Sesi 100 - Week of 23rd August 2016

Tata gerak dan Sikap tubuh saat Misa Kudus


Introduction

Dalam Misa Kudus yang kita hadiri setiap minggu, pernahkah menghitung berapa kali kita membuat tanda salib? Apakah kita benar-benar menghayati makna tanda salib setiap kali kita melakukannya atau sekedar kebiasaan saja? Pernahkah kita berpikir mengapa kita perlu berdiri saat Injil dibacakan dan berlutut saat Doa Syukur Agung?

Minggu ini kita akan membahas dan mengerti lebih dalam lagi makna tanda-tanda suci dan sikap tubuh yang kita gunakan dalam Misa Kudus dengan harapan supaya dapat bersikap dengan benar dan lebih menghayati maknanya saat menghadiri Misa Kudus. Pembahasan tidak akan ditekankan pada kapan kita harus bersikap tertentu karena perlu diingat tatagerak dalam Ekaristi sangat dipengaruhi oleh aturan keuskupan setempat dan juga dipengaruhi model bangku/tempat duduk dan budaya di gereja setempat.

 

Main Topic

  1. Mencelupkan tangan di Air Suci

Pengambilan air suci sebelum kita memasuki gereja tidak terlepas dari penghayatan akan pentingnya air di dalam hidup manusia, karena air merupakan simbol penting yang menggambarkan kehidupan. Air merupakan awal kehidupan. Dalam Kitab Kejadian penciptaan alam semesta dimulai dengan “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1:2) Demikian pula, kita mengawali kunjungan kita ke gereja dengan mencelupkan air ke dalam bejana air suci, dan dengan air itu kita membuat tanda salib, yang mengingatkan kita akan Allah Tritunggal Mahakudus: Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Selain itu ada ada tiga makna lain tentang pengambilan air suci:

a . untuk pertobatan dosa-dosa Anda – Air suci mengingatkan kita untuk menjadi menyesali dosa-dosa kita.

b .untuk perlindungan terhadap yang jahat – Air suci adalah sakramental yang merupakan perlindungan terhadap jerat iblis.

 c . untuk mengingatkan tentang baptisan kita – hari dimana kita sendiri atau orang tua kita atau sponsor  kita menolak Setan, mengakui iman kita dalam Kristus, dan dibabtis dalam misteri Tritunggal Mahakudus. Juga hari disaat semua dosa kita diampuni dan menjadi anak-anak Allah, sebagai ahli waris dari Perjanjian Kekal.

 

  1. Tanda Salib

Kita harus membuat tanda salib dengan kesadaran penuh, tidak buru-buru, tidak sembarangan – tapi dengan hati-hati dan penuh hormat. Misteri terdalam dari iman kita terkandung dalam Tanda Salib ini.

Tradisi Romawi Timur membuat tanda salib dengan ibu jari, telunjuk dan jari tengah disatukan dan dua jari terakhir disatukan bersama-sama menghadap telapak tangan.

Tiga jari melambangkan Tritunggal, dan dua jari melambangkan sifat ganda Kristus: Ilahi dan manusia. Membuat tanda salib kemudian, menjadi mini-katekese, sebagai pengingat misteri yang paling dasar dari iman kita.

Qn1. Tradisi Romawi Timur membuat tanda salib dari kanan ke kiri, sedangkan kita membuatnya dari kiri ke kanan. Ada yang tahu perbedaannya?

Arti tanda salib yang dibuat dari atas ke bawah, dan dari kanan ke kiri – karena Kristus turun dari langit ke bumi, dan dari orang-orang Yahudi (kanan) melewati kepada bangsa-bangsa non Yahudi (kiri) ” .

Sedangkan dari arah kiri ke kanan berarti – dari kesengsaraan (kiri) kita harus menyeberang menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus menyeberang ke Surga.

Ketika kita membuat tanda salib, apakah kita menyadari maknanya? Dengarkan apa yang dikatakan Guardini (ahli teologi yang terkenal) tentang ini: ” Ketika kita membuat tanda salib, biarlah sikap itu menjadi tanda yang nyata dari salib. Daripada membuat tanda salib yang kecil yang tidak menunjukkan makna apa-apa, mari kita membuat tanda salib yang besar dan tidak tergesa-gesa, dari dahi ke dada, dari bahu ke bahu, dengan penuh sadar bagaimana salib menjadi bagian yang penuh dari kita, pikiran kita, sikap kita, tubuh dan jiwa kita, dan bagaimana tanda salib itu menguduskan dan menyucikan kita. Salib adalah tanda alam semesta dan tanda penebusan kita. Di atas kayu salib Kristus telah menebus umat manusia. Dan dengan salib Dia menguduskan manusia sampai bagian yang paling kecil dari tubuh kita. “

Pada umumnya tanda salib yang dilakukan bersama antara Imam dan umat hanya 2 kali dalam Misa yaitu saat Tanda Salib di awal Misa dan berkat penutup (Salib Trinitas). Ditambah dengan 3 tanda salib kecil (non Trinitas) dalam dialog yang mengawali bacaan Injil, serta jika pemercikan air suci diadakan (sebagai tanda tobat dan mengingat pembabtisan kita). Dua kali dilakukan oleh imam saja tanpa aturan khusus (pada bagian Injil yang akan dimaklumkan dan berkat untuk roti-anggur). Di luar itu tidak perlu ada tanda salib.

Sesudah menerima Hosti, dan selama berdoa pribadi di Misa tidak perlu membuat Tanda Salib, karena seluruh Misa dari awal sampai akhir itu adalah satu rangkaian doa yang panjang. Doa dimulai saat Tanda Salib di awal dan diakhiri dengan berkat. Penting untuk ditekankan bahwa tidak perlu tidak sama artinya dengan tidak boleh.

 

3. Membungkuk di hadapan Altar dan Berlutut Sebelum Sakramen Mahakudus

Ada perbedaan mendasar yang perlu kita ketahui: perbedaan yang dikategorikan dengan tiga kata Yunani: latria, hyperdulia, dulia. Ketiga kategori menunjukkan nilai yang berbeda penghormatan karena Allah dan orang-orang kudus.

Latria berarti adorasi: hal ini ditujukan untuk Allah saja.

Dulia (veneration) berarti hormat; hal ini diberikan kepada orang-orang kudus dan benda-benda suci.

Hyperdulia (special veneration) berarti “penghormatan istimewa”. Hanya ada satu orang dalam kategori ini yaitu Maria Bunda Allah, karena dia lebih tinggi daripada semua orang kudus dan karena peran Maria yang mempunyai rahmat khusus dari Allah.

Ketika kita menghormati altar, dimana altar selalu mewakili Kristus – kita menunjukkan penghormatan kepada benda suci, Itu berarti dulia jadi kita membungkuk.

Ketika kita menghormati Sakramen Mahakudus, bagaimanapun, kita memuja Tuhan sendiri, karena Tuhan sungguh hadir dalam Sakramen Mahakudus. Itu berarti latria, jadi kita harus berlutut.

Ketika kita berdoa Salam Maria merupakan salah satu contoh hyperdulia.

Sebenarnya ada tiga jenis membungkuk:

a. Membungkuk sederhana hanya dengan kepala bisa digunakan ketika menyebut dalam Nama Yesus, digunakan juga dalam Nama Maria, atau Nama Bapa Suci.

b. Membungkuk setengah dengan kepala dan bahu. Di biara-biara kita membungkuk ketika menyambut Imam lain untuk menghormati kehadiran Kristus dalam saudara-saudara kita. Dalam paduan suara, atau lektor mereka membungkuk ke altar sebelum berpisah ke tempat masing-masing.

c. Lalu ada membungkuk yang mendalam, membungkuk seluruh tubuh sampai pinggang sambil menyentuh lutut dengan telapak tangan. Sikap ini biasa digunakan ketika diakon meminta imam untuk berkat sebelum membaca Injil, atau pada Jam-Jam Liturgi.

 

4. Setengah-berlutut (Genuflecting)

Sikap yang dimaksud di sini adalah menekuk salah satu lutut. Dan sikap yang benar adalah sentuhkan seluruh lutut ke lantai, dan biarkan istirahat di sana untuk beberapa saat (jangan terlalu tergesa-gesa bangkit), menjaga punggung lurus, dan untuk menjaga keseimbangan, kita mungkin perlu menempatkan kedua tangan di lutut kita yang lain.

Mungkin berlutut ini terdengar gampang dan mungkin tampak konyol, tapi sebenarnya gerakan tubuh ini telah menjadi asing bagi kita, sehingga melakukannya dengan asal saja padahal kita perlu kembali belajar caranya dengan penuh kesadaran baru. Untuk melakukannya dengan baik, kita harus sadar apa yang kita lakukan dan kita harus melatih diri sendiri.

Kalau kalian perhatikan setelah konsekrasi, biasa Imam setengah berlutut untuk menyembah Hosti dan Piala Suci. Bapa Suci atau Imam-Imam yang sudah tua cukup sulit bagi mereka untuk melakukan hal itu, tetapi bagi Paus Yohanes Paulus, hal ini sangat penting untuk berlutut. Beliau akan mencengkeram altar dengan kuat, dan memaksa untuk tetap setengah berlutut dan kemudian harus dibantu untuk berdiri kembali. Mengapa Beliau mau melakukan hal yang membuat rasa sakit dan kesulitan bagi tubuhnya? Karena cinta. Dia sangat mengasihi Tuhan yang hadir dalam Sakramen Mahakudus. Jika Bapa Suci membuat gerakan ini dengan pengorbanan yang besar, bisakah kita yang sehat melakukannya lebih baik?

          

5. Berlutut selama Doa Syukur Agung

Sikap berlutut ini sebenarnya memiliki sejarah yang agak rumit, tetapi intinya arti dari sikap berlutut saat ini dimaksudkan untuk:

·          menunjukkan kerendahan hati di hadapan keagungan Allah,

·          penebusan dosa dan semangat pertobatan,

·          pemujaan dan penghormatan dalam doa.

Janganlah sikap berlutut ini dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa makna. Berlutut dalam niat jiwa yang penuh, adalah untuk tunduk sujud di hadapan Allah dengan rasa hormat yang terdalam, hormat kepada Kristus yang hadir dalam Ekaristi.

 

6. Berdiri dalam Misa

Jika kita bertamu ke tempat orang lain, biasa kita disuruh duduk di ruang tamu dulu, dan ketika yang punya rumah datang menemui kita, kita biasa berdiri untuk menyambut si tuan rumah bukan?

Sama halnya dengan konteks Misa Kudus, postur berdiri adalah sikap tanda hormat, penghormatan di hadapan Allah. Selain itu, itu berarti bahwa kita harus siap meresponNya “subito, sempre, e con gioia “ yang berarti ” dengan segera, selalu, dan dengan sukacita .” Kita berdiri saat Misa Kudus dimulai, saat pembacaan Injil untuk menyadari kehadiran Tuhan dengan cara yang lebih dalam.

 

7.  Memukul dada

Sikap ini dilakukan waktu ritus Tobat karena ini adalah tanda pertobatan, kerendahan hati, sikap yang mendalam pertobatan untuk dosa-dosa kita, dan bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi juga bagi seluruh dunia. Seperti perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai dalam Injil:
“Tapi pemungut pajak, berdiri jauh, bahkan tidak akan mengangkat matanya ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: ” Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini! “(Luk 18:13)

Menyentuh dada dengan ujung jari tidak bisa disamakan dengan memukul dada. Kita harus mengepalkan tangan kita (seperti sikap tinju). Pada gambar Saint Jerome di bawah, beliau berada di gurun, berlutut di tanah dan memukul dadanya dengan batu. Kita harus menyadari makna tobat yang mendalam ketika kita melakukannya, supaya bukan sekedar ritual tanpa disadari. Dalam tradisi bangsa-bangsa manapun juga, kalau orang menyesal, merasa bersalah, merasa tak pantas yang ditepuk adalah dadanya – simbol yang paling dekat dengan hati, sumber utama dari rasa salah dan dosa.

pic1

 

8. Sikap Duduk

Setelah berdoa kita semua duduk, temasuk Imam karena postur duduk adalah tepat untuk Imam yang mengajar dan untuk Uskup yang memimpin. Itulah sebabnya uskup – atau kepala biara – memiliki kursi, atau “cathedra”. Kata “cathedra” sebenarnya berarti, tempat dimana kursi Uskup berada.

Sebenarnya jaman dulu bahkan sampai jaman modern sekarang, kursi atau bangku tidak diajarkan sebagai bagian dari gereja. Tapi berdiri untuk waktu yang lama melelahkan, dan memerlukan disiplin nyata. Watku menjelang akhir Abad Pertengahan, praktek duduk pada saat-saat tertentu Misa menjadi lebih tersebar luas. Sekarang semua Gereja dibangun memiliki bangku atau kursi. Tetapi jika kita mengunjungi berbagai katedral dan gereja-gereja lain di Eropa, kita bisa melihat kalau tidak semuanya memilik bangku.

Sekarang, ketika kita duduk untuk pembacaan, postur duduk menandakan perhatian mendengarkan, kesiapan untuk diinstruksikan. Ketika kita duduk selama Misa, ingat bahwa kita tidak duduk di ruang tamu, kita tidak sedang duduk di kursi malas! Duduklah dengan posisi tegak, dengan tenang dan mendengarkan dengan seksama.

“mendengarkan dengan telinga hati” , seperti yang dikatan St. Benediktus.

 

9. Melipat Tangan

Ada dua cara dasar untuk melakukan hal ini: dengan jari saling mengunci – atau dengan jari lurus, telapak ke telapak. Ini adalah apa yang tertulis di Caeremoniale episcoporum , yang diterbitkan pada tahun 1985, mengatakan tentang melipat tangan. Ada ayat yang berjudul De manibus iunctis (Mengenai melipat tangan), dan penjelasan dalam catatan di bagian bawah halaman yang mengatakan:  “Ketika ia mengatakan dengan tangan dilipat, itu harus dipahami dengan cara ini: telapak tangan diperpanjang dan bergabung bersama-sama di depan dada, dengan ibu jari kanan di atas ibu jari kiri dalam bentuk salib “ (# 107, n.80)

Sikap ini menunjukkan sikap penuh penghormatan dan kerendahan hati, yang menandai pengabdian yang teguh dan penghormatan yang taat, seolah-olah mengatakan bahwa kata-kata kita akan keluar dengan baik, dan bahwa kita siap dan penuh perhatian untuk mendengar kata-kata Allah.

pic2  pic3

 

10. Berjalan untuk menerima Komuni

Ketika kita berjalan untuk menyambut Komuni, tidak seharusnya mata kita melirik sana sini, tidak buru-buru, tetapi dengan jalan penuh hormat, tenang dan berkonsentrasi penuh kepada sebenarnya siapa yang akan kita terima, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Kita berjalan mendekat ke hadirat Allah. Jadi sadarlah yang kita lakukan, berjalanlah dengan semangat doa dan penuh khidmat.

 

11. Menerima Komuni

Cara yang lebih kuno menerima komuni adalah di tangan.  Oleh karena itu, kita tidak datang dengan tangan yang diperpanjang, atau jari-jari terbuka; tapi membuat tangan kiri terbuka sebagai takhta untuk menerima Sang Raja.

kita akan menerima Tuhan Allah sendiri jadi waspadalah terhadap kurangnya penghormatan.

Bagi mereka yang telah ditahbiskan dapat mengambil Ekaristi Kudus sendiri. Tetapi bagi mereka yang tidak ditahbiskan hanya bisa menerima Ekaristi; mereka tidak pernah mengambil itu dan tidak berusaha untuk mencapai komuni itu, tetapi menunggu sampai Tubuh Kristus diberikan kepada kita.

Pada abad pertengahan awal ada perubahan dalm tradisi, dan penerimaan komuni di lidah adalah cara baru. Di sini sekali lagi, kita harus diajarkan. Beberapa orang hampir tidak membuka mulut mereka, dan sulit bagi imam untuk menempatkan komuni itu di lidah mereka. Beberapa orang membuka mulut mereka terlalu lebar dan menjulurkan lidah mereka terlalu jauh, dan ada bahaya bahwa komuni akan jatuh ke lantai.

Ingatlah visi nabi Yesaya:

[table “” not found /]

Ekaristi Kudus adalah batu bara yang membara, yang ditempatkan para malaikat di lidah Anda yang akan membakar hati Anda dengan panasnya, dan membuat Anda terbakar dengan kobaran kemurahan hati Ilahi.

 

Summary

Yang paling penting untuk diingat setiap kita mengikuti Misa Kudus adalah sikap “partisipasi aktif”.
Apa artinya?

Pertama-tama, hal ini berarti partisipasi batin dengan semua kekuatan jiwa dalam misteri cinta pengorbanan Kristus. Partisipasi, yang terutama, adalah sesuatu yang batiniah; yang berarti bahwa pikiran dan hati kita sadar, waspada dan terlibat.

Kedua, partisipasi melibatkan tindakan fisik: mengatakan dan melakukan hal-hal tertentu. Yang menjadi fokus adalah gerakan/sikap tubuh dan tanda-tanda suci yang kita gunakan dalam Misa.

Kedua hal ini harus berhubungan antara jiwa dan tubuh dalam doa liturgi sehingga kita bisa merasakan sungguh artinya dan mendapatkan berkat yang melimpah.

 

Sharing Questions:

Qn 2. Apakah kalian sadar ada sikap-sikap tubuh yang kurang benar yang selama ini dilakukan saat Misa Kudus?

Qn.3 Menurut kalian mengapa tata cara (ada saat untuk duduk, saat untuk berlutut, dan sebagainya) itu penting untuk diikuti?

Qn,4 Adakah perbedaan-perbedaan yang kalian lihat atau pelajari selama ini dari bahan kita di atas yang batu kita baca?

 

Reference:

https://www.ewtn.com/library/Liturgy/SIGNS.HTM

http://www.katolisitas.org/dalamnya-makna-tanda-salib/

http://www.katolisitas.org/makna-mengambil-air-suci-sebelum-masuk-gereja/