Sesi 69 - Week of 16 May 2021

Kebajikan Teologal / Kebajikan Ilahi (Theological Virtues)


Intro

Untuk CG ini kita mau membahas tentang Kebajikan teologal atau lebih sering disebut dengan Kebajikan Ilahi  (Theological Virtues), yaitu Iman, Pengharapan, dan Kasih. Kebajikan Ilahi adalah kualitas karakter yang dikaitkan dengan keselamatan, dihasilkan dari rahmat Allah, yang mana menerangi budi manusia.

Dalam 1 Kor 13:13, rasul Paulus mengatakan bahwa “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih“. Tiga hal di atas merupakan theological virtue atau kebajikan ilahi, dimana kasih adalah yang terbesar dan mengarahkan iman dan pengharapan. Kebajikan Ilahi ini telah kita terima pada saat kita dibaptis. Dan inilah yang memampukan orang dan menandai jiwa seseorang yang telah dibaptis untuk dapat berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak Allah (KGK, 1813). Tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan untuk empat kebajikan kardinal, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian (fortitude), penguasaan diri (temperance) (KGK, 1805).

KGK 1813: Kebajikan ilahi adalah dasar jiwa, dan tanda pengenal tindakan moral orang Kristen. Mereka membentuk dan menjiwai semua kebajikan moral. Mereka dicurahkan oleh Allah ke dalam jiwa umat beriman, untuk memungkinkan mereka bertindak sebagai anak-anak Allah dan memperoleh hidup abadi. Mereka adalah jaminan mengenai kehadiran dan kegiatan Roh Kudus dalam kemampuan manusia. Ada tiga kebajikan ilahi: iman, harapan, dan kasih.

Definisi dari iman, pengharapan, dan kasih

IMAN: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat Ilahi (KGK, 155). St. Thomas mengatakan bahwa “Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran Ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat” (ST, II-II, q.2, a.9). Jadi iman merupakan operasi intellect atau akal budi, di mana kita bekerja sama dengan rahmat Allah, sehingga kita dapat menjawab panggilan-Nya dan percaya akan apa yang difirmankan-Nya.

Namun kepercayaan ini bukan hanya asal percaya, atau percaya berdasarkan perasaan saja. Iman dapat didefinisikan sebagai suatu persetujuan akal budi yang kokoh kepada kebenaran, yang bukan berdasarkan perasaan, namun berdasarkan kesaksian para saksi. Artinya kalau seseorang masih ragu-ragu akan kebenaran tersebut, maka dapat dikatakan ia belum sungguh-sungguh beriman. Dan saksi di dalam kebajikan Ilahi iman adalah Tuhan sendiri, yang bersaksi dengan perantaraan para nabi, dan akhirnya Tuhan sendiri menjelma menjadi manusia, yang selanjutnya karya-Nya diteruskan oleh Gereja Katolik.

KGK 155: Dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat ilahi: “Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat”.

HARAPAN: Harapan dalam natural order merupakan suatu keinginan akan sesuatu yang baik atau suatu tujuan. Sedangkan dalam supernatural order, harapan ini adalah keinginan untuk mencapai surga, kehidupan kekal, persatuan dengan Allah. Dan setiap manusia mempunyai harapan akan kebahagiaan sejati yang telah ditanamkan dalam setiap hati manusia (KGK, 1818). Harapan ini adalah suatu keinginan hati berdasarkan iman. Tanpa iman, maka manusia tidak akan mempunyai pengharapan. Harapan inilah yang membuat manusia bertahan menanggung segala macam penderitaan dan kesulitan hidup, karena berharap akan kehidupan kekal di surga.

KGK 1818: Kebajikan harapan itu sejalan dengan kerinduan akan kebahagiaan yang telah Allah letakkan di dalam hati setiap manusia. Ia merangkum harapan, yang menjiwai perbuatan manusia: ia memurnikannya, supaya mengarahkannya kepada Kerajaan surga; ia melindunginya terhadap kekecewaan; ia memberi kemantapan dalam kesepian; ia membuka hati lebar-lebar dalam menantikan kebahagiaan abadi. Semangat yang harapan berikan, membebaskan dari egoisme dan mengantar kepada kebahagiaan cinta kasih Kristen.

KASIH: Mari kita melihat sekarang kebajikan Ilahi kasih. Pesan di Alkitab dapat disarikan sebagai “mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama“. Dalam kebajikan Ilahi, kasih kita kepada sesama kita bersumber kepada kasih kita kepada Tuhan. Dalam filosofi, kasih mempunyai dua bagian, yaitu: 1) menginginkan kebaikan itu sendiri, dan 2) berharap akan kebaikan itu untuk seseorang. Jadi ada dua hal di sini, keinginan akan sesuatu yang baik, dan keinginan akan menyenangkan seseorang. Nah, harapan adalah berfokus kepada sesuatu yang baik. Sedangkan kebaikan Ilahi memberikan diri untuk orang yang bersangkutan, dalam hal ini Tuhan. Kasih inilah yang membuat orang berfokus kepada Tuhan, sebagai seseorang yang dikasihi melebihi apapun.

KGK

1822 – Kasih adalah kebajikan ilahi, dengannya kita mengasihi Allah di atas segala-galanya demi diri-Nya sendiri dan karena kasih kepada Allah kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.

1823 – Yesus membuat kasih menjadi suatu perintah baru. Karena Ia mengasihi orang-orang-Nya “sampai pada kesudahannya” (Yoh 13:1), Ia menyatakan kasih yang Ia terima dari Bapa-Nya. Melalui kasih satu sama lain para murid mencontoh kasih Yesus, yang mereka terima dari Dia. Karena itu Yesus berkata: Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh 15:9). Dan juga: “Inilah perintah-Ku: yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12).

1824 – Sebagai buah roh dan penyempurnaan hukum, kasih mematuhi perintah-perintah Allah dan Kristus. “Tinggallah di dalam kasih-Ku! Jikalau kamu menurut perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku” (Yoh 15:9-10).

1825 – Kristus telah wafat karena kasih terhadap kita, ketika kita masih “musuh” (Rm 5:10). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita menurut teladan-Nya (Mat 5:44), menunjukkan diri kita sebagai sesama kepada orang yang terasing, dan mengasihi anak-anak dan kaum miskin. Santo Paulus melukiskan gambaran mengenai kasih yang tidak ada tandingannya: Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri: Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1 Kor 13:4-7).

1826 – Rasul juga mengatakan: sekalipun aku memiliki segala sesuatu dan sanggup melaksanakan segala sesuatu, “tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna”. Dan sekalipun aku mempunyai segala keistimewaan, pelayanan, dan juga kebajikan “tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku” (1 Kor 13:1-4). Kasih melebihi segala kebajikan. Ia adalah kebajikan ilahi yang paling utama: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini yaitu iman, harapan, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Kor 13:13).

1827 – Pelaksanaan semua kebajikan ini dijiwai dan digerakkan oleh kasih. Inilah “pengikat yang menyatukan dan menyempumakan” (Kol 3:14); ia adalah pembentuk kebajikan; ia menentukan dan mengatur kebajikan- kebajikan; kasih Kristen mengamankan dan memurnikan kekuatan kasih manusiawi kita. Ia meninggikannya sampai kepada kesempurnaan adikodrati, kepada kasih ilahi.

1828 – Kehidupan moral yang dijiwai oleh kasih memberi kepada orang Kristen kebebasan anak-anak Allah. Di depan Allah ia tidak lagi bersikap sebagai seorang hamba dengan ketakutan yang merendahkan dan juga bukan sebagai seorang buruh harian yang ingin dibayar, melainkan sebagai seorang anak, yang memberi jawaban kepada kasih dari Dia, yang “lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh 4:19). “Atau kita berpaling dari yang jahat, karena takut akan siksa, berarti kita bersikap sebagai seorang hamba. Atau kita ingat akan upah dan menjalankan perintah-perintah, karena keuntungan yang mengalir darinya; kita lalu menyerupai bunih harian. Atau kita taat demi kebaikan itu sendiri dan karena kasih kepada Dia, yang telah memberi hukum kepada kita… kita lalu bersikap sebagai putera-putera” (Basilius, reg. fus. prol. 3).

1829 – Buah kasih adalah kegembiraan, perdamaian, dan kerahiman; kasih menghendaki kemurahan hati dan teguran persaudaraan; ia adalah perhatian; ia ingin memberi dan menerima; ia tanpa pamrih dan murah hati; ia adalah persahabatan dan persekutuan. “Penyempurnaan seluruh pekerjaan kita adalah kasih. Itulah tujuan yang karenanya kita berlari kepadanya, kita bergegas dan di dalamnya kita akan mengasoh, kalau kita telah mencapainya” (Agustinus, ep. Jo. 10,4).

