Sesi 21 - Week of 27 Feb 2022

Sacraments in Scripture


Intro

Sakramen adalah sesuatu yang Allah Bapa rencanakan sejak awal mula ketika Dia menciptakan dunia. Allah memperkenalkan Sakramen sedikit demi sedikit mulai dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Semua yang tertulis di dalam Kitab Suci mempunyai ikatan yang kuat dengan kehidupan Gereja sekarang ini. Santo Agustinus menyimpulkan dalam 1 kalimat: Perjanjian Baru tersembunyi di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama semakin diperjelas lewat Perjanjian Baru.

Sakramen berasal dari bahasa Latin, sacramentum, yang artinya sumpah (oath). Perjanjian (covenant) dalam tradisi kuno menandakan kesepakatan untuk menjalin hubungan sebagai satu keluarga, misalnya dalam perkawinan atau mengadopsi anak. Ketika satu keluarga menyambut anggota keluarga baru maka kedua pihak akan mengikat perjanjian ini dengan bersumpah, makan bersama dan memberikan persembahan. Yesus meminta rasul-rasulNya untuk memperbarui perjanjian dengan Allah Bapa melalui cara yang sama.

1 Kor 11:25 – Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!”

Sakramen-sakramen yang diberikan Yesus mempunyai makna yang sangat dalam dan indah, melebihi apa yang terlihat dari luar lewat ritual-ritual yang dipakai oleh Gereja. Bahan CG selama beberapa minggu kedepan mau membantu kita memahami makna ini sehingga pengalaman kita menerima Sakramen akan menjadi lebih berkesan dan dapat merubah hidup kita.

Pengertian Sakramen

Sakramen diibaratkan seperti air yang mengalir dari mata air (yang adalah Kitab Suci). Kekeringan akan terjadi jika mata air tersebut ditutup. Begitu juga ketika kita mempelajari Sakramen tanpa melihat sumber aslinya dari Kitab Suci, kita tidak dapat mengerti betapa indahnya dan pentingnya Sakramen itu. Misalnya, banyak orang Katolik pasti pernah menghadiri upacara Pembaptisan tetapi seberapa banyak yang tahu mengapa Pembaptisan memakai air dan apa hubungannya dengan Perjanjian Lama dan Baru. Tanpa pengertian ini, kita tidak dapat benar-benar memahami makna dari Sakramen Baptis itu.

Sakramen-sakramen bekerja ex opere operato [“atas dasar kegiatan yang dilakukan”]. Sakramen menyalurkan karya keselamatan Kristus. “Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau menerima [Sakramen], tetapi oleh kekuasaan Allah” (Thomas Aquinas). Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, kekuasaan Kristus dan Roh-Nya bekerja, tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberi atau penerima. Tetapi buah-buah Sakramen bergantung pada sikap hati orang yang menerimanya.

Definisi sakramen adalah tanda yang kelihatan dari misteri Kristus yang tak kelihatan, yang diadakan Kristus untuk mendatangkan rahmat keselamatan bagi kita. Sakramen terdiri dari 2 bagian, tanda fisikal dan kata-kata, yang keduanya sangatlah penting. Misalnya dalam pembaptisan, tanda fisikal yang dipakai adalah air dan kata-kata yang diucapkan “Saya membaptis engkau XXX, dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus.” Kedua bagian ini selalu ada dalam setiap Sakramen.

Tanda Yang Berdaya Guna (efficacious : having the power to produce a desired effect)

Kunci untuk memahami sakramen adalah dengan memahami tanda-tandanya. Apa itu tanda? Tanda adalah sesuatu yang menandakan hal lain. Contohnya adalah asap, saat kita melihat asap, kita tahu bahwa pasti ada api. Awan mendung adalah tanda akan datangnya badai. Kita melihat tanda-tanda natural ini dan mereka menandakan sesuatu kepada kita.

Sama halnya dengan tanda-tanda buatan manusia, contohnya rambu lalu lintas. Hijau berarti jalan, merah berarti berhenti. Tanda yang bisa dilihat membuat manusia menangkap makna yang tidak bisa dilihat. Satu hal terlihat, yang lain dipahami. Sebuah tanda memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengkomunikasikan pesan yang melampaui tanda itu sendiri.

