Sesi 55 - Week of 5 Mar 2023

Fasting and Conversion of Heart (Puasa dan Perubahan Hati)


Intro

Pesan pertobatan selalu diarahkan langsung ke hati kita: “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu… ” (Yoel 2: 12-18). Seperti seruan para nabi, demikian pula seruan Yesus mengarahkan kepada pertobatan dan penyesalan, bukan pertama-tama dengan karya yang kelihatan seperti puasa dan matiraga, melainkan pertobatan hati / batin. Tanpa itu kegiatan pertobatan akan tanpa hasil dan tidak jujur. Tetapi pertobatan batin mendesak agar menyatakan sikap ini dalam tanda-tanda yang kelihatan dalam kegiatan dan karya pertobatan (KGK 1430).

Pertobatan adalah perubahan hati. Jika perubahan ini otentik, seharusnya memanifestasikan dirinya dalam semua bidang kehidupan kita, karena hati yang menggerakkan keputusan, tindakan, sentimen dan pengaturan. Hati adalah tahta interior pribadi manusia. Semua realitas interior tentu harus memanifestasikan dirinya ke eksterior. Pertobatan harus memiliki ekspresi konkret yang menjelma dalam setiap bidang kehidupan kita. Pertobatan ini tidak hanya mengatakan, “Tuhan, Tuhan” dengan mulut kita, tetapi mengatakan bahwa seluruh kehidupan, pikiran, hati, bakat, berkat, kapasitas dan tubuh kita adalah milik Tuhan dan untuk kemuliaan-Nya. Pertobatan yang tulus adalah mengubah kepentingan hati kita; itu adalah untuk tidak lagi hidup untuk keinginan kita sendiri, yang bertentangan dengan Injil: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Markus 8:34).

Gereja mengajarkan ada 3 ekspresi untuk penebusan dosa yaitu puasa, doa dan memberi sedekah. Ketiga hal ini diucapkan Yesus dalam Matius 6:1-6, 16-18, yang menjadi bacaan injil pada hari Rabu Abu. Puasa, doa dan memberi sedekah mengingatkan kita bahwa konversi mencakup semua aspek kehidupan: they express conversion in relation to ourselves, to God and to others (KGK, 1434).

The Temptations in the Desert

Pencobaan pertama: Yesus merasa lapar (realitas manusia) dan di sini iblis menggoda Yesus: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti. Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Iblis tidak mampu membuat Yesus jatuh meskipun Ia lapar karena, melalui puasa-Nya, Dia telah menempatkan kebutuhan-Nya untuk memuaskan rasa lapar-Nya dan kepuasan fisik-Nya di tempat kedua. Melalui puasa, kita mendominasi daerah ini sehingga ketika godaan datang kepada kita, kita bisa menolaknya.

Biasanya kebutuhan yang kita cari bervariasi yang dapat mendominasi diri kita seperti: untuk tubuh, untuk emosi, untuk pikiran, untuk ego kita, untuk mencari ketenaran dan pengakuan, dll. “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Yesus menjawab dengan membuat referensi ke Ulangan 8. Ini merupakan karakteristik dari Kristus, untuk menunjukkan kepada kita bahwa untuk memenuhi kehendak Allah, bisa kita lakukan lebih dari pada makanan. Tanggapan dari Kristus menunjukkan kepada kita apa makna dari empat puluh hari tersebut: walau tanpa ada roti dan air, tetapi ada komunikasi yang mendalam dengan Bapa, ini lebih penting daripada apa pun, untuk tidak mencari makanan di luar kehendak Allah.

Pencobaan kedua: Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.”

Yesus berkata kepadanya: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” Iblis menggoda Yesus untuk tidak menghargai perlindungan Bapa dan untuk mengendalikan hal-hal di luar ketaatan kepada Allah. Itu godaan kepuasan pribadi: dilayani oleh malaikat, dan dilindungi oleh mereka. Puasa memiliki kekuatan untuk membebaskan kita dari ego kita, untuk membebaskan kita dari keinginan kita untuk dilayani dan dihormati.

Pencobaan ketiga: Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada- Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.” Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”

Tiga pencobaan di padang gurun yang diarahkan ke kesenangan, kekuasaan dan ketenaran. Ketiganya diatasi dengan kebajikan: penyangkalan, penyerahan total kepada Allah dan Firman-Nya, dan kerendahan hati. Ketiga kebajikan itu adalah buah dari puasa. Perjanjian Lama mengungkapkan kepada kita kekuatan puasa atas musuh-musuh eksternal; Perjanjian Baru juga mengungkapkan kepada kita kekuatan itu untuk mengatasi musuh-musuh jiwa kita: daging, iblis dan dunia.

Fruits of Fasting

  • Puasa membebaskan pikiran dan hati kita, membawa kita melalui proses di mana kita dibebaskan dari keterikatan duniawi dan semua hal-hal yang membuat kita terikat: hasrat memiliki hal-hal duniawi, pemeliharaan diri secara berlebihan, dll.
  • Puasa membawa kita ke dalam kedamaian.
  • Puasa memperkuat, menstabilkan kita dan mengembangkan kontrol diri, yang merupakan salah satu buah Roh Kudus. Puasa membantu kita untuk mengenali kelemahan kita dan ketergantungan pada Tuhan.
  • Puasa membuat kita miskin di hadapan Allah.
  • Puasa meneguhkan kehidupan batin kita.
  • Puasa menghilangkan kehidupan duniawi yang berlebihan untuk membuat lebih banyak ruang untuk Tuhan.
  • Puasa membawa kita lebih mudah menuju ke persatuan batin dengan Allah dan dengan dunia Surgawi.
  • Puasa melemahkan, sedikit demi sedikit, nafsu kita.

Orang-orang kudus merekomendasikan puasa kepada semua orang yang ingin mencapai kehidupan rohani yang lebih tinggi.

Fasting and the Word of God

Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Matius 4:4). Pada saat puasa seharusnya menjadi hari doa yang mendalam, meditasi Kitab Suci dan ajaran Magisterium Gereja, sehingga memperkaya pikiran kita dengan mencari makanan dan kepuasan kita dalam Kebenaran. Puasa memungkinkan jiwa kita dipenuhi dengan Firman yang hidup, yang membebaskan kita dan yang mengangkat kita dan mengajarkan kita untuk berpikir, merasa dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Pada saat puasa, kita bisa lebih mudah untuk mengerti Kitab Suci, untuk merenungkannya dan lebih mendalam menangkap pesan yang tersembunyi di balik kata-katanya. Ketika kita berpuasa, kita mengutamakan jiwa dan bukan tubuh kita.

Fasting and the Eucharist

Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” (Yoh 6:27)

Dalam puasa, kita menemukan kekosongan realitas duniawi dan makanan yang benar yaitu Ekaristi. Kekosongan fisik yang kita alami dalam puasa membantu kita untuk menjadi lebih sadar akan kekosongan interior dan kebutuhan kita akan realitas spiritual. Hari puasa seharusnya menjadi hari Ekaristi: adorasi, reparasi, dll

On Bread and Water?

Puasa roti dan air, dimana kita hanya makan roti dan minum air, adalah sebuah bentuk puasa yang populer pada masa prapaskah. Kenapa roti dan air? Roti adalah makanan orang miskin. Pengaturan untuk hidup dari roti dan air selama sehari menunjukkan niat baik akan seseorang menjadi miskin di hadapan Allah. Roti dan air: dua simbol penting dalam Kitab Suci. Roti: Ini melambangkan kehidupan, makanan (roti, makanan – Ekaristi). Air: Melambangkan pemurnian (dari percikan Hati-Nya mengalir air, melambangkan baptisan). Ini juga merupakan dua mukjizat yang Tuhan lakukan di Israel, sampai mereka berada di padang gurun. Kita harus mencari kehidupan sejati dengan cara pemurnian. Puasa roti dan air adalah panggilan untuk tumbuh dalam ketergantungan pada Ekaristi. Ini juga merupakan panggilan untuk masuk ke dalam kehidupan yang suci, pertobatan, melepaskan diri dari semua yang memisahkan kita dari Tuhan atau tidak memungkinkan kita untuk menjadi anak angkatnya atau menjadi serupa dengan Nya.

Fasting Appeases Gluttony

Dengan puasa kita belajar untuk mendominasi diri kita sendiri dan untuk membebaskan diri dari dosa kerakusan, yang tidak hanya memanifestasikan dirinya dalam makan berlebihan, tetapi juga dalam bentuk yang lebih halus dan spiritual:

  1. Kerakusan Intelektual: ini adalah keinginan yang tidak terkendali dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini sangat berbahaya karena itu adalah dosa pertama Hawa: rasa ingin tahu. Dari sini muncul dosa okultisme, paranormal, astrologi, membaca tangan, keinginan untuk mengetahui masa depan, dll
  2. Kerakusan Spiritual: ini adalah mencari sentimen yang berasal dari kegiatan-kegiatan spiritual yang berlebihan karena tidak ingin kehilangan pengalaman spiritual. Contoh meminta berkat untuk sendok dan garpu sebelum makan kepada pastor.
  3. Kerakusan kesenangan, kehormatan atau ketenaran: ini adalah ketika seseorang melakukan sesuatu untuk mendapat perhatian, dan keinginan untuk diakui, dll

To Fast Not Only from Food

St. John Chrysostom mengatakan, nilai puasa tidak hanya untuk menghindari makanan tertentu, tetapi menyangkal semua sikap, pikiran dan keinginan berdosa. Siapa pun yang membatasi puasa hanya untuk makanan meminimalkan nilai puasa sebenarnya. Jika kita melihat saudara yang membutuhkan, berikanlah. Jika Anda melihat saudara mendapatkan penghargaan, jangan iri kepadanya. Agar puasa menjadi kenyataan, hal itu tidak bisa hanya dengan mulut kita saja, kita juga harus berpuasa dengan mata, telinga, kaki, tangan dan semua bagian tubuh kita, interior dan eksterior.

Puasa dengan tangan yaitu menjaga kemurnian untuk selalu melayani orang lain. Puasa dengan kaki kita yaitu dengan tidak lambat dalam kasih dan pelayanan. Puasa dengan mata yaitu dengan tidak melihat hal-hal yang tidak murni atau tidak melihat orang lain untuk mengkritik mereka. Puasa untuk semua yang menempatkan jiwa atau kesucian kita dalam bahaya. Tidak ada gunanya berpuasa makanan untuk tubuh ketika kita memberi makanan kepada hati kita dengan sampah, kenajisan, keegoisan, dengan kompetisi, dengan kenyamanan. Kita berpuasa, tetapi membiarkan diri kita untuk mendengar hal-hal yang sia-sia dan duniawi. Kita juga harus puasa dengan telinga. Berpuasa dari mendengar hal-hal yang dikatakan tentang saudara atau teman kita, kebohongan yang dikatakan tentang orang lain, terutama gosip, rumor, kata-kata yang menyakitkan. Kita juga harus berpuasa dengan mulut; kita harus berpuasa dari mengatakan sesuatu yang buruk tentang orang lain. Untuk apa berpuasa dari makanan tetapi kamu melahap saudara atau teman kamu?

Pertanyaan Sharing

  1. Sharingkan selama kamu berpuasa apakah banyak godaan yang datang dan bagaimana cara kamu mengatasi godaan-godaan tersebut?
  2. Sharingkan pada saat kamu berpuasa, dari buah-buah diatas, apakah yang kamu rasakan?
  3. Apa yang dapat kamu pelajari dari ajaran St. John Chrysostom dan mungkin ingin kamu praktekkan dalam puasa dan pantang?

Referensi