Sesi 60 - Week of 12 Mar 2023

7 Pesan Terakhir Yesus di Kayu Salib


Intro

Dalam CG hari ini, kita akan melihat tujuh pesan Yesus yang diucapkan-Nya pada saat Dia tergantung di kayu salib. Dari pesan terakhir ini, kita dapat menangkap hal-hal yang terpenting yang ingin disampaikan-Nya kepada kita. Yesus ingin membawa keselamatan bagi semua orang dengan memberikan pengampunan kepada umat manusia sehingga manusia dapat bersatu dengan Allah. Namun, bagaimana caranya kita bisa mencapai Kerajaan Sorga? Yuk, kita cari tahu dengan menelaah lebih jauh pesan-pesan terakhir Yesus.

Bahan

1. Luk 23:34 “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Pada saat Yesus di kayu salib, Dia melihat dengan jelas drama kehidupan setiap orang di sekitar dia— mulai dari serdadu yang kejam, murid-muridnya yang pengecut, kaum Farisi yang iri hati, sampai dengan orang-orang yang tidak melakukan apapun ketika mereka melihat ketidakadilan. Dia melihat dosa-dosa seluruh umat manusia, mulai dari Adam dan Hawa sampai manusia terakhir, termasuk juga semua dosa kita.

Namun, pada saat yang bersamaan, selain dosa-dosa kita, Kristus juga melihat perbuatan kasih yang kita lakukan. Ketika kita berdoa dan melakukan perbuatan kasih, kita menemani dan menghibur Kristus pada saat Dia mengalami penderitaan di Taman Getsemani. Kita mengikuti apa yang diperintahkan oleh Kristus sendiri, ketika Dia mengatakan “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” (Mat 26:38). Jangan biarkan kita lengah sehingga Kristus menegur kita dengan mengatakan “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” (Mat 26:40).

Kristus tahu bahwa manusia jatuh dalam dosa karena dipengaruhi oleh kelemahan-kelemahannya akibat dosa asal. Dengan demikian, apa yang diperbuat oleh manusia bisa saja terjadi karena ketidaktahuannya. Namun tidak semua ketidaktahuan mengakibatkan orang terbebas dari dosa. Ketidaktahuan yang tak terhindari (invincible ignorance) membuat orang tidak berdosa, namun ketidaktahuan yang disebabkan oleh ketidakpedulian (culpable ignorance) menyebabkan seseorang tetap bersalah. Rasul Petrus mengerti bahwa orang-orang yang menyalibkan Yesus bertindak karena ketidaktahuan mereka, sehingga dia mengatakan “Hai saudara-saudara, aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu.” (Kis 3:17)

Bagaimana dengan kita yang telah menerima Kristus? Kita tidak mempunyai alasan lagi untuk tidak tahu. Tanggung jawab kita lebih berat karena barangsiapa diberi banyak akan dituntut lebih banyak (lih. Luk 12:48). Menyadari bahwa manusia dengan kekuatannya sendiri tidak dapat menjalankan semua perintah Allah, Kristus menyediakan Diri-Nya sendiri untuk disalibkan, sehingga rahmat yang berlimpah dapat mengalir kepada kita umat Allah. Bahkan kesalahan-kesalahan yang dibuat umat Allah dapat dihapuskan dengan melakukan pengakuan dosa. Dan kalau seseorang tidak mensyukuri dan menggunakan semua kemudahan untuk mendapatkan pengampunan dosa, maka orang tersebut tidak lagi mempunyai alasan kalau sampai dia kehilangan keselamatan kekal.

2. Luk 23:43 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

Keselamatan kekal bagi manusia adalah alasan bagi Kristus untuk turun ke dunia, menerima semua kesengsaraan dan penderitaan, serta taat kepada Bapa untuk mati di kayu salib. Seluruh kehidupan-Nya ditujukan untuk mengemban misi ini dan Kristus telah melaksanakannya dengan sempurna. Bahkan menjelang wafat-Nya, Dia tidak membuang kesempatan sedikitpun untuk menyelamatkan pencuri yang disalibkan bersama-Nya.

Dua pencuri yang disalibkan bersama Yesus mendengar Dia mengatakan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Pengampunan ini mendatangkan rahmat. Paling tidak salah satu dari pencuri ini menyambut rahmat Allah. Bahkan ketika pencuri di sebelah kiri mengatakan “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” (Luk 23:39), maka pencuri di sebelah kanan Yesus menjawab “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” (Luk 23:40-41)

Percakapan ini mungkin terlihat sepele. Namun, kita jangan melupakan bahwa setiap kata yang keluar dari orang yang disalibkan merupakan suatu penderitaan karena setiap tarikan nafas menjadi suatu siksaan. Pencuri di sebelah kanan, yang menurut tradisi bernama Dimas, dalam keterbatasannya, telah memberikan nyawanya untuk Kristus dan juga menaruh pengharapan di dalam Kristus dengan memohon “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Luk 23:42) Terhadap ungkapan iman dan kasih yang sangat dalam ini, Yesus menjawab “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43)

Kita yang telah dibaptis seharusnya mempunyai sikap seperti yang ditunjukkan oleh Dimas, bahkan dituntut lebih. Mengapa? Karena kita telah menerima rahmat Allah yang begitu istimewa seperti: (a) rahmat pengudusan, (b) menjadi anak-anak Allah dan dipersatukan dalam Tubuh Mistik Kristus, (c) menerima tiga kebajikan ilahi (iman, pengharapan dan kasih), (d) menerima tujuh karunia Roh Kudus seperti yang disebutkan di dalam Yes 11:2-3 (kebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, kesalehan, dan takut kepada Allah). Dengan rahmat-rahmat ini, kita dimampukan untuk mengikuti perintah Kristus menuju keselamatan kekal.

3. Yoh 19:26-27 “Ibu, inilah, anakmu!” dan “Inilah ibumu!”

Dengan penebusan-Nya di kayu salib, Kristus telah membuka jalan keselamatan bagi semua orang. Namun rupanya ini tidak cukup. Memandang dari kayu salib, Kristus melihat dua orang yang dikasihi-Nya, yaitu Ibu-Nya, Bunda Maria, dan murid-Nya yang terkasih, rasul Yohanes. Dengan sisa-sisa nafas-Nya, Kristus memberikan pesan yang begitu penting: “Ibu (terjemahan dari “woman”), inilah, anakmu!… dan inilah ibumu” (Yoh 19:26-27). Dalam bukunya, uskup agung Fulton Sheen mengatakan bahwa dengan menyebut woman (perempuan), maka Kristus menginginkan bahwa Bunda Maria bukan hanya menjadi bunda Kristus saja, namun dia menjadi bunda seluruh umat beriman. Inilah sebabnya Kristus menyerahkan ibu-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya – tanpa nama, untuk menyatakan bahwa perintah ini ditujukan kepada semua murid Kristus.

Sebaliknya Kristus juga menyerahkan murid-Nya untuk menjadi putera Bunda Maria. Kristus menginginkan agar Maria dapat menerima seluruh umat beriman sebagai anaknya, karena Kristus sendiri hadir dan bersatu dalam diri setiap umat beriman, seperti pokok anggur dan ranting-rantingnya (lih. Yoh 15:5).

4. Mrk 15:34 “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Disaksikan oleh Bapa-Nya di Sorga dan ibu-Nya di kaki kayu salib, kalimat yang Yesus ucapkan ini berkesan keputusasaan. Mungkin jeritan yang sama sering kita teriakkan dalam kesesakan dan penderitaan kita. Kita mengetahui bahwa Kristus adalah sungguh sama seperti kita, yang telah mengecap semua yang kita alami, termasuk penderitaan. Namun, di dalam penderitaan-Nya, Dia telah menunjukkan adanya suatu kepercayaan yang kokoh akan rencana Allah.

Ini adalah suatu pengajaran dari Kristus yang harus diikuti oleh seluruh murid Kristus tentang bagaimana menaruh pengharapan di dalam Tuhan dalam kondisi apapun. Cara dan sikap dalam menghadapi penderitaan adalah salah satu perbedaan antara orang yang mengenal Kristus dan yang tidak mengenal Kristus. Karena dengan penderitaan-Nya, Kristus dapat memenangkan belenggu dosa, maka dengan menyatukan segala penderitaan kita dengan Kristus, kita akan memperoleh kemenangan yang menyelamatkan dan mengantar kita pada kehidupan kekal. Kuncinya adalah menghadapi permasalahan dengan terus bertekun dalam doa yang didasarkan iman, pengharapan dan kasih, seperti yang dilakukan oleh Kristus.

Mungkin ada yang bertanya, kalau Yesus memang Tuhan, mengapa pada saat disalib, Dia berdoa? Santo Thomas Aquinas membahas tentang definisi doa, dimana dia mengatakan bahwa doa adalah membuka keinginan kita kepada Tuhan sehingga Dia dapat memenuhinya. (St. Thomas Aquinas, Summa Theology, q. II-II, 83, a.1-2) Karena di dalam Kristus (satu pribadi) ada dua kehendak, yaitu kehendak manusia dan kehendak Tuhan, maka menjadi hal yang wajar kalau Yesus berdoa karena Dia mempunyai kodrat manusia. Sama seperti kita sebagai orang beriman, kita menyatakan keinginan/kehendak kita di hadapan Allah.

5. Yoh 19:28 “Aku haus!

Memang dalam kodrat-Nya sebagai manusia, Yesus mengalami penderitaan dan kehausan yang begitu sangat. Namun, kehausan dalam kapasitas yang lebih dalam adalah kehausan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Ini adalah kisah pencarian Tuhan yang turun ke dunia untuk menjangkau jiwa-jiwa yang tercerai berai. Kehausan ini mengingatkan kita akan permintaan Yesus kepada wanita Samaria “Berilah Aku minum” (Yoh 4:7). Dan percakapan ini pada akhirnya membawa keselamatan kepada wanita Samaria dan juga orang-orang di kota tersebut. Tetapi ini tidaklah cukup bagi Yesus, sehingga di atas kayu salib, Dia tetap merasa kehausan, karena Dia ingin menjangkau seluruh umat manusia dan mengantarnya pada keselamatan dan pengetahuan akan kebenaran (lih. 1 Tim 2:4).

Sejak Perjanjian Lama, sudah dikatakan “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku.” (Yer 29:13-14) Inilah sebabnya ketika seseorang menyadari bahwa dia memerlukan Tuhan, ketika seseorang melihat penderitaan dalam kacamata iman, ketika seseorang menerima penderitaan dengan tabah, ketika seseorang mau menyangkal dirinya dan memikul salibnya dan mengikuti Kristus, maka Tuhanlah yang sebenarnya menjadi penggerak utama dari semuanya itu. Dalam kisah penyaliban, terutama perkataan Yesus bahwa Dia haus, kita menyaksikan kisah keselamatan dari Tuhan yang sungguh mencintai manusia dengan sehabis-habisnya. Bagaimana tanggapan kita?

6. Luk 23:46 “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”

Dalam satu kalimat ini, kita dapat melihat hubungan yang sungguh dalam dan tak terpisahkan antara Bapa dan Putera. Bapa begitu mencintai manusia, sehingga Dia mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk menebus dosa dan menyelamatkan manusia (lih. Yoh 3:16). Kristus datang ke dunia dan dengan kebebasan-Nya senantiasa melaksanakan kehendak Bapa. Dari umur dua belas tahun, Kristus telah mengatakan bahwa Dia harus berada di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Dalam seluruh karya-Nya, Kristus senantiasa melakukan apa yang berkenan kepada Bapa (lih. Yoh 8:29). Sampai pada akhirnya, Kristus menyerahkan nyawa-Nya ke dalam tangan Bapa.

Orang sering salah dalam mengartikan kebebasan. Orang sering mengartikan kebebasan sebagai “kebebasan dari / freedom from” dan bukan “kebebasan untuk / freedom for”. Kebebasan yang lebih menekankan “kebebasan dari” merupakan ekspresi akan keinginan yang terbebas dari hal-hal yang dianggap mengikatnya, termasuk tanggung jawab. Orang yang menginginkan kebebasan untuk minum minuman keras tanpa mau dibatasi jumlahnya, cepat atau lambat akan menemukan bahwa dirinya tidak lagi bebas. Dia akan terikat akan minuman keras dan tidak lagi mempunyai kebebasan untuk mengatakan tidak terhadap minuman keras. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa mengumbar kebebasan tanpa adanya batasan yang jelas dapat membuat manusia menjadi tidak bebas lagi.

Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan kebebasan sebagai berikut:
KGK, 1731. Kebebasan adalah kemampuan yang berakar dalam akal budi dan kehendak, untuk bertindak atau tidak bertindak, untuk melakukan ini atau itu, supaya dari dirinya sendiri melakukan perbuatan dengan sadar. Dengan kehendak bebas, tiap orang dapat menentukan diri sendiri. Dengan kebebasannya, manusia harus tumbuh dan menjadi matang dalam kebenaran dan kebaikan. Kebebasan itu baru mencapai kesempurnaannya apabila diarahkan kepada Allah, kebahagiaan kita.

