Sesi 33 - Week of 31st May 2020 

Five Pillars of the Theology of the Body


Intro

Theology of the Body (TOB) adalah kumpulan 129 katekese St. JP II yang dia berikan dalam audiensi umum setiap hari Rabu mulai 5 September 1979 sampai 28 November 1984. St. JP II mengajak kita untuk memahami lebih dalam makna memiliki tubuh. TOB memberikan gambaran tentang visi yang diinginkan Tuhan untuk kasih, hubungan antara pria dan wanita, serta perkawinan.

Kali ini kita akan membahas lima aspek utama dari TOB yang akan membuat karya monumental ini sedikit lebih mudah dicerna dan praktis bagi pembaca awam.

1) The Law of the Gift

Kejadian 1:26

Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

Perhatikan bagian yang digarisbawahi pada ayat tersebut: “gambar dan rupa kita”.
“Kita” di sini merujuk kepada Allah Tritunggal. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah Tritunggal.

Di zaman ketika banyak orang menggunakan tubuh dan relationship sebagai cara untuk mencari kesenangan, kepentingan, atau keuntungan diri sendiri, St. JP II terus-menerus mengingatkan kita bahwa hal tersebut tidak akan pernah mengarahkan kita pada cinta dan kebahagiaan yang kita rindukan. Manusia diciptakan untuk self-giving love, dan bukan self-getting love, dan manusia akan menemukan kepuasan hanya ketika mereka memberikan diri mereka dalam pelayanan kepada orang lain.

“The law of the gift” ditulis dalam setiap hati manusia. Dan di awal TOB, St JP II menyinggung bagaimana hal itu didasarkan pada manusia yang diciptakan menurut gambar dari Allah Tritunggal. Karena Allah ada sebagai persekutuan tiga Pribadi ilahi memberikan diri mereka sepenuhnya satu sama lain, pria dan wanita (yang diciptakan menurut gambar Allah Tritunggal) tidak dibuat untuk hidup terisolasi dimana masing-masing mencari kesenangan dan keuntungan sendiri. Sebaliknya, pria dan wanita yang dibuat untuk hidup dalam persekutuan pribadi yang intim dari kasih yang memberi diri, mencerminkan kehidupan batin Trinitas. Pada akhirnya, manusia akan menemukan kebahagiaan yang mereka rindukan ketika mereka belajar untuk hidup seperti Trinitas, memberikan diri mereka kepada orang lain.

Man finds himself only by making himself a sincere gift to others (Gaudium et Spes No 24)

2) Original Solitude

Kejadian 2:18

TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”

Secara sekilas, ayat ini terlihat aneh. Adam tidak sendirian. Allah telah menempatkan dia dengan air, pohon, tumbuhan, dan binatang. Meskipun ada begitu banyak ciptaan di taman Eden, Adam masih digambarkan sebagai “sendirian”.

Hal ini memberitahu kita bahwa ada sesuatu di dalam diri Adam yang tidak ditemukan dalam makhluk lainnya. Dengan memperhatikan bagaimana dirinya berbeda dari binatang, Adam menyadari bahwa dia lebih dari sekedar tubuh. Dia memiliki dimensi spiritual. Sebagai makhluk tubuh-jiwa, Adam adalah unik. Tidak ada makhluk lain seperti dia.

Jika Adam dibuat untuk hidup menurut the law of the gift (untuk memberikan dirinya dalam hubungan saling mengasihi), maka Adam, pada tahap ini, merasa dirinya tidak lengkap. Dia belum mampu menghidupi the law of the gift, karena tidak ada ciptaan lain dimana dia dapat memberikan dirinya. Inilah sebabnya mengapa Tuhan berkata, “Tidak baik, kalau manusia sendirian.”

St. JP II menjelaskan bahwa manusia hanya menemukan pemenuhan ketika ia tinggal dalam sebuah hubungan yang saling memberikan diri, bukan hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Ketika Allah berkata,” Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”, Allah menegaskan bahwa manusia sebenarnya tidak sepenuhnya menyadari esensi “kesendirian” ini.

