Sesi 67 - Week of 18 Apr 2021

Pandangan Katolik tentang feng shui, horoskop dan penghormatan orang meninggal


Pengantar

Di sesi CG awal bulan lalu kita belajar tentang perintah Tuhan yang utama. Mat 22:37 Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” Sebagai anak-anak Tuhan, kita tentunya mau untuk selalu menaati perintah ini. Akan tetapi kita sering dibuat bingung akan tradisi keluarga atau praktek-praktek budaya yang dilakukan oleh keluarga kita atau orang-orang di sekitar, dan kita tidak yakin apakah hal ini bertentangan dengan perintah Tuhan. Bahan CG hari ini akan membahas pandangan Katolik tentang feng shui, horoskop dan penghormatan orang meninggal, dengan tujuan agar kita tahu mana yang tidak bertentangan dengan iman Katolik kita dan dapat menjelaskan ketika ditanya.

Apakah kita boleh percaya pada feng shui?

Feng shui bukanlah produk dari suatu agama melainkan satu bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang elemen-elemen yang ada di sekitar kita dan menemukan cara untuk menciptakan keharmonisan. Beberapa hal dalam feng shui memang dapat diterima dengan akal sehat, misalnya memilih rumah yang menghadap ke timur, penggunaan warna tertentu untuk membuat ruangan lebih nyaman, dsb. Tetapi praktek feng shui tidak terbatas hanya seperti ini dan dapat menjurus ke hal-hal yang mengandung tahayul seperti misalnya jumlah anak tangga dihitung untuk memenuhi ketentuan angka tertentu, ruang tamu harus dipasangi cermin untuk menolak roh jahat, dsb. Sebagai seorang Katolik, kita tidak boleh percaya pada hal-hal tahayul semacam ini.

Kita harus berhati-hati akan faham feng shui ini. Jika saran yang diberikan masuk akal dan dapat dijelaskan secara nalar, maka dapat diterima; tetapi jika sudah berbau tahayul, harus ditolak. Kita tidak perlu berkonsultasi kepada ahli feng shui untuk memperoleh hoki dalam bisnis atau kebahagiaan dalam keluarga. Berkat semacam itu datang dari Tuhan, dan bukan dari cara mengatur furniture, ruangan dan tangga dalam rumah. Maka tidak ada gunanya berkonsultasi dengan para ahli feng shui, karena selain tidak sesuai dengan iman Katolik, para ahli feng shui juga dapat memberikan saran yang berbeda-beda.

Maka tidak ada satu jawaban yang absolut untuk menjawab pertanyaan yang sering ditanyakan ini: “Apakah percaya pada feng shui bertentangan dengan iman kita?” Karena jawabannya tergantung pada pemikiran dan intensi dalam hati dari orang-orang yang percaya pada feng shui. Berikut ini ada 3 pertanyaan untuk menguji diri kita:

Apakah kamu menganggap feng shui sebagai cara mudah untuk menyelesaikan suatu masalah?

Ketika kita menghadapi masalah dalam pekerjaan, keluarga, keuangan, relasi dengan pasangan, kesehatan, dsb, kita harus benar-benar merefleksikan penyebab dari semua masalah ini supaya kita dapat mengambil respon yang tepat. Seringnya respon yang dibutuhkan menuntut transformasi diri, perubahan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, berekonsiliasi dengan orang lain, mengubah pola hidup mulai dari makanan, olahraga dan kebiasaan lain, yang semuanya ini membutuhkan kerja keras dan komitmen. Ketika kita mencari solusi cepat untuk semua masalah ini, ada kecenderungan untuk mencari “mukjizat” dan karenanya orang pergi ke ahli feng shui yang kemudian memperkenalkan jimat-jimat dan praktek-praktek gaib lainnya, seperti kuasa gelap, ramalan, tahayul, penyaluran energi tenaga dalam, medium bola kristal, pentagram atau sejenisnya. Mencari solusi cepat seperti ini tidak membuat akar permasalahan kita menjadi hilang secara otomatis dan praktek-praktek yang menjurus ke ilmu gaib ini bertentangan dengan iman Katolik dan harus kita hindari (yang akan dibahas lebih lanjut dibawah).

Apakah kamu menggabungkan feng shui dengan ritual keagamaan lain?

Ketika kita tidak mendapat penjelasan yang rasional untuk masalah-masalah kita karena kita tidak berusaha benar- benar untuk mencari penyebabnya, kita cenderung mengambil kesimpulan cepat bahwa ada roh-roh gaib yang menyebabkan masalah-masalah ini datang. Kita pergi ke ahli feng shui yang kemudian melakukan ritual-ritual keagamaan untuk mengusir roh-roh gaib tersebut. Kepercayaan seperti ini adalah tidak benar. Tidak semua masalah yang datang itu pasti disebabkan oleh kuasa gaib. Jika memang ada kuasa gaib yang berperan disitu, kita tidak seharusnya pergi ke ahli feng shui, melainkan pergi konsultasi ke pastor karena sebagai seorang Katolik kita harus percaya bahwa Tuhan selalu menyertai dan melindungi kita. Dengan berkonsultasi kepada para ahli feng shui, maka seseorang tidak lagi mengandalkan Tuhan dan firman-Nya dalam menghadapi masalah.

Apakah kamu menggunakan feng shui untuk mendapatkan kekayaan material?

Banyak orang yang pergi ke ahli feng shui bukan untuk mencari keharmonisan dalam hidupnya melainkan mencari kekayaan. Ini sudah pasti bukan motivasi yang benar karena menempatkan kekayaan duniawi sebagai prioritas hidup. Motivasi ini sendiri, tanpa harus melibatkan feng shui, sudah berlawanan dengan nilai-nilai Injil. Seperti ada tertulis dalam Mat 6:19-20 “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.”

Jadi kesimpulannya akan lebih baik jika kita mengusahakan penyembuhan ataupun penyelesaian persoalan melalui cara yang diterima oleh Gereja Katolik secara umum, yaitu dengan berdoa, menerima sakramen, berpegang kepada firman Tuhan, yang dibarengi dengan langkah konkrit seperti pengobatan, terapi medis dan konsultasi kepada para ahli di bidangnya, dibandingkan percaya pada feng shui. Kita harus percaya, bahwa Allah adalah Bapa yang Maha Pengasih, dan bahwa Ia dapat menolong kita semua, dan mendatangkan kebaikan kepada mereka yang mengasihi Dia (Rom 8:28). Jika kita sungguh mengasihi-Nya, maka firman ini akan digenapi di dalam kita.

Lalu bagaimana dengan horoskop, zodiak, ramalan? Apakah kita boleh mempercayai hal-hal demikian?

Kebanyakan orang suka membaca ramalan nasib / kehidupannya di masa depan, walau hanya sekilas. Namun di balik keasyikan yang ditimbulkannya dan walau dianggap hanya main-main saja, sesungguhnya tanpa kita sadari hal itu mempengaruhi iman kita kepada Tuhan dan mempengaruhi bagaimana kita menyikapi hidup ini. Ramalan yang tidak baik menggantikan semangat dan kegembiraan kita dengan rasa was-was, seperti kalah sebelum bertanding. Sementara ramalan yang baik memberi harapan semu, seolah kita telah meraih apa yang kita inginkan sebelum benar-benar memperjuangkannya.

Hal yang awalnya terlihat sepele, lama-kelamaan bisa membuat orang menjadi kecanduan, lalu terpenjara dalam hal- hal magis seperti ini. Setan dan pengikut-pengikutnya dapat memberi paranormal informasi mengenai seseorang supaya orang tersebut terikat pada spiritisme – sesuatu yang dilarang Allah. Janganlah kita mengijinkan Iblis mengontrol dan merusak kehidupan kita. 1 Petrus 5:8 menyatakan, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”

Apa yang Tuhan katakan tentang ramalan?

Ulangan 18:10 – “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, atau pun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah Tuhan, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.”

Katekismus Gereja Katolik menulis sebagai berikut:

KGK 2115 Allah dapat mewahyukan masa depan kepada para nabi dan orang-orang kudus yang lain. Tetapi sikap Kristen ialah menyerahkan masa depan dengan penuh kepercayaan kepada penyelenggaraan ilahi dan menjauhkan diri dari tiap rasa ingin tahu yang tidak sehat. Siapa yang kurang waspada dalam hal ini bertindak tanpa tanggung jawab.

KGK 2116 Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan (Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.

KGK 2117 Semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, supaya kekuatan itu melayaninya dan supaya mendapatkan suatu kekuatan adikodrati atas orang lain – biarpun hanya untuk memberi kesehatan kepada mereka – sangat melanggar keutamaan penyembahan kepada Allah. Tindakan semacam itu harus dikecam dengan lebih sungguh lagi, kalau dibarengi dengan maksud untuk mencelakakan orang lain, atau kalau mereka coba untuk meminta bantuan roh jahat. Juga penggunaan jimat harus ditolak. Spiritisme sering dihubungkan dengan ramalan atau magi. Karena itu Gereja memperingatkan umat beriman untuk tidak ikut kebiasaan itu.

Penerapan apa yang dinamakan daya penyembuhan alami tidak membenarkan seruan kepada kekuatan-kekuatan jahat maupun penghisapan orang-orang lain yang gampang percaya.

Tuhan mengerti bahwa kita sering merasa khawatir terhadap hari esok, terhadap hal-hal yang belum kita ketahui. Tetapi Ia tidak mengatakan supaya kita mempelajari cara mengetahui hari esok agar kita tenang. Melainkan Ia mengajarkan kita untuk percaya sepenuhnya kepadaNya, untuk tidak takut, karena Ia adalah Tuhan atas hari esok, dan agar kita mengisi hari ini dengan sebaik-baiknya sambil menikmatinya dengan syukur. Cinta melahirkan rasa percaya satu sama lain, percaya bahwa pihak yang mencintai akan selalu memberikan yang terbaik pada pihak yang dicintai. Di dunia ini tidak ada persembahan apapun kepada Tuhan yang Tuhan belum mempunyainya, kecuali cinta kita kepadaNya.

Apakah kita boleh memberikan penghormatan untuk orang yang telah meninggal?

Bagi orang Katolik, penghormatan bagi anggota keluarga yang telah meninggal biasa dilakukan dengan memasukkan nama mereka dalam intensi Misa karena Ekaristi adalah puncak perayaan yang paling sempurna. Kebiasaan mendoakan orang yang telah meninggal adalah sesuai dengan iman Katolik karena kita percaya akan persekutuan para Kudus seperti yang kita ucapkan dalam doa Syahadat. Kematian bukanlah akhir dari kehidupan, melainkan hidup yang ditransformasi. Dalam acara doa Katolik untuk orang meninggal, banyak simbol yang digunakan, misalnya menyalakan lilin sebagai lambang doa kita, karangan bunga melambangkan kasih dan devosi, dupa melambangkan persembahan doa kita kepada Tuhan, dan air suci mengingatkan akan baptisan kita.

Lalu apakah ini berarti kita boleh menghormati orang yang telah meninggal dengan cara-cara lain?

Ketika kita berlutut atau menundukkan badan di depan peti jenazah, makam, foto atau papan nama (plakat) leluhur, ini adalah tindakan penghormatan dan kasih kepada orang yang telah meninggal tersebut. Papan nama digunakan di masa lampau karena pada masa itu belum ada teknologi fotografi dan hanya segelintir orang yang mampu membuat lukisan foto anggota keluarganya. Jika masih digunakan sampai sekarang karena tradisi, itu bisa dianggap sama dengan foto dan tidak ada masalah bagi umat Katolik untuk menghormatinya, asalkan tidak ada tulisan lain disana yang berbau tahayul.

Satu tindakan lagi yang sangat berkaitan dengan budaya Cina adalah mempersembahkan makanan, buah-buahan, anggur dan menggunakan hio (joss-stick). Ketika orang tua atau anggota keluarga kita yang sudah tua masih hidup, sudah menjadi kebiasaan bagi anggota keluarga yang lebih muda untuk mencukupi kebutuhan mereka sebagai bentuk kasih, termasuk menyediakan makanan bagi mereka. Jadi persembahan makanan kepada orang yang meninggal adalah kelanjutan dari bentuk kasih ini dan bisa diterima sebagai bentuk penghormatan. Menggunakan hio sebagai simbol doa adalah sama dengan penggunaan dupa di dalam gereja, yang merupakan simbol dari doa-doa yang naik ke hadapan tahta Allah. Perlu ditekankan disini bahwa kita berdoa kepada Allah, bukan kepada dewa-dewi atau orang yang telah meninggal itu.

Awalnya misionaris-misionaris dari Eropa menganggap praktek ini bertentangan dengan iman Katolik karena mereka tidak memahami budaya Cina dan akhirnya hal ini menyebabkan kontroversi akan ritual Cina. Akan tetapi Vatikan kemudian mengeluarkan dokumen pada tanggal 8 Des 1939 berjudul “Plane compertum est” yang menyatakan bahwa ritual-ritual Cina yang dilakukan pada saat pemakaman dan peringatan orang yang meninggal dunia menunjukkan penghormatan kepada mereka dan tidak bertentangan dengan iman Katolik. Ritual penghormatan ini juga boleh diadakan secara publik pada hari raya orang meninggal (All Souls Day), Qing Ming (hari peringatan untuk leluhur yang telah meninggal) dan Tahun Baru Cina.

Yang harus kita perhatikan adalah apakah praktek-praktek ini berhubungan dengan tradisi atau ritual agama lain atau berbau tahayul. Jika berhubungan dengan ritual agama lain, misalnya kita diminta untuk menyembah atau berdoa kepada dewa-dewi atau menyembah jenazah orang yang telah meninggal, tentunya kita harus menolak dengan sopan karena hanya Tuhan Allah yang boleh kita sembah. Juga praktek membakar uang kertas bagi jenazah tidak boleh dilakukan karena ini mempunyai makna tahayul. Foto atau plakat nama orang yang meninggal juga tidak berdiri sendiri, melainkan selalu disertai salib untuk menggambarkan bahwa janji kehidupan kekal itu kita peroleh karena pengorbanan Kristus di kayu salib. Sebab menurut ajaran iman Katolik, penghormatan kepada leluhur tidak terpisah dari penghormatan kepada Allah Trinitas yang menciptakan, menyelamatkan dan menguduskan orang yang sedang kita doakan, dan penghormatan tertinggi tetap hanya diberikan kepada Allah.

Sharing

  1. Apakah kamu pernah melakukan hal yang dipengaruhi oleh feng shui (mungkin karena tradisi keluarga atau diminta oleh orang tua, dsb) dan apa pendapatmu tentang intensi-intensi yang salah yang dibahas di atas?
  1. Hampir semua dari kita pasti pernah membaca ramalan tentang masa depan kita. Jika kamu sudah berhenti membaca ramalan-ramalan itu, apa yang membuatmu berhenti? Jika kamu masih sering / suka membaca ramalan, menurutmu apa dampaknya bagi hidup kamu?
  2. Sharingkan bagaimana tradisi di dalam keluargamu untuk menghormati anggota keluarga yang telah meninggal. Apakah kamu pernah mengalami dilema ketika diminta melakukan tindakan-tindakan tertentu?

Referensi