Dari definisi di atas, kita dapat melihat bahwa kebebasan harus dibarengi dengan kebenaran (truth) dan kebaikan (good). Semakin tinggi level kebenaran dan kebaikan itu maka akan semakin membebaskan. Karena tidak ada kebenaran dan kebaikan yang lebih tinggi dari Tuhan, maka kebebasan sejati adalah kebebasan yang didasarkan atas ketentuan dari Tuhan. Kristus sendiri, sebagai jalan, kebenaran dan hidup (lih. Yoh 14:6) telah mengatakan bahwa kebenaran akan membebaskan (lih. Yoh 8:32).

Di masa Prapaskah ini, mari kita merenungkan sejauh mana kita telah menggunakan kebebasan kita. Apakah kita telah menggunakan kebebasan kita dengan bertanggung jawab berdasarkan kebenaran dan kebaikan, sehingga dapat mengarahkan kita kepada keselamatan diri dan keselamatan orang-orang di sekitar kita?

7. Yoh 19:30 “Sudah selesai”

Kita dapat melihat tiga hal yang berkaitan dengan kalimat “sudah selesai” ini. Di dalam Kitab Kejadian, setelah Tuhan menyelesaikan penciptaan, maka pada hari ketujuh, Dia mengatakan “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. ” (Kej 2:2) Dan Kitab Wahyu menuliskan, “Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.” Ini berarti, penciptaan dunia dan kemenangan di Sorga hanya dapat terjadi kalau pekerjaan yang dilakukan Yesus telah selesai. Dan dalam konteks inilah Yesus mengatakan “sudah selesai” untuk menyatakan bahwa Dia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa dengan sempurna, bukan dengan keputusasaan dan kegetiran, namun dengan dasar kasih yang sempurna. Inilah yang membuat persembahan Kristus di kayu salib dapat menyenangkan hati Bapa. Dengan perkataan ini, Yesus menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya di dunia untuk kembali kepada Bapa.

Semoga keteguhan Kristus untuk menunaikan tugas perutusan-Nya di dunia mendorong kita untuk menunaikan tugas perutusan kita di dunia juga sampai akhir hidup kita.

Kesimpulan

Dari bacaan di atas, kita dapat melihat bahwa tujuh pesan terakhir Yesus sungguh penuh makna yang mendalam. Kalau kita terus merenungkan pesan-pesan ini sepanjang masa Prapaskah ini, maka kita akan semakin menghargai pengorbanan Yesus. Apapun kondisi kita, di masa Prapaskah ini, Kristus menawarkan pengampunan kepada kita semua. Bagi yang berdosa berat, segeralah mengaku dosa dan bagi yang berjuang dalam kekudusan, teruslah berfokus pada tujuan akhir. Yesus menginginkan agar semua manusia dapat sampai pada tujuan akhir, yaitu Sorga. Tidak ada kata terlambat. Sejauh kita masih hidup dan bertobat, sama seperti pencuri yang disalibkan di sisi kanan Yesus, maka Kristus akan memberikan janji yang sama, yaitu keselamatan kekal.

Demikian pula, Kristus menyerahkan Bunda-Nya menjadi Bunda segenap umat beriman, agar kita dapat memohon dukungan doanya agar dapat sampai kepada keselamatan. Tujuan akhir ini juga harus dihadapi dengan pengharapan akan Allah, sehingga pencobaan dan penderitaan tidak menjadikan kita berputus asa. Dalam perjalanan kita menuju Sorga, kita juga harus mempunyai semangat untuk membawa orang-orang di sekitar kita untuk memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Dan ini harus kita lakukan sampai akhir hidup kita, sampai tugas kita selesai dan sampai kita menyerahkan nyawa kita ke dalam tangan Bapa. Dengan menjalankan pesan Kristus ini, maka kita dapat mencapai tujuan akhir dengan selamat.

Semoga masa Prapaskah ini membawa kita pada permenungan yang lebih mendalam akan misteri Paskah Kristus.

Sharing Questions

  1. Apakah kamu pernah memohon kepada Bapa agar diberi rahmat untuk mengampuni orang lain yang bersalah kepada kamu? Sharingkan bagaimana kalian menanggapi orang atau peristiwa tersebut!
  2. Bagaimana pemahamanmu tentang kebebasan? Apakah selama ini kamu selalu berpikir tentang kebebasan dari sesuatu hal atau seseorang? Bagaimana kamu memahami kebebasan untuk melakukan kehendak Tuhan?
  3. Dari ketujuh pesan di atas, pilih satu yang paling relevan dengan situasimu saat ini dan yang mau kamu refleksikan di masa Prapaskah ini.

Sumber