Layaknya tanda-tanda natural dan yang buatan manusia, tanda-tanda sakramental juga menyampaikan sebuah pesan, tetapi mereka melakukan lebih dari itu. Salah satu ciri terpenting dari tanda sakramental adalah tandanya berdaya guna (efficacious), artinya, tanda-tanda itu mempengaruhi apa yang ditandakannya. Contohnya adalah rambu lalu lintas yang tidak hanya menjadi tanda untuk berhenti, tetapi tanda itu sendiri memiliki kekuatan untuk memberhentikan mobil. Itulah yang unik dari sakramen; mereka memiliki kekuatan yang diberikan Tuhan untuk benar-benar mempengaruhi apa yang mereka maksudkan.

Menurut Katekismus, Roh Kudus adalah seniman ilahi dari “karya agung Tuhan,” yang merupakan tujuh sakramen Perjanjian Baru (KGK 1091). Apa yang membuat sakramen-sakramen sebagai “masterpieces” karya Tuhan adalah bahwa Tuhan telah menganugerahkan tanda-tanda sakramen sehingga tanda-tanda itu benar-benar mempengaruhi apa yang dilambangkannya. Lebih dari sekadar menandakan iman, sakramen-sakramen menyebabkan rahmat Allah dihadirkan. Inilah ciri khas sakramen dalam ajaran Katolik.

Para teolog, seperti Santo Thomas Aquinas, selalu membedakan antara sakramen-sakramen di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sakramen-sakramen di konteks Perjanjian Lama hanyalah tanda-tanda, tetapi tidak berdaya guna.

Untuk mengilustrasikan bagaimana tanda-tanda Perjanjian Lama berbeda dari tanda-tanda Perjanjian Baru, mari kita lihat Ekaristi sebagai contohnya. Pada Perjamuan Terakhir, Yesus meresmikan Perjanjian Baru dengan mengatakan: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.” (Luk 22:20). Kata-kata Yesus menggemakan kata-kata Musa, ketika perjanjian pertama dibuat dengan Israel di Sinai: “Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.” (Kel 24:8). Banyak hewan yang dikurbankan pada hari Perjanjian Lama dibuat. Musa mengambil setengah dari darah itu dan menuangkannya ke atas mezbah, dan setengah lainnya dia taruh di baskom-baskom dari mana dia melemparkan darah ke atas orang-orang saat dia menyatakan, “Inilah darah perjanjian.”

Mengapa darah menandakan sebuah perjanjian? Karena perjanjian menciptakan kekerabatan. Perjanjian membuat ikatan keluarga, dengan demikian pernikahan dan adopsi adalah perjanjian, karena mereka mengambil dua pihak yang tidak dalam hubungan keluarga dan menjadikannya keluarga. Secara alami, keluarga dibentuk oleh mereka yang memiliki darah yang sama, sehingga tanda keluarga ini menjadi simbol ikatan perjanjian. Dengan menuangkan setengah dari darah di atas mezbah dan setengahnya lagi ke atas orang-orang, Musa mengatakan dalam tindakan bahwa orang-orang Israel dan Allah sekarang telah terikat perjanjian—mereka sekarang adalah keluarga. Itulah sebabnya para nabi membandingkan perselingkuhan Israel dengan perzinahan istri: karena Israel dan Tuhan diikat oleh ikatan keluarga melalui perjanjian.

Darah hewan yang tercurah di atas mezbah batu di kaki Gunung Sinai dan dicurahkan ke atas manusia merupakan tanda bahwa mereka sekarang adalah keluarga Tuhan. Tapi ini hanyalah sebuah tanda: Darah yang mereka bagikan secara simbolis adalah darah domba dan kambing. Jadi Perjanjian Lama memiliki tanda-tanda, tetapi tidak berdaya guna. Sebaliknya, melalui Ekaristi kita berbagi dalam tubuh dan darah Kristus. Ekaristi adalah tanda bahwa kita adalah keluarga, dan sebagai tanda yang berdaya guna juga menjadikan kita keluarga. Untuk alasan ini, Santo Petