Sesi 08 - Week of 01 Oct 2023

Apologetic: Dogma Maria


Intro

Sebagai seorang Katolik, kita tentu saja sudah mengetahui tentang 4 Dogma Maria dan ini juga sudah pernah kita sharingkan pada tahun lalu. Juga sebelumnya kita pernah membahas tentang Catholic Apology (Apologia Katolik) yang adalah pembelaan dan penjelasan atas ajaran, kepercayaan dan sikap-sikap gereja Katolik. Tujuannya adalah untuk menghilangkan keragu-raguan, memberikan pencerahan atas kesalahpahaman dan akhirnya untuk memenangkan hati dan jiwa-jiwa untuk Yesus Kristus. Apologetik bertujuan untuk menolong dan menjawab orang-orang, baik Katolik atau non-Katolik, yang bertanya-tanya “Mengapa aku harus menjadi orang Katolik?”. Kita melakukan dan memulai Apologetik melalui pikiran, akal budi, dan akhirnya bisa mencapai hati orang-orang tersebut.

Dalam bahan CG kali ini, kita mau mengajak bagaimana kita bisa menjawab atas pertanyaan-pertanyaan tentang dogma Maria.

Keibuan Ilahi (Divine Motherhood)

Banyak orang yang mungkin sudah percaya bahwa Maria adalah Bunda Kristus, tapi masih susah menerima gelar Maria sebagai Bunda Allah karena frasa ‘Maria Bunda Allah’ tidak ditemukan di dalam Kitab Suci.

Perlu diketahui bahwa dasar dari dogma ‘Maria Bunda Allah’ adalah karena Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah Allah, maka Maria disebut Bunda Allah (lih. Luk. 1:43). Logikanya sederhana: jika Yesus Kristus adalah sungguh Allah, maka tidak bisa tidak, Maria, ibu-Nya, adalah sungguh Bunda Allah. Jadi, Maria disebut Bunda Allah semata-mata karena Yesus, putranya, yang adalah Allah.

Tidak sedikit orang dari kalangan non-Katolik berpandangan bahwa Maria hanyalah ibu dari ‘kemanusiaan’ Yesus, dan karenanya menurut mereka, ia tidak bisa menjadi Bunda Allah.

Perlu ditegaskan di sini bahwa memang Bunda Maria tidak memberikan pengaruh apa-apa pada keilahian Yesus, dan memang bukan itu arti dari seorang ibu. Seorang wanita hanya menjadi seorang ibu saat seseorang dengan sifat manusiawinya dikandung dalam rahimnya. Maria mengandung dan melahirkan pribadi ilahi, Tuhan yang berinkarnasi, Yesus Kristus. Karenanya, dia adalah ibu dari pribadi ilahi, atau oleh Gereja disebut ‘Ibu Tuhan’.

Ada juga orang yang mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa memiliki ibu karena Dia abadi; tetapi perkataan seperti itu akan terbantahkan dengan sendirinya; sebab itu sama saja mengatakan bahwa Tuhan tidak bisa mati di kayu salib karena Dia abadi. Padahal, kita tahu bahwa jika Allah mengambil sifat manusia seperti kita, maka, Ia tentu saja bisa dilahirkan dan mati untuk menebus dosa-dosa manusia. Lagipula, penyebutan Maria sebagai Bunda Allah ditujukan untuk membantah bidat yang mengatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa yang menjadi putra Allah pada saat pembaptisan atau kebangkitan-Nya. Jadi, menyebut Maria, Bunda Allah, bertujuan untuk memperkuat kepercayaan jemaat Kristen perdana bahwa Yesus sepenuhnya adalah Allah dan sepenuhnya manusia.

Keperawanan Abadi (Perpetual Virginity)

“Bunda Maria tetap perawan? Ah, tidak mungkin…” atau “Bagi saya, tidak penting Bunda Maria perawan atau bukan…” atau “Bunda Maria itu yang tetap perawan jiwanya, bukan tubuhnya…” Semua komentar ini meragukan atau mempertanyakan keperawanan Maria, atau bahkan menganggapnya tidak penting. Gereja Katolik tidak mengajarkan demikian, karena keperawanan Maria membawa arti penting, yang menunjukkan kesempurnaan kasih Allah dalam melaksanakan rencana keselamatanNya, dan bahwa Yesus yang dilahirkan oleh Bunda Maria adalah sungguh-sungguh Allah. Karena itu, Gereja dipanggil untuk menjaga kemurnian ajarannya, dan mencontoh teladan hidup Maria yang murni jiwa dan raganya.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah tetap perawan, sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus. Semua orang Kristen percaya bahwa Bunda Maria adalah perawan sebelum melahirkan Yesus, dan banyak dari mereka percaya bahwa Maria tetap perawan pada saat melahirkan Yesus. Tetapi hanya sedikit umat gereja Kristen Protestan yang percaya bahwa Bunda Maria tetaplah perawan setelah melahirkan Yesus Kristus.

Ada beberapa kutipan ayat Kitab Suci yang sering dijadikan dasar oleh orang-orang non-Katolik untuk menolak keperawanan abadi dari Maria ini.

  • Mat. 13:55-56 – “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita?”
  • Mrk. 3:31 – “Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus”.
  • Gal. 1:19 – “Tetapi aku (Paulus) tidak melihat seorang pun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus”.

Nah, bagaimana kita dapat menjawab argumen tersebut? Mari kita lihat penjelasan yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama istilah ‘saudara laki-laki’ memiliki makna yang luas dan dapat merujuk pada kerabat laki-laki (saudara kandung maupun tiri), saudara-saudara sepupu, mereka yang menjadi anggota keluarga karena perkawinan (ipar) atau karena hukum (saudara angkat), dan tidak selalu karena hubungan darah. Secara khusus dalam bahasa Ibrani atau Aram (bahasa yang diucapkan oleh Yesus dan murid-murid-Nya), istilah itu digunakan untuk menyebut ‘sepupu’ sebab pada kedua bahasa itu tidak ada kata khusus untuk menyebut ‘sepupu’.

Apalagi, jika kita telusuri secara saksama dari contoh Yakobus, salah satu yang disebut sebagai ‘saudara Tuhan’ dalam Injil Matius 13:55, tampak sekali bahwa Yakobus yang dimaksudkan di situ adalah sepupu atau kerabat dari Tuhan Yesus, dan bukan saudara kandung-Nya.

Coba perhatikan baik-baik, Paulus dalam suratnya kepada umat di Galatia menyebut ‘Yakobus’ sebagai ‘saudara Tuhan’ dan ‘seorang rasul’. Nah, kita tahu bahwa hanya ada dua nama Yakobus dalam barisan kedua belas murid Yesus. Yang pertama adalah Yakobus anak Zebedeus (Mat. 10:2); dan kedua, Yakobus anak Alfeus (Mat. 10:3). Tidak satu pun dari keduanya disebut sebagai ‘anak Yosef’. Jadi, jelaslah, bahwa Yakobus rasul bukan saudara kandung Tuhan Yesus. Makanya, dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 500 dikatakan:

“Gereja selalu menafsirkan teks-teks itu dalam arti, bahwa mereka bukanlah anak-anak lain dari Perawan Maria. Yakobus dan Yosef yang disebut sebagai “saudara-saudara Yesus” (Mat 13:55), merupakan anak-anak seorang Maria (bdk Mat 27:56) yang adalah murid Yesus dan yang dinamakan “Maria yang lain” (Mat 28: 1). Sesuai dengan cara ungkapan yang dikenal dalam Perjanjian Lama (bdk Kej 13:8; 14:16; 29:15), mereka itu sanak saudara Yesus yang dekat.”

Gereja Katolik percaya bahwa Maria tetaplah perawan seumur hidupnya. Bukti kuat tentang keyakinan ini bisa kita temukan di dalam Injil Luk. 1:34. Ketika Maria dikunjungi oleh Malaikat Gabriel; dan malaikat itu memberi kabar kepadanya, Maria berkata: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”

Justru aneh rasanya jika ia harus bertanya demikian sementara dirinya sudah bertunangan dengan Yosef, dapat segera menikah, dan kemudian mempunyai anak. Bukankah pernikahannya tinggal menunggu saatnya saja? Perlu diketahui bahwa ‘bersuami’ di sini berarti bersetubuh dengan suami. Jawaban Maria itu baru punya arti apabila Maria mempunyai kaul (janji) untuk tidak bersetubuh dengan suaminya seumur hidupnya. Jika tidak demikian, jawaban Maria itu kedengaran aneh dan tidak ada artinya.

Kenapa hal Maria yang tetap perawan ini menjadi penting? Karena menurut sejarah, penyangkalan terhadap Maria yang tetap perawan akan menuju kepada penyangkalan terhadap kelahiran Yesus melalui Perawan Maria (the virgin birth of Christ), yang kemudian menjadi penyangkalan akan keilahian Yesus. ((Robert Payesko, The Truth about Mary, A Summary of the Trilogy, (Queenship Publishing Company, CA, 1998), p.110)).

Dikandung Tanpa Dosa (Immaculate Conception)

Dengan dogma ini, Gereja Katolik mengakui bahwa Bunda Maria, sejak dikandung ibunya, tidaklah berdosa. Itu berarti bahwa pada saat pembuahannya, Maria dipenuhi dengan rahmat pengudusan dari Allah.

Dasar dari dogma ini adalah: karena Kristus adalah Mesias, maka Ia tanpa salah, tanpa noda, ‘yang terpisah dari orang-orang berdosa’ (Ibr. 7:26). Keterpisahan itu mensyaratkan juga kekudusan ibu-Nya, sebab penjelmaan-Nya sebagai manusia mengambil tempat di tubuh ibu-Nya. Dengan demikian, ibu yang mengandung Kristus harus terpisah sama sekali dengan dosa – tanpa noda dosa – sebab Kristus yang dikandungnya adalah Allah.

Pertanyaannya adalah: “Sejak kapan Maria dijadikan tanpa dosa oleh Allah?” Gereja mengajarkan bahwa Bunda Maria dikuduskan Allah sejak ia terbentuk dalam kandungan ibunya. Alasannya: karena sabda Allah mengajarkan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak terbentuk dalam rahim ibu (lih. Ayb. 31:15; Mzm. 139:13), maka Bunda Maria dikuduskan – yaitu dibebaskan dari noda dosa – sejak masih dalam kandungan ibunya. Hal itu dapat terjadi karena Bunda Maria dipersiapkan oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan Putra-Nya yang kudus dan tak berdosa. Dengan demikian, kekudusan Bunda Maria merupakan karunia dari Allah yang diberikan kepadanya demi tugas istimewanya sebagai bunda bagi Sang Putra Allah.

Meski tidak ada satu pun ayat Kitab Suci yang secara gamblang menyebutkan keadaan ‘Bunda Maria sebagai yang tak bernoda’, namun ada dua teks Kitab Suci yang dapat dijadikan sebagai dasar: yaitu Kej. 3:15 dan Luk. 1:28.

Dalam Kej. 3:15, Tuhan berfirman: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”. Tradisi Gereja yang sangat kuno melihat ayat ini sebagai ‘Injil Pertama’ (Proto-evangelium), yang memuat cerita tentang permusuhan antara ular dan wanita. Jelas, ular yang dimaksudkan dalam Kej. 3:15 ini adalah setan; dan ‘keturunan wanita’ yang meremukkan kepala Setan hingga mati itu adalah Mesias. Nah, dengan demikian, perempuan yang bermusuhan dengan Setan dan menjadi bunda Mesias yang meremukkan kepala Setan itu, pastilah bukan Hawa si pendosa, melainkan bunda Sang Mesias.

Nah, Mesias itu adalah Yesus dari Nazaret dan ibu-Nya adalah Maria. Dengan demikian, bagi kita menjadi jelas bahwa sejak awal mula Allah menempatkan Maria sebagai musuh Setan, musuh dosa. Maria sejak semula menjadi lawan setan, artinya dibebaskan dari noda dosa.

Ayat kedua yang perlu disinggung di sini adalah salam dari Malaikat Gabriel kepada Maria, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau”. Menurut Origenes, salah satu teolog besar dari Alexandria, sebutan ‘yang dikaruniai’ itu tidak pernah diberikan kepada manusia lain kecuali kepada Maria; sehingga sebutan itu bukan sekedar gelar melainkan hakikat Maria.

Nah, karena hakikat Maria adalah ‘yang dikaruniai’, maka ia tidak mungkin dicemari oleh dosa asal; sebab dosa asal justru membuat manusia tidak mampu menerima kepenuhan karunia. Jadi, dari Luk. 1:28 ini Gereja Katolik menyimpulkan bahwa Maria dikandung tanpa noda dosa. Maria diberi hak istimewa untuk dikandung tanpa dosa asal untuk menjadikannya sebagai ibu bagi Sang Penebus dan Gereja-Nya.

Pengangkatan Maria Ke Surga (Assumption of Mary)

Paus Pius XII, dalam Munificentissimus Deus (1950), menegaskan bahwa: “Maria, Bunda Allah yang tak bernoda dan Bunda Allah yang tetap perawan, setelah selesai hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi”.

Pertanyaannya: apakah Bunda Maria melewati proses kematian terlebih dahulu ataukah langsung begitu saja terangkat ke surga? Jawabannya: Gereja memang tidak pernah secara formal menyebutkan apakah Bunda Maria meninggal dunia atau tidak, tetapi konsensus umum menyebutkan bahwa dia memang mati terlebih dahulu sebelum tubuh dan jiwanya diangkat oleh Tuhan ke dalam kemuliaan surgawi. Frasa ‘setelah selesai hidupnya di dunia’ dalam ensiklik Munificentissimus Deus sebetulnya juga secara implisit mengisyaratkan tentang kematian Bunda Maria itu.

Tambahan pula, dalam bukunya, ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, Dr. H. Pidyarto, O. Carm menyebutkan bahwa Maria memang meninggal juga (seperti halnya Yesus), meski tidak mengenal dosa, tetapi seperti Yesus juga, ia segera dibangkitkan dengan jiwa dan badannya untuk mulia bersama Putranya di surga (lih. Pidyarto, H. hlm. 166-167).

Selama ini kita sedikit gagal paham soal pengangkatan Maria ke surga. Banyak di antara kita mencampuradukkan antara pemahaman tentang ‘Yesus naik ke surga’ dengan ‘Maria diangkat ke surga’. Kita mengira bahwa kedua istilah atau kata itu (‘naik’ dan ‘diangkat’) sama saja; sehingga kadang-kadang pemakaiannya saling tukar.

Naik ke surga (ascension) berarti dengan kekuatan sendiri masuk ke dalam surga; dan tak seorang pun dapat naik ke surga, kecuali Dia yang datang dari surga, yaitu Anak Manusia (Yoh. 3:13). Hanya Yesus, Tuhan, yang dapat naik surga. Sementara terangkat ke surga berarti masuk ke surga bukan atas kekuatan sendiri, melainkan kekuatan lain di luar dirinya. Maria disebut ‘terangkat ke surga’ (assumption), artinya ia masuk ke dalam surga bukan karena kekuatannya sendiri melainkan karena kuasa Tuhan.

Dengan menyebut frasa ‘diangkat ke surga’, yang dimaksudkan adalah baik tubuh maupun jiwa secara utuh, dan bukan hanya jiwa, masuk ke dalam surga oleh kuasa Tuhan. Makanya, dalam Kitab Suci disebutkan bahwa ‘Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah’ (Kej. 5:24). Elia juga begitu. Ia terangkat ke surga, meski dengan cara yang sedikit berbeda (2 Raj. 2:11). Nah, Gereja Katolik percaya bahwa Maria terangkat ke surga dengan cara yang sama, meski secara umum diyakini bahwa dia meninggal dunia terlebih dahulu sebelum terangkat ke surga.

Hal penting yang menunjukkan bahwa Maria diangkat ke surga adalah tidak ditemukannya tulang belulang dari Maria. Padahal, kita tahu bahwa sejak dulu, orang Kristen memberi penghormatan yang besar terhadap orang-orang kudus dengan menjaga ketat peninggalan orang-orang kudus ini, termasuk tulang-tulang mereka. Namun, tidak satu pun kota-kota yang mengklaim jasad Bunda Maria. Meskipun ada klaim tentang makamnya, tidak ada tulang-tulangnya yang ditemukan.

Kesimpulan

Walaupun bukan hal yang mudah bagi kita untuk dapat memahami dogma-dogma di atas, marilah kita berdoa mohon dampingan Roh Kudus agar kita dapat memahami peranan Maria yang begitu besar dalam karya keselamatan Tuhan dan menempatkan Bunda Maria sebagai role model kita dalam menjawab panggilan Tuhan dan menjalani tugas yang telah diberikan-Nya kepada kita.

Marilah kita doakan “Salam Ya Ratu”
Salam, ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih, hidup, hiburan dan harapan kami. Kami semua memanjatkan permohonan, kami amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini. Ya Ibunda, ya pelindung kami, limpahkanlah kasih sayangmu yang besar kepada kami. Dan Yesus, Puteramu yang terpuji itu, semoga kau tunjukkan kepada kami.

O Ratu, O Ibu, O Maria, Bunda Kristus Doakanlah kami, ya Santa Bunda Allah Supaya kami dapat menikmati janji Kristus

Pertanyaan Sharing

  1. Dari keempat dogma di atas, apakah ada yang kalian sulit untuk terima atau percaya? Sharingkan alasan kalian!
  2. Jika ada orang yang bertanya kepada kalian: “Mengapa orang Katolik menyembah Maria?” Bagaimana kalian akan menjawab orang tersebut?
  3. Banyak orang yang tidak percaya dengan gelar Maria Tetap Perawan (Perpetual Virginity) yang diberikan kepada Bunda Maria karena di dalam Matius, ada disebutkan saudara-saudara Yesus.
    Mat 13:55 – Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Bagaimana kalian menjawab argumen ini?

Referensi