1844 – Melalui kasih kita mengasihi Allah di atas segala-galanya dan karena kasih kepada-Nya kita mengasihi sesama kita seperti diri sendiri. Ia adalah “pengikat kesempurnaan” (Kol 3:14) dan pembentuk segala kebajikan.

Dari tiga definisi iman, pengharapan, dan kasih, kita dapat menyimpulkan bahwa kasih adalah yang terbesar, karena beberapa alasan:

  • Kasih mengarahkan kita kepada Tuhan, sedangkan iman dan pengharapan mengarahkan kepada kesempurnaan diri kita. Iman memberikan kita kesempurnaan akal budi (iman adalah kegiatan akal budi) dan pengharapan menyempurnakan keinginan kita (harapan adalah kegiatan keinginan) akan kehidupan kekal di surga. Dengan kata lain, Kasih adalah tujuan akhir, namun iman dan pengharapan merupakan jalannya.
  • Kasih mengarahkan iman dan pengharapan. Iman tanpa kasih kepada Tuhan akan berakhir dengan iman yang mati (1 Kor 13:3), karena kasihlah yang menyebabkan seseorang dengan penuh sukacita mau belajar tentang Tuhan dengan lebih lagi setiap hari. Kasih juga yang membuat kita dengan penuh kesediaan dan sukacita melayani sesama kita. Harapan tanpa kasih kepada Tuhan adalah sia-sia (1 Kor 13:3). Kasih kita kepada Tuhanlah yang menyebabkan kita terus berharap akan persatuan dengan Tuhan di tengah-tengah setiap penderitaan dan kesulitan yang kita alami. Harapan yang mati hanya berharap demi kesenangan pribadi, namun harapan yang dilandasi kasih membuat kita bersedia berkurban untuk orang yang kita kasihi, demi kasih kita kepada Tuhan. Dan ini yang menyebabkan kita turut bersukacita dalam setiap penderitaan dan kesulitan karena kita berpartisipasi dalam penderitaan Kristus.
  • Kasih adalah abadi, namun iman dan pengharapan akan lenyap. Kasih akan terus ada sampai selama- lamanya, yang memuncak di dalam persatuan abadi dengan Allah di surga, dimana kita dapat mengasihi Tuhan sebagaimana adanya Dia dan berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Iman, yang merupakan dasar dari harapan yang tidak kita lihat, akan lenyap di surga, karena di surga, kita melihat Tuhan muka dengan muka. Jadi iman, tidak diperlukan lagi. Demikian juga dengan harapan, yang merindukan suatu yang baik, akan lenyap di surga, karena di surga kita telah mencapai tujuan akhir, yaitu kebahagiaan kekal. Pada saat kita mencapai sesuatu yang kita harapkan, yaitu kebahagiaan kekal, maka kita tidak berharap lagi, namun beristirahat dan menikmatinya (1 Kor 13:8-12).

Bagaimana Kebajikan membantu kita untuk menyembah Allah.

Kita menyembah Allah dengan tindakan-tindakan kebajikan Ilahi dan agama. Kebajikan Ilahi membantu kita untuk menyembah Allah: iman membantu kita mengenali Siapa yang kita sembah dan apa yang diajarkan-Nya. Pengharapan membantu kita mengenali janji-janji-Nya. Kasih membantu kita mengasihi Allah dan agama membantu kita menempatkan diri sebagai ciptaan yang memberikan diri kita kepada Sang Pencipta.

Dengan kata lain, pertama, kebajikan iman menuntut kita untuk:

  • Berusaha sekuat tenaga mencari dan mengetahui apa yang Allah wahyukan. Iman adalah kepercayaan yang teguh akan kebenaran yang dinyatakan Tuhan. Karena itu, kebajikan iman mendorong kita untuk terus-menerus belajar tentang iman kita. Kita pun harus memupuk, merawat, menjaganya dengan hati-hati, serta menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan iman kita. Tugas ini dapat diwujudkan dengan: mempelajari ajaran iman kita, dan menjaganya dengan tidak membaca, meminjamkan, memberi, menjual buku-buku yang menentang iman dan moral Katolik. Para orangtua Katolik juga wajib mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang membangun iman Katolik.
  • Percaya dengan teguh apa yang telah Tuhan wahyukan. Setelah mengenal kebenaran iman yang diwahyukan Allah, kita didorong untuk menerima seluruh kebenaran iman tersebut—baik ajaran yang mudah maupun yang sulit—dengan sukacita. Atau, walaupun kita belum sepenuhnya memahami wahyu Allah, misalnya misteri Allah Trinitas, kita tetap mengimaninya. Hal ini tidak bertentangan dengan akal sehat, sebab akal budi kita mengatakan bahwa Allah tidak mungkin salah ataupun berdusta; Ia tak mungkin menipu ataupun tertipu. Karena itu, jika Allah mewahyukan demikian, pastilah karena memang demikian halnya.
  • Untuk mengakui iman kita secara terbuka, jika diperlukan. Kita wajib melakukan hal tersebut ketika situasi memintanya, atau kalau kebungkaman iman dapat membahayakan sesama atau membuat agama dibenci, atau ketika kita ditanya oleh pihak penguasa. Kita tidak boleh mengingkari iman kita.

Kedua, kebajikan pengharapan mengharuskan kita untuk percaya dengan teguh bahwa Allah akan memberikan kepada kita kehidupan kekal dan cara-cara untuk memperolehnya.
Untuk itu, kita harus menghindari dosa keputusasaan, yaitu kehilangan harapan akan keselamatan kekal. Sebaliknya, kita juga harus menghindari dosa kesombongan, yaitu: 1) salah menilai diri sendiri, yaitu dapat mencapai keselamatan tanpa bantuan Allah; 2) berharap menerima belas kasih Allah tanpa bertobat.

Ketiga, kebajikan kasih mewajibkan kita untuk mengasihi Allah melebihi segalanya—sebab Ia sungguh baik dan kebaikannya tiada terukur—dan untuk mengasihi sesama demi kasih kepada Allah.

Keempat, kebajikan agama mengharuskan kita untuk mengenal: 1) kesempurnaan Allah yang tak terbatas; 2) ketergantungan kita sepenuhnya kepada-Nya; 3) ketaatan kita kepada kehendak-Nya dan untuk memberikan kepada- Nya penyembahan yang menyangkut semua kemampuan kita, tindakan yang dilakukan tubuh, pikiran, kehendak—yang menyembah, mempersembahkan doa maupun kurban kepada-Nya, termasuk kurban batin kita.

Kesimpulan

Kita tidak akan dapat diselamatkan tanpa ketiga hal ini: iman, pengharapan, dan kasih. Dan kita dapat bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih dengan berdoa, menerima sakramen-sakramen, juga dengan perbuatan kasih.

“Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”

1 Korintus 13:13

Pertanyaan Sharing

  1. Pernahkah kalian mengalami atau masa dimana kalian kehilangan Iman, Pengharapan dan / atau Kasih? Dan bagaimana kalian mengatasinya? Sharingkan!
  2. Menurut kalian, bagaimana cara-cara kalian dalam menambah nilai Iman, Pengharapan dan / atau Kasih? Contohnya: Ikut kelas pendalaman alkitab, retret, kegiatan volunteer, dll. Sharingkan!
  3. Menurut pengertian kalian, misteri-misteri Ilahi apa yang mungkin belum kalian pahami sepenuhnya namun kalian tetap mengimaninya? Contohnya: Trinitas, Maria dikandung tanpa noda, dll. Sharingkan!

DOA ST. THOMAS AQUINAS

Allah Pencipta segala sesuatu, Sumber terang dan kebijaksanaan yang sejati, asal mula segala makhluk, curahkanlah seberkas cahaya-Mu untuk menembus kegelapan akal budiku. Ambillah dariku kegelapan ganda yang menyelimutiku sejak lahir, suatu ketidak-mengertian karena dosa dan ketidak-tahuan. Berilah kepadaku, pengertian yang tajam dan ingatan yang kuat dan kemampuan untuk memahami segala sesuatu dengan benar dan mendasar. Karuniakanlah kepadaku talenta untuk menjelaskan dengan tepat dan kemampuan untuk mengutarakannya dengan saksama, luwes dan menarik. Tunjukkanlah bagaimana aku memulainya, arahkanlah perkembangannya dan bantulah sampai kepada penyelesaiannya. Kumohon ini demi Yesus Kristus Tuhan kami. Amin.

Reference