Sesi 13 - Week of 24 Nov 2019

How Should We Approach Work as a Catholic?


Intro

Kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja daripada aktivitas yang lain (selain tidur). Namun, banyak orang memandang pekerjaan hanya sebagai pemenuhan diri, ada pula yang berpandangan bahwa pekerjaan adalah usaha yang membosankan dan sia-sia. Apa yang salah dengan pandangan ini? Apa yang dapat kita temukan di dalam Alkitab tentang pekerjaan?

Bahan

Semua orang bekerja, tetapi tidak semua orang bekerja dengan benar. Sepanjang hidup manusia, kita menghabiskan hampir 100 ribu jam untuk bekerja. Di luar waktu tidur, hampir semua waktu kita habis di dalam pekerjaan. Jika dibandingkan dengan 100 tahun yang lalu, manusia semakin efisien, dan semakin produktif dalam bekerja. Namun, kita justru semakin menghabiskan waktu lebih banyak di pekerjaan dibandingkan 100 tahun yang lalu. Berapa banyak dari kita yang menikmati pekerjaan kita? Menurut Gallup report 20171, hanya sekitar 15% karyawan terlibat aktif (engaged) di dalam pekerjaan, 85% lainnya tidak terlibat aktif (not engaged and/or hostile) di dalam pekerjaannya. Apakah ada teologi pekerjaan (theology of the work)?

In the beginning, God made human beings for work

Tuhan menciptakan manusia untuk bekerja. Bekerja adalah salah satu atribut Tuhan (ingat kembali kisah penciptaan), dan kita manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan. Kita berbagi atribut ini dengan Tuhan, dan kita diperintahkan Tuhan untuk melanjutkan, mengelola, dan menjaga ciptaan-Nya. Justru ada yang salah jika kita tidak bekerja. Mari kita lihat Kejadian 2:15 dan CCC 2427.

“The Lord God took the man and put him in the Garden to work it and to keep it.”~ Genesis 2:15 (CCC 2427)

Human work proceeds directly from persons created in the image of God and called to prolong the work of creation by subduing the earth, both with and for one another. Hence work is a duty: “If any one will not work, let him not eat” (2 Tes 3:10). Work honors the Creator’s gifts and the talents received from Him. It can also be redemptive. By enduring the hardship of work in union with Jesus, the carpenter of Nazareth and the one crucified on Calvary, man collaborates in a certain fashion with the Son of God in his redemptive work. He shows himself to be a disciple of Christ by carrying the cross, daily, in the work he is called to accomplish. Work can be a means of sanctification and a way of animating earthly realities with the Spirit of Christ.

Selain berbagi atribut dengan Tuhan sebagai pekerja (laborer), di dalam CCC 2427, kita juga melihat bahwa jika kita menyatukan usaha dan kerja kita dengan Yesus, maka kerja kita juga dapat menjadi penebusan yang menyucikan.

Our work is not only co-Creation, but is co-redemptive.

Kita diciptakan untuk menjadi rekan kerja Tuhan di dunia ini. Tetapi, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, kenyataan ini menjadi kabur (namun kenyataan ini tidak berubah; kita tetap adalah rekan kerja Tuhan di dunia ini). Karena akibat buruk dosa asal, kita bekerja untuk hal-hal yang salah atau dengan cara yang salah. Manusia diciptakan untuk bekerja (labor), bersenang-senang / beristirahat / relax (leisure), dan mencintai (love). Ketiga hal ini sesuai dengan atribut Tuhan yang di dalam Alkitab:

  • Labor: Tuhan menciptakan alam semesta selama enam hari
  • Leisure: Tuhan beristirahat pada hari ketujuh
  • Love: God is love

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, pandangan kita tentang ketiga hal ini menjadi menyimpang dari seharusnya (distorted). Seperti halnya di dalam hal relationship and love, virtuous friendship (yang saling mendorong masing- masing pihak menjadi lebih baik dan kudus) menjadi sebatas utility friendship (hubungan hanya karena saling memberi keuntungan satu sama lain) atau pleasant friendship (hubungan hanya karena saling memberi kesenangan). Di dalam bekerja, kita juga terjebak hanya melakukan itu karena hal tersebut berguna / karena dibayar (useful work), atau menyenangkan (fun/pleasant work). Kita melupakan tujuan awal dan inti dari bekerja itu sendiri (meaningful and purposeful work, work on something that matters).

Sebagai rekan kerja Tuhan dalam penciptaan dan penebusan, kita semua dipanggil untuk karya keselamatan Tuhan di dalam pekerjaan kita sehari-hari. Kita tidak hanya bekerja karena kegunaan ataupun kesenangan saja, tetapi juga untuk tujuan yang lebih penting dan berarti.

