap prokreasi dan kelanjutan generasi umat manusia (survival of the human race). Selanjutnya, persatuan perkawinan antara pria dan wanita telah diangkat oleh Kristus ke martabat sakramen. Gereja mengajarkan bahwa perkawinan Kristiani adalah tanda yang nyata akan perjanjian Kristus dan Gereja (lih. Ef 5:32). Makna Kristiani tentang perkawinan meneguhkan dan memperkuat persatuan perkawinan antara pria dan wanita.

Apakah Homoseksual Bisa “Sembuh”?

Homoseksual tidak dapat dipastikan bisa “sembuh”, namun seseorang yang memiliki kecenderungan homoseksual harus mau bekerja sama dalam usaha untuk mengatasi keadaannya. Diperlukan kesediaannya untuk menerima bimbingan konseling dan pertolongan Roh Kudus yang diberikan dalam sakramen-sakramen Gereja terutama Sakramen Tobat dan Ekaristi. Hal ini juga diungkap oleh seorang gay, David Morrison dalam bukunya Beyond Gay, (Indiana, Our Sunday Visitor, Inc, 1999). Fakta menunjukkan bahwa dengan pengarahan yang benar untuk bertumbuh secara rohani dalam komunitas yang mendukung pertobatannya, maka seorang yang homoseksual dapat menjalani hidup yang normal, entah akhirnya menjadi heteroseksual dan menikah dengan lawan jenis, ataupun tetap memilih untuk tidak menikah, namun hidup dalam kemurnian, dan tetap mengalami kebahagiaan.

Apa yang Dapat Diberikan Seseorang dengan Kecenderungan Homoseksual kepada Yesus?

Seseorang dengan kecenderungan homoseksual dapat mempersembahkan pertobatan yang sungguh dan komitmen yang serius untuk hidup kudus agar ia dapat berakar dalam sakramen dan dapat melihat dengan lebih jelas apa yang menjadi panggilan hidupnya. Selama proses ini, dianjurkan agar ia memohon bantuan dari Romo dan konselor di paroki. Jika ia memang terpanggil dan ia telah mengalami kuasa Roh Kudus yang memampukannya untuk menolak dosa, ia bahkan dapat melayani orang-orang lain yang memiliki kecenderungan seperti dia setelah ia sendiri telah mengalami pertobatan yang terus-menerus dan melaksanakan buah-buah pertobatan itu.

Seseorang dengan kecenderungan homoseksual seumur hidupnya, ia harus tetap waspada dan mawas diri agar jangan jatuh lagi ke dalam dosa homoseksual. Perjuangan untuk hidup kudus merupakan perjuangan seumur hidup, untuk itu maka ia harus mengandalkan pertolongan Tuhan Yesus sendiri, yang dapat diterimanya melalui doa-doa, sakramen-sakramen dan komunitas umat beriman.

Apa yang Perlu Dipahami Umat Beriman Tentang Homoseksual ?

Sebagai umat beriman penting untuk dapat memahami perbedaan kecenderungan homoseksual dengan pelaku homoseksual. Kecenderungan homoseksual merupakan kecenderungan ketertarikan terhadap sesama jenis itu. Keadaan ini belum membuahkan dosa bila tidak dinyatakan dalam aktivitas seksual homoseksual. Gereja Katolik menganggap kecenderungan ini sebagai “objective disorder“/ ketidakteraturan yang obyektif, karena menjurus kepada hubungan seksual yang tidak wajar.

Kecenderungan homoseksual di sini menyerupai kecenderungan yang dimiliki seseorang untuk kebiasaan buruk lainnya, misalnya ada orang yang memiliki kecenderungan pemarah, pemabuk, pemalas, dst. Kecenderungan ini baru akan berbuah menjadi dosa, jika terus dituruti keinginannya, dalam hal ini, adalah jika mereka yang gay/homoseksual terus bergaul dalam lingkungan ‘gay’ dan mempraktekkan kehidupan seksual ‘gay’ ini. Namun, jika tidak, maka kecenderungan tersebut tidak berbuah dosa.

Jadi kecenderungan ini benar-benar ada/nyata, walaupun bukan berarti kita dapat membiarkannya. Contoh, tentu saja kita tidak dapat mengatakan karena seseorang memiliki kecenderungan pemarah, maka ia boleh saja hidup sebagai seorang pemarah. Kita justru harus mengalahkan kecenderungan itu dengan kuasa yang kita terima dari kemenangan salib Kristus, sebab oleh Dia segala belenggu dosa dipatahkan.

Jadi sebenarnya, orang-orang yang “lesbi” atau “gay” sebenarnya dapat menghindari dosa, dengan tidak mengikuti dorongan nafsu seksualnya yang terarah kepada teman sejenis kelamin. Jika mereka hidup mengikuti hawa nafsu tersebut, tentu saja mereka berdosa.

Bagaimana Selayaknya Umat Katolik Menyikapi Kecenderungan Homoseksual?

  1. Semua umat Katolik untuk seharusnya menentang pengakuan legal/ hukum terhadap ‘perkawinan’ sesama jenis (homosexual union), dan tokoh politik Katolik berkewajiban untuk melakukannya dengan cara yang khusus sesuai dengan tanggung jawab mereka sebagai seorang tokoh politik.
  2. Menerima orang dengan kecenderungan homoseksual dengan dasar cinta kasih sebagai sesama manusia yang patut dihargai keberadaannya dan tidak mendiskriminasi.
  3. Mendukung perjuangan orang dengan kecenderungan homoseksual untuk dapat menjalani hidup normal
  4. Memberi ruang kepada orang dengan kecenderungan homoseksual untuk bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih dalam Tuhan.

Langkah-langkah praktis yang dapat disarankan untuk orang yang mengalami kecenderungan LGBT

  1. Mengikuti retret.
  2. Menerima Sakramen Tobat secara teratur.
  3. Bertekun dalam Firman Tuhan.
  4. Bertekun dalam doa dan sakramen.
  5. Berlatih kebajikan kemurnian.
  6. Melawan ketika godaan datang.
  7. Hindari kesempatan berbuat dosa.
  8. Bergabung dalam komunitas.

Kesimpulan

Gereja Katolik tidak menolak para gay dan lesbian, namun tidak membenarkan perbuatan mereka; melainkan mengarahkan mereka untuk hidup sesuai dengan perintah Tuhan untuk menerapkan kemurnian/chastity. Maka di sini perlu dibedakan akan perbuatan/ dosa homoseksual dan orangnya. Dosa/praktek homoseksual perlu kita tolak karena merupakan dosa berat yang melanggar kemurnian, namun manusianya tetap harus dihormati dan dikasihi. Walaupun demikian, Gereja tetap memegang bahwa kecenderungan homoseksual adalah menyimpang (berdasarkan Congregation for the Doctrine of Faith yang dikeluarkan tgl 3 Juni 2003 mengenai, Considerations regarding Proposals to give legal recognition to unions between Homosexual Persons, 4).

Pertanyaan Sharing

  1. Adakah di lingkungan keluarga, teman, kantor atau sekolah kalian mengenal seseorang yang adalah homoseksual. Bagaimanakah sikap kalian terhadapnya? Sharingkan!
  2. Menurut kalian bagaimana kalian menyingkapi persimpangan seksual ini yang semakin banyak dan semakin terbuka dalam film-film, lagu-lagu, buku-buku, tv, pertunjukan, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, lingkungan pertemanan atau di keluarga? Sharingkan!
  3. Apakah kalian pernah mendengar tentang ‘S377A Penal Code’? Sebagai seorang katolik bagaimanakah kita menanggapi hal tersebut, apakah kita menolak atau tidak menolak? Bagaimanakah pendapat kalian? (https://www.catholic.sg/pastoral-letter-archbishop-s377a/)

Reference

A Calling For Love

  • (Disarikan dari berbagai sumber oleh V. Waty S.H. Editor: Ika Sugianti Daftar Bacaan :
    Wikipedia : LGBT
  • Katolisitas – Homoseksual : dosakah, dan dapat sembuhkah?
  • Mengapa Gereja Katolik Menentang “Perkawinan Homoseksual? • Bagaimana untuk dapat lepas dari dosa homoseksual
  • LGBT Menurut Gereja Katolik Ordo Fransiskan – Katolik News: Moral Katolik Menilai LGBT
  • Kompendium Katekismus Gereja Katolik, Diterjemahkan dari Catechismo della Chiesa Cattolica oleh Harry Susanto SJ, Kanisius, cetakan ke 10, 2015)
  • https://www.catholic.sg/pastoral-letter-archbishop-s377a/