3) Original Unity

Kejadian 2:23

Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”

Kejadian 2:24

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Dalam menanggapi kesendirian Adam, Tuhan menciptakan manusia lain, Hawa, menjadi istrinya. St. JP II mencatat bagaimana pada Kejadian 2:23 adalah pertama kalinya pria memanifestasikan sukacita dan kegembiraan. Sebelumnya, dia tidak punya alasan untuk bersukacita, “kurangnya makhluk seperti dirinya sendiri”. Tapi sekarang, dia akhirnya memiliki seseorang dimana dia mampu memberikan dirinya dalam cara yang unik ini. Menanggapinya dengan gembira, dia mendesah “Inilah dia!” (dalam terjemahan inggris tertulis “At last!”) karena saat ini dia mampu menghidupi the law of the gift dan dengan demikian dia menjadi sebagaimana dia diciptakan lewat persatuan dengan istrinya.

Pada ayat berikutnya (Kejadian 2:24), St. JP II merefleksikan bagaimana pria dan wanita “menjadi satu daging”. Dia menunjukkan bagaimana kesatuan dalam daging ini tidak hanya mengacu pada persatuan tubuh saja, tetapi juga menunjuk pada persatuan spiritual yang lebih dalam.

Ingat, bagaimana seseorang manusia bukan hanya tubuh saja, tapi terdiri dari tubuh dan jiwa. St. JP II menguraikan bagaimana persatuan tubuh dan jiwa dalam diri seseorang menjelaskan tentang seksualitas manusia. Tubuh memiliki bahasa yang mampu mengkomunikasikan sesuatu yang jauh lebih mendalam daripada informasi atau ide-ide. Apa yang dilakukan seseorang dalam tubuhnya mengungkapkan dirinya sebagai jiwa yang hidup. Tubuh mengekspresikan seseorang dan membuat dimensi spiritual manusia yang tak terlihat menjadi terlihat.

Hal ini memberi implikasi dramatis untuk memahami hubungan seksual. Tindakan perkawinan tidak dimaksudkan untuk menjadi sebuah persatuan fisik saja, namun menjadi kesatuan pribadi yang lebih dalam. Karena tubuh mengungkapkan jiwa, ketika pria dan wanita memberikan tubuh mereka satu sama lain dalam hubungan perkawinan, mereka memberi diri mereka satu sama lain. Persatuan tubuh dimaksudkan untuk mengekspresikan persatuan spiritual yang lebih dalam. Keintiman fisik dimaksudkan untuk mengekspresikan keintiman pribadi yang lebih mendalam. St JP II menyebut ini “the nuptial meaning of the body“. Dia mengatakan tubuh kita memiliki karakter perkawinan dalam arti bahwa mereka memiliki “kemampuan mengekspresikan cinta, cinta yang dimana orang tersebut menjadi hadiah dan dengan cara ini dia dapat memenuhi arti keberadaannya”.

Kita dapat melihat bahwa tubuh akan menjadi arena penting di mana hubungan antara laki-laki dan perempuan terjadi, untuk lebih baik atau buruk. Kita bisa mendekati persatuan tubuh dari hubungan seksual sebagai sarana untuk memperdalam persekutuan pribadi dalam pernikahan. Atau, kita bisa melakukan hubungan seksual untuk kesenangan kita sendiri tanpa memperhatikan kapasitas tubuh untuk mengekspresikan kasih yang memberikan dirinya, dengan kata lain tanpa memperhatikan makna perkawinan yang Allah berikan.

Seorang pria dapat melihat seks sebagai cara untuk memperdalam persatuan pribadinya dengan istrinya, memberikan dirinya sepenuhnya kepada dia dan mengekspresikan komitmen total untuk dirinya sebagai pribadi dan apa yang terbaik untuk dirinya. Atau, dia bisa melihat seks hanya sebagai tindakan fisik dengan beberapa wanita yang kebetulan memberinya kesenangan, tanpa komitmen nyata untuk kesejahteraan wanita itu. Hal inilah yang terjadi di dalam budaya kita saat ini yang tentu saja jauh dari makna perkawinan yang indah yang Allah telah diberikan kepada tubuh.

4) Original Nakedness

Kejadian 2:25

Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Apa artinya Kejadian 2:25 mengatakan Adam dan Hawa “telanjang dan tidak malu”? Malu melibatkan rasa takut kepada orang lain ketika kita tidak yakin kita bisa mempercayai orang itu. Kita merasa takut disakiti atau digunakan, sehingga kita tidak dapat membiarkan orang lain melihat dan mengenal kita sebagai diri kita yang sebenarnya.
Pada awalnya, Adam dan Hawa tidak malu. Mereka masing-masing memiliki keyakinan, kepercayaan, dan keamanan yang penuh dalam hubungan mereka. Ketelanjangan tubuh mereka menunjukan “ketelanjangan” pribadi yang lebih dalam dimana mereka merasa bebas tanpa takut dipergunakan, disalahpahami, atau dikecewakan. Adam dan Hawa mengerti “the nuptial meaning of the body” – kapasitas tubuh untuk mengekspresikan cinta dan persatuan manusia.

Bagaimana mereka dapat memiliki hubungan yang ideal ini?
Bayangkan tinggal di sebuah hubungan di mana benar-benar tidak ada keegoisan. Anda tahu bahwa kekasih Anda selalu mencari apa yang terbaik untuk Anda, bukan hanya kepentingan sendiri. Dia benar-benar melihat Anda sebagai hadiah yang unik dipercayakan kepadanya dan ia mengambil peran ini serius dengan rasa yang mendalam dari tanggung jawab.

Ini adalah jenis hubungan Adam dan Hawa di taman Eden. Dosa belum masuk ke dalam dunia, dan pribadi manusia memiliki penguasaan diri atas nafsu mereka. Dengan demikian, dengan kemurnian hati yang penuh, mereka masing- masing bebas dari keinginan egois dan mendekati satu sama lain dengan hormat, mencari kebaikan satu sama yang lain dan tidak pernah melihat yang lain hanya sebagai objek yang akan digunakan.

St. JP II menjelaskan bahwa Adam dan Hawa melihat satu sama lain dengan perspektif “visi Sang Pencipta”. Dengan kata lain, mereka melihat satu sama lain dengan cara Allah sendiri melihat mereka. Adam melihat bukan hanya keindahan tubuh Hawa, tetapi keseluruhan pribadi. Dan sama seperti Allah bersukacita dalam menciptakan pria dan wanita dengan mengatakan, “sungguh amat baik!,” begitu juga Adam akan memandang istrinya dengan rasa kagum yang mendalam, melihat dia sebagai putri Allah yang telah dipercayakan kepada dirinya dalam pernikahan. Demikian juga, Hawa akan menerima Adam sebagai hadiah dan menanggapi dia dengan cinta dan tanggung jawab yang sama.

Dalam lingkungan semacam ini, cinta, tanggung jawab, dan keintiman bisa berkembang. Dalam total trust and security, seseorang dapat memberikan dirinya sepenuhnya, mengetahui bahwa ia akan menyambut dan menerima sepenuhnya sebagai hadiah. Jadi, awalnya pria dan wanita tidak mengalami dinding malu dalam hubungan mereka. Mereka tidak takut bahwa pasangannya akan menggunakan mereka, menyakiti mereka, atau menolak mereka. Bebas dari dosa, mereka bebas untuk mencintai. Dalam hubungan timbal balik cinta total, dinding malu tidak diperlukan. St. JP II mengatakan, “immunity from shame” adalah “the result of love”.

5) Original Shame

Kejadian 3:7

Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.

Setelah dosa memasuki dunia, manusia kehilangan penguasaan diri yang diperlukan untuk menjaga keinginan egois yang tumbuh dalam hatinya dan meracuni hubungannya. Terluka oleh dosa asal, manusia menemukan bahwa tidak lagi mudah baginya untuk mengendalikan hawa nafsunya. Tidak lagi mudah manusia memandang istrinya dengan “visi Sang Pencipta”. Dia tidak lagi dengan mudah melihat dia sebagai orang yang telah dipercayakan kepadanya, sebagai hadiah yang ia rindukan, untuk dilayani dengan kasih dan tanggung jawab tanpa pamrih.

Sekarang cintanya dinodai oleh keinginan egois untuk menggunakannya. Dia mulai melihat dirinya terutama dalam hal seksual, nilai-nilai tubuhnya, atau nilai feminitasnya-sebagai objek untuk dieksploitasi untuk kesenangan sensual atau emosional sendiri. Dia tidak lagi dengan mudah melihat nilai sebagai seseorang untuk dicintai.

Tidak lagi menguasai nafsu mereka, pria dan wanita cenderung mendekati satu sama lain dengan hati yang egois dan penuh nafsu. Itu sebabnya Adam dan Hawa secara naluriah menyembunyikan seksualitas mereka satu sama lain, saat dosa dan nafsu memasuki kehidupan mereka. Mereka masing-masing tidak lagi memiliki kepercayaan total bahwa pasangannya benar-benar mencari apa yang terbaik bagi mereka. Mereka secara naluriah tahu bahwa yang dicintainya dapat menggunakannya. Dengan demikian, kisah Kejatuhan di dalam Alkitab memberitahu kita bahwa tepat setelah Adam dan Hawa berdosa di Taman Eden, mereka telanjang dan malu.

Masuknya dosa menghancurkan kesatuan asli (original unity) pria dan wanita dan menghalangi keintiman pribadi dalam hubungan mereka, rasa malu memasuki hubungan mereka dan menjadi penghalang hubungan yang intim. St. JP II menjelaskan bahwa kesatuan asli Adam dan Hawa terlarut di dalam kejatuhan dosa ini karena tanpa selfless love and trust yang penuh, mereka tidak lagi merasa bebas untuk benar-benar memberikan diri satu kepada yang lain.

Kembali ke Taman Eden?

Sebagai makhluk berdosa terus berjuang melawan concupiscence, kita mungkin tidak akan pernah bisa kembali ke hubungan yang ideal sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Tetapi, melalui karya penebusan Kristus dalam hidup kita, kita dapat mulai mengalami penyembuhan yang menjaga kita untuk tetap berada pada cinta, dan persekutuan pribadi yang Tuhan ingin kita alami dalam relationship kita. Roh Kudus mengubah hati manusia yang egois dan penuh nafsu dengan self-giving love. Dan hubungan antara pria dan wanita akan mulai pulih kembali kepada kesatuan awal pria dan wanita sesuai dengan makna “the nuptial meaning of the body”.

Sharing

  1. Sharingkan pandangan kalian terhadap salah satu dari lima pilar yang dibahas di atas.
  2. Kita diciptakan menurut gambar dari rupa Allah dan the law of the gift. Apakah kalian melihat tubuh kalian berdasarkan the law of the gift? Bagaimanakah kalian melihat tubuh kalian masing-masing saat ini? Sharingkan.
  3. Menurut kalian, mengapa di jaman sekarang ini, banyak sekali perceraian, perselingkuhan, pelecehan, seks bebas, dan lain-lain?

Closing Prayer

Lord, as You created us in Your image and likeness, we know that You created us out of love and for love. You created us for a union of love with each other just as You created us to be together forever with You. Lord, help us to be open today to learn, to live, and to love like You. We ask all this as we pray together:

Our Father, who art in heaven, hallowed be Thy name. Thy kingdom come,Thy will be done, on earth as it is in heaven. Give us this day our daily bread, and forgive us our trespasses, as we forgive those who trespass against us. And lead us not into temptation, but deliver us from evil. Amen.

Saint John Paul II, pray for us

Reference

  1. Back to the Garden: Theology of the Body from Eden to Today, by Edward Sri. http://www.holyspiritinteractive.org/library/116#.XrdV8RMzafc
  2. The Sacrament of Love – Five Pillars of the Theology of the Body, by Edward Sri. https://www.catholiceducation.org/en/marriage-and-family/sexuality/five-key-features-of-the-theology-of-the- body.html