Work is the response to a call. Not to self-expression, but to self-donation.

Banyak orang yang terjebak dalam dua titik ekstrim pekerjaan: nothing (meaningless drudgery), atau everything (the main identity). Yang pertama menganggap bahwa usaha/karya yang kita lakukan hanyalah sia-sia belaka, tidak ada gunanya kita bekerja. Sedangkan seseorang yang terjebak di titik ekstrim kedua meletakkan segalanya di dalam pekerjaannya. Sayangnya, di dalam budaya kita sekarang, kita sering mengidentifikasi seseorang berdasarkan pekerjaannya yang semakin mendorong kita untuk terjebak dalam pekerjaan sebagai identitas utama, dan bekerja sebagai self-expression. Kita tahu bahwa identitas kita tidak terletak di dalam pekerjaan kita.

“See what love the Father has bestowed on us that we may be called the children of God. Yet so we are.”~ 1 John 3:1

Identitas kita adalah sebagai anak-anak Tuhan. Kita dipanggil Tuhan untuk bekerja bersama-sama Dia, dan pekerjaan yang kita lakukan adalah respon kita terhadap panggilan Tuhan. Kita dipanggil Tuhan untuk kebutuhan di luar diri kita. Dalam hal ini, pekerjaan kita bukan lagi self-expression, melainkan self-donation untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan di luar diri kita. Jika kita bekerja sebagai tanggapan kita terhadap panggilan Tuhan, maka kita tidak akan bekerja hanya untuk mencari identitas diri, dan peneguhan dari orang lain.

At the end of our life, it is not ‘what’ you have done, it is ‘who’ you become.

Kita sering menekankan pada jenis pekerjaan/usaha yang kita miliki atau lakukan, sehingga kita lupa dengan apa yang membuat pekerjaan itu bermartabat. Martabat manusia tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan, melainkan work has dignity because human does it. Pekerjaan manusia memiliki martabat karena fakta bahwa manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah dan bertindak sebagai rekan kerja-Nya, melakukan pekerjaan itu.

Sebelum memulai public ministry-Nya, Yesus menghabiskan sebagian besar masa hidupnya sebagai laborer (pekerja), dan apa yang Yesus kerjakan mulai dari dia kecil hingga dewasa (pekerja kasar membantu St. Yosep) bukan sesuatu yang keren, dan bukan sesuatu yang luar biasa. Jika Tuhan sendiri mengerjakan pekerjaan yang sederhana, tidak ada pekerjaan yang lebih besar daripada kita. Justru kita yang mengerjakan pekerjaan, yang memberikan makna dan martabat pekerjaan itu.

Semua orang dipanggil Tuhan untuk menjadi kudus. Apa yang kita kerjakan tidak lebih penting daripada kekudusan kita. Menjadi kudus jauh lebih penting daripada kebahagiaan, dan lebih penting dari pekerjaan kita. Santo Gregorius adalah contoh nyata tentang hal ini. Sebelum menjadi paus, Santo Gregorius adalah seorang biarawan yang luar biasa, dan dia sangat menyukai pekerjaannya sebagai biarawan. Saat dia terpilih untuk menjadi paus, pada awalnya dia ingin menolak, namun akhirnya menerima untuk menjadi paus. Dia menganggap dirinya sebagai “servant of the servants of God.

Setelah dia menjalani hidupnya sebagai paus, dia menyadari bahwa dia sangat tidak suka dengan pekerjaannya sebagai paus. Saat dia hanyalah sebagai biarawan, dia merasa sangatlah mudah untuk hidup dengan baik, bijaksana, sabar. Semua itu menjadi sangat sulit dilakukan sejak dia menjadi paus. Namun, dia tetap mengerjakan semua pekerjaan dia dengan sebaik-baiknya. Banyak sekali karya yang dia lakukan saat berkarya sebagai paus. Sekarang kita kenal dia sebagai Santo Gregorius Agung (Gregory the great; selama 2000 tahun gereja Katolik hanya ada 4 paus yang dikenal dengan the great).

Could your work mean more than you realize?

Seorang anak muda bekerja sebuah toko es krim di Sentosa dimana banyak turis mengunjungi toko ini. Setiap hari dia bertugas untuk mengambil dan menyajikan es krim ke turis-turis yang datang. Anak muda ini sangat membenci turis- turis yang datang. Dia merasa bahwa para turis dan anak-anak mereka terlalu banyak bertanya, susah diatur, berisik, dan semakin banyak turis yang datang, dia merasa semakin sibuk. Suatu ketika di saat dia pergi berlibur dan menjadi turis bersama keluarganya, dia masuk ke sebuah toko es krim, dan dia menyadari bahwa para pegawai di toko yang dia kunjungi juga sama seperti dia, tidak menyukai turis yang datang ke toko mereka.

Dia tidak mendapatkan pengalaman yang mengesankan dari perlakuan para pegawai di toko tersebut. Lewat pengalaman yang tidak mengesankan ini, dia bertekad untuk memberikan pengalaman liburan yang terbaik untuk setiap turis yang masuk ke toko tempat dia bekerja. Dia melihat pekerjaan dia sekarang adalah memberi pengalaman liburan untuk setiap mengunjung yang datang. Apakah pekerjaan dia berubah? Tidak, dia tetap mengambil dan menyajikan es krim, namun perspektif baru ini membuat pekerjaan dia memiliki makna yang baru.

Kita semua dipanggil Tuhan untuk bekerja, dan seringkali Tuhan tidak memanggil kita untuk pekerjaan yang baru, tetapi perspektif dan cara yang baru. Tuhan seringkali tidak meminta kita untuk berhenti dari apa yang kita lakukan sehari-hari untuk melakukan sesuatu yang benar-benar lain dan baru, tetapi Tuhan memanggil kita untuk melakukan hal yang sama dengan cara dan perspektif yang baru.

Luk 5:1 – Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah.

Luk 5:2 – Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.

Luk 5:3 – Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.

Luk 5:4 – Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”

Luk 5:5 – Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa- apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”

Luk 5:6 – Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.

Luk 5:7 – Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.

Luk 5:8 – Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”

Luk 5:9 – Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap;

Sewaktu Yesus yang naik ke perahu Simon Petrus yang setelah berusaha mencari ikan semalaman tidak mendapat ikan (ayat 3-5), Yesus menyuruh Petrus dan Andreas melakukan hal yang selama ini mereka lakukan, yaitu mencari ikan. Yesus tidak menyuruh mereka untuk berhenti mencari ikan, dan melakukan hal yang sama sekali berbeda, tetapi

Yesus menyuruh Simon Petrus mengerjakannya dengan perspektif dan cara yang berbeda (mencari ikan di pagi hari, di tempat yang dalam).

“Whatever you do, work at it with all your heart, as working for the Lord, not for man.” ~ Colossians 3:23

Apapun yang kamu lakukan, apapun itu, lakukan itu dengan segenap hatimu untuk Tuhan, bukan untuk impress orang lain. Mari kita kembali ke Kejadian 2:15, apa perintah pertama Tuhan kepada manusia? “The Lord God took the man and put him in the Garden to work it and to keep it.” Di dalam bahasa Ibraninya:

  • Work it → Abodah (to serve)
  • Keep it → Shamar (to guard)

Di dalam Alkitab, kedua kata ini muncul bersamaan seperti ini hanya di dalam kitab Imamat, saat Musa menyuruh imam untuk menjaga dan melayani kemah suci (priest in the temple to serve the temple and guard those precious in the temple). God original plan for work is that your work are meant to be holy, your work are actually meant to be a worship.

Jika kita berpandangan bahwa apa yang kita kerjakan adalah sesuatu yang kudus, merupakan bentuk penyembahan kita kepada Tuhan, dan kita melakukannya untuk Yesus, serta mengerjakannya bersama-sama dengan Yesus, maka kita akan melakukan hal tersebut dengan cara dan pandangan yang baru. Dan apa yang kita kerjakan akan memberikan buah yang baik.

Keep doing what you have been doing. Change the perspective.

Pertanyaan Sharing

  1. Manusia diciptakan untuk labor, leisure, and love. Seperti halnya ada bermacam-macam jenis relationship/love, ada beberapa macam pekerjaan. Sharingkan pengalamanmu mengerjakan utility work (bekerja hanya karena dibayar), pleasant work (bekerja hanya karena for fun), atau meaningful work (work on something that matters). Apa perasaanmu saat mengerjakan pekerjaan tersebut?
  2. Pernahkah kamu memulai pekerjaan dengan keyakinan akan identitas dan tujuanmu? Dengan menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah, apakah ini mengubah pandangan dan cara kita bekerja? Kira-kira apa yang terjadi saat kita menyadari tentang hal ini?
  3. Saat kamu bekerja atau mengerjakan tanggung jawabmu besok, bayangkan Yesus berdiri di sampingmu bekerja bersamamu. Apakah ini mengubah sikapmu di dalam mengerjakan pekerjaanmu? Apakah ini membuatmu ingin menjadi seperti Yesus? Bagaimana rasanya menjadi co-worker Yesus?
  4. Hal apakah di dalam pekerjaanmu yang dapat berubah jika kamu mengubah perspektifmu?

Referensi