Sesi 56 - Week of 3rd Jan 2021

Pentingnya Liturgi bagi umat Katolik


Intro

Selamat Tahun Baru 2021! Tahun lalu mungkin akan menjadi tahun yang tidak terlupakan bagi kita semua dikarenakan dengan adanya wabah Corona yang mewabah diseluruh dunia dan kita pun harus menyesuaikan gaya hidup kita dengan ‘the new normal’. Mulai dari #washyourhand #stayathome #wearyourmask #workfromhome #circuitbreaker #psbb #dirumahaja, dll.

Untuk topik awal tahun di bulan Januari ini, kita akan membahas tentang Liturgi. Berapa banyak dari kita yang masih terus mengikuti misa ekaristi? Berapa banyak dari kita yang merasakan bahwa liturgi itu membosankan atau menjadi rutinitas karena kewajiban untuk mengikuti misa setiap minggunya, atau malah sejak ada misa secara online kita menjadi tidak fokus, kurang berkesan, kurang semangat atau malah bolong-bolong misa mingguan.

Atau, malah sebaliknya? Kita bisa sangat tekun, menghayati dan menanti-nanti untuk bisa mengikuti misa. Bahkan malah sejak adanya misa online, kita bisa mengikuti lebih banyak misa tidak hanya mingguan tapi juga harian dan mengikuti misa dari berbagai sumber yang berbeda tidak hanya dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Perbedaan sikap ini bisa terjadi jika kita belum mengerti tentang apa sebenarnya arti liturgi di dalam Gereja Katolik. Apa yang perlu kita lakukan untuk dapat menghayati liturgi dan menjadikannya bagian dari diri kita.

Pengertian Liturgi

Sakramen adalah penghadiran Misteri Kristus Di dalam liturgi, Gereja merayakan Misteri Paskah Kristus yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga- yang membawa kita kepada Keselamatan. ((Lihat Sacrosanctum Concilium, Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci, 5, dan Katekismus Gereja Katolik 1067, 1068.)) Dengan merayakan Misteri Kristus ini, kita memperingati dan merayakan bagaimana Allah Bapa telah memenuhi janji dan menyingkapkan rencana keselamatan-Nya dengan menyerahkan Yesus Putera-Nya oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan dunia. (Lihat KGK 1066) Jadi sumber dan tujuan liturgi adalah Allah sendiri.

Katekismus Gereja Katolik menjabarkan tentang liturgi sebagai karya Allah dengan mengutip surat Rasul Paulus, demikian:

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” (Ef 1:3-6) (Lihat KGK 1077)

Maka “berkat rohani” merupakan karya Allah. Sumber dari segala berkat rohani ini adalah Allah Bapa, berkat ini dicurahkan kepada kita di dalam Kristus, oleh kuasa Roh Kudus. Sejak awal mula Allah telah memberkati mahluk ciptaan-Nya, secara khusus umat manusia (lih. KGK 1080). Dalam liturgi inilah berkat rohani surgawi dicurahkan kepada kita. Dan karena berkat rohani dari Allah yang terbesar adalah karya keselamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus dan di dalam Kristus, maka karya keselamatan Allah itulah yang dihadirkan kembali di tengah Gereja dalam liturgi, oleh kuasa Roh Kudus.

Liturgi pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. (Lihat KGK 1069) Pada jaman Gereja awal seperti dijabarkan di dalam surat rasul Paulus, para pengikut Kristus beribadah bersama di dalam liturgi (dikatakan sebagai “korban dan ibadah iman” di dalam Flp 2:17). Termasuk di sini adalah pewartaan Injil (Rom 15:16); dan pelayanan kasih (2 Kor 9:12). Maka, dalam Perjanjian Baru, kata ‘liturgi’ mencakup tiga hal, yaitu ibadat, pewartaan dan pelayanan kasih yang merupakan partisipasi Gereja dalam meneruskan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja.(Lihat KGK 1070)

Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung. Dalam hal ini, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja; sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus). Konsili Vatikan II mengajarkan pengertian tentang liturgi sebagai berikut:

“Maka, benarlah bahwa liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. Di dalam liturgi, dengan tanda-tanda lahiriah, pengudusan manusia dilambangkan dan dihasilkan dengan cara yang layak bagi masing-masing tanda ini; di dalam Liturgi, seluruh ibadat publik dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya. Oleh karena itu setiap perayaan liturgis sebagai karya Kristus sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama.” (Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, 7)

Oleh karena itu tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi (Lihat KGK 1070, Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium, 7.) karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.

Allah Bapa: Sumber dan Tujuan Liturgi

Alkitab mengatakan, “Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia- Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya” (Ef 1:3-6). Dari sini kita mengetahui bahwa Allah Bapalah yang memberikan rahmat sorgawi kepada kita, melalui Kristus dan di dalam Kristus. Dan karena rahmat itu diberikan di dalam sakramen melalui liturgi, maka sumber liturgi adalah Allah Bapa, dan tujuan liturgi adalah kemuliaan Allah.

Kristus Bekerja di dalam Liturgi

Karena Kristus telah bangkit mengalahkan maut, maka, Ia yang telah duduk di sisi kanan Allah Bapa, pada saat yang sama dapat terus mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, melalui sakramen- sakramen. ((Lihat KGK 1084)) Karena Yesus sendiri yang bertindak dengan kuasa Roh Kudus-Nya, maka kita tidak perlu meragukan efeknya, karena pasti Kristus mencapai maksud-Nya.

Puncak karya Kristus adalah Misteri Paska-Nya, maka Misteri Paska inilah yang dihadirkan di dalam liturgi Gereja. ((Lihat KGK 1085)) Jadi dalam liturgi, Misteri Paska yang sungguh-sungguh telah terjadi di masa lampau dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut, maka Misteri Paska-Nya tidak berlalu begitu saja ditelan waktu, namun dapat dihadirkan kembali oleh kuasa Ilahi, yang mengatasi segala tempat dan waktu. Hal ini dilakukan Allah karena besar kasih-Nya kepada kita, sehingga kita yang tidak hidup pada masa Yesus hidup di dunia dapat pula mengambil bagian di dalam kejadian Misteri Paska Kristus dan menerima buah penebusan-Nya. Katekismus mengajarkan, “Liturgi Kristen tidak hanya mengingatkan kita akan peristiwa- peristiwa yang menyelamatkan kita, tetapi menghadirkannya juga. Misteri Paska Kristus dirayakan bukan diulangi; hanya perayaan-perayaan itu yang diulangi. Di dalam setiap perayaan terjadi curahan Roh Kudus yang membuat misteri yang terjadi hanya satu kali itu, menyata dalam waktu sekarang.” ((KGK 1104))

Kristus selalu hadir di dalam Gereja, terutama di dalam perayaan liturgi. Pada perayaan Ekaristi/ Misa kudus, Kristus tidak hanya hadir di dalam diri imam-Nya, namun juga di dalam wujud hosti kudus. Liturgi di dunia menjadi gambaran liturgi surgawi di mana Yesus duduk di sisi kanan Allah Bapa, dan kita semua sebagai anggota Gereja memuliakan Allah bersama seluruh isi surga. ((Lihat Konsili Vatikan II, tentang Liturgi suci, Sacrosanctum Concilium, 8.))

Hubungan Liturgi dengan Sakramen

Liturgi dalam arti terdalam merupakan sakramen atau tanda nyata dan kelihatan dari misteri keselamatan Allah. Sebagaimana Gereja meyakini bahwa misteri keselamatan Allah ditampakkan melalui peristiwa-peristiwa konkret di dalam dunia ini dan dan secara paling sempurna dan lengkap terungkap dalam diri Yesus Kristus, maka Gereja yang didirikan Kristus menjadi tanda nyata dan kelihatan dari karya keselamatan Allah tersebut. Dalam meneruskan tugas itu, Gereja di satu sisi menyadari bahwa manusia merupakan roh yang membadan, oleh karena itu ia juga merupakan makhluk simbolis. Untuk itu, karya keselamatan itu mesti dihadirkan dalam wujud yang kelihatan dan konkret yang kemudian kita kenal dan alami melalui (ke-7) sakremen.

Dari segi cakupan, liturgi memang bisa dikatakan lebih luas dari sakramen sebab liturgi mencakup seluruh bentuk kebaktian dalam Gereja yang tidak hanya terbatas pada ke tujuh sakramen, melainkan juga Ibadat Harian. Secara ringkas, liturgi terdiri dari sakramen (lengkap dan dengan segala upacara yang menyertainya) dan ibadat harian, sedangkan sakramen merupakan konkretisasi dari karya penyelamatan Allah (Liturgi) kepada manusia.

Liturgi dirayakan dengan menggunakan pelbagai tanda dan lambang, baik yang berasal dari pengalaman manusia, tanda-tanda “Perjanjian” antara Allah dan umatNya, tanda-tanda yang diangkat oleh Kristus, dan tanda-tanda sakramental, yang semuanya merujuk pada keselamatan yang berasal dari Kristus, menggambarkan dan mencicipi pada masa sekarang kemuliaan surga. Juga dengan menggunakan perkataan (terutama dalam Liturgi Sabda (Liturgy of the Word) di mana Kitab Suci dibacakan dan direnungkan) dan Tindakan (terkait dengan masing-masing Sakramen (Liturgy of the Sacrament): misalnya pembaptisan, krisma, pengurapan minyak, pengakuan dosa, tahbisan suci, perkawinan, Liturgi Ekaristi, penumpangan tangan). Dengan nyanyian dan musik, dan gambar-gambar kudus, misalnya ikon (Dalam Gereja Ortodoks).

Roh Kudus dan Gereja di dalam Liturgi

Jika Roh Kudus bekerja di dalam diri seseorang, maka Ia akan menggerakkan hati orang tersebut untuk bekerjasama dengan Allah. Kita dapat melihat hal ini pada teladan Bunda Maria dan para Rasul. Demikian halnya liturgi menjadi hasil kerjasama Roh Kudus dengan kita sebagai anggota Gereja. ((Lihat KGK 1091)) Kerjasama Roh Kudus dan Gereja ini menghadirkan Kristus dan karya keselamatan-Nya di dalam liturgi, sehingga liturgi bukan sekedar ‘kenangan’ akan Misteri Kristus, melainkan adalah kehadiran Misteri Kristus yang satu-satunya itu. ((Lihat KGK 1099, 1104))

Peran Roh Kudus dinyatakan pada saat pembacaan Sabda Allah, karena Roh Kudus menjadikan Sabda itu dapat diterima dan dilaksanakan di dalam hidup umat. Kemudian Roh Kudus memberikan pengertian rohani terhadap Sabda Tuhan itu, yang menghidupkan perkataan doa, tindakan dan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan dalam liturgi, dan dengan demikian Roh Kudus menghidupkan hubungan antara umat (beserta para imam) dengan Kristus. ((Lihat KGK 1101,1102.)) Selanjutnya peran Roh Kudus nyata saat konsekrasi, yaitu saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah puncak perayaan Ekaristi terjadi, saat Kristus berkenan menghadirkan Diri di tengah Gereja-Nya.

Oleh karena itu Sang Pelaku yang utama dalam liturgi adalah Kristus, dan kita sebagai anggota Gereja mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dilakukan oleh Kristus itu. Dengan demikian bukan kita pribadi yang dapat menentukan segala sesuatunya dalam liturgi menurut kehendak sendiri, melainkan kita sepantasnya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus dalam perayaan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para rasul dan diteruskan dengan setia oleh para penerus mereka.

Kristus mengajak kita ikut serta mengambil bagian dalam Misteri Keselamatan-Nya

Yesus mengajak kita semua ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paska-Nya yang dihadirkan kembali di dalam Liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Kristus memberikan kita kesempatan yang sama dengan orang-orang yang hidup pada zaman Ia hidup di dunia 2000 tahun yang lalu, yaitu menyaksikan dan ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan kita, yaitu wafatNya di salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Secara khusus penghadiran Misteri Paska ini nyata dalam Ekaristi, yang merupakan penghadiran kurban Kristus yang sama dan satu-satunya itu oleh kuasa Roh Kudus.

((Kini Ekaristi diwujudkan sebagai kurban yang tidak berdarah, karena Yesus telah menang atas maut, sehingga tidak mungkin kurban Kristus yang satu-satunya itu dihadirkan kembali dengan penumpahan darahNya seperti yang terjadi secara historis 2000 tahun yang lalu.)) Kuasa Roh Kudus yang dulu menghadirkan Yesus dalam rahim Maria, kini hadir untuk menghadirkan Yesus di altar. Kuasa Roh Kudus yang dulu hadir pada hari Pentakosta kini hadir di dalam setiap perayaan Ekaristi, untuk mengubah kita menjadi seperti para rasul, dipenuhi kasih dan semangat yang berkobar untuk ikut serta melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia ini.

Jika kita menghayati kebenaran ini, kita seharusnya tidak bosan dan mengantuk dalam mengikuti misa. Sebab jika demikian, kita seumpama mereka yang hidup di jaman Yesus, hadir di bawah kaki salib Yesus, tetapi malah melamun dan tidak mempunyai perhatian akan apa yang sedang terjadi di hadapan mata mereka. Sungguh tragis, bukan? Memang Misteri Paska itu tidak hadir persis secara fisik seperti 2000 tahun lalu, namun secara rohani, Misteri Kristus yang sama dan satu-satunya itu hadir dan membawa efek yang sama seperti pada 2000 tahun yang lalu. Betapa dalamnya makna dari misteri ini, namun kita perlu menilik ke dalam hati kita yang terdalam untuk melihatnya dengan mata rohani dan menghayatinya dengan sikap tunduk dan kagum.

Liturgi adalah sumber kehidupan

Jadi sebagai karya Kristus, liturgi menjadi kegiatan Gereja di mana Kristus hadir dan membagikan rahmat- Nya, ((Lihat KGK 1071.)) yang menjadi sumber kehidupan rohani kita. Walaupun demikian, liturgi harus didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 9, KGK 1072.)) sebab tanpa ketiga hal tersebut akan sangat sulit bagi kita untuk menghayati perayaan liturgi, apalagi menghasilkan buahnya dalam kehidupan sehari-hari. Ibaratnya tak kenal maka tak sayang, maka jika kita ingin menghayati liturgi, maka sudah selayaknya kita mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan.

Liturgi yang bersumber pada Allah menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja. Bersumber pada liturgi ini, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan, dan menjaga persatuan umat. Kehidupan rohani kita tidak terbatas hanya dari keikutsertaan dalam liturgi, tetapi juga dari kehidupan doa yang benar (doa pribadi (Mat 6:6) dan doa tanpa henti (1Tes 5:17)). ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 12))

Kesimpulan

Seperti telah diuraikan di atas: liturgi merupakan partisipasi kita di dalam doa Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Liturgi terutama Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska Kristus merupakan peringatan akan karya Allah Tritunggal untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maka liturgi merupakan puncak kegiatan Gereja, dan sumber di mana kuasa Gereja dicurahkan, ((Lihat Sacrosanctum Concillium, 10, dan KGK 1074.)) yaitu kehidupan baru di dalam Roh, keikutsertaan di dalam misi perutusan Gereja dan pelayanan terhadap kesatuan Gereja. ((Lihat KGK 1072)) Jadi bagi kita umat beriman, terutama yang ikut ambil bagian di dalam karya kerasulan awam, keikutsertaan di dalam liturgi merupakan sesuatu yang utama. Tidak bisa kita melayani umat, jika kita sendiri tidak diisi dan diperbaharui oleh rahmat Tuhan sendiri. Prinsipnya, “kita tidak bisa memberi, jika kita tidak terlebih dahulu menerima” rahmat yang dari Allah.

Rahmat Allah ini secara nyata kita terima melalui liturgi. Dalam hal ini, Ekaristi memegang peranan penting karena di dalamnya rahmat yang diberikan adalah Kristus sendiri. Kini tinggal giliran kita untuk memeriksa diri dan mempersiapkan hati untuk menerima berkat rahmat itu. Jika kita mempunyai sikap hati yang benar dan berpartisipasi aktif di dalam liturgi, maka Tuhan sendiri akan memberkati dan menjadikan kita anggota TubuhNya yang menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya. Menimba bekal rohani melalui liturgi merupakan salah satu cara yang paling nyata untuk menjawab undangan Tuhan Yesus, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu…. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:4-5).

Pertanyaan Sharing

  1. Dengan membaca bacaan diatas, hal apakah yang menarik hati kalian atau ada sesuatu informasi yang sebelumnya tidak kalian ketahui. Sharingkan!
  2. Dari macam-macam bentuk sakramen-sakramen liturgi, adakah kalian pernah mengikuti atau menyaksikan Sakramen pengurapan orang sakit? Sharingkan pengalaman kalian dan bagaimana perasaan kalian pada saat itu!
  3. Dalam mengikuti Sakramen Ekaristi, pernahkah kalian mengalami tantangan atau hambatan untuk bisa menghayati atau fokus di dalam misa? Menurut kalian apa yang menyebabkan hal-hal tersebut? Dan bagaimana kalian mengatasinya? Sharingkan! Atau, pernahkah kalian alami dimana kalian bisa dengan khusyuk sungguh-sungguh bisa menghayati dalam mengikuti misa, bahkan sampai kalian merasa tersentuh. Sharingkan!
  4. Setelah adanya misa online, seberapa seringkah kalian mengikuti misa online tersebut? Adakah perbedaan yang kalian alami dari mengikuti misa secara offline and online? Adakah hal negative ataupun positif yang kalian rasakan dari mengikuti misa secara online. Sharingkan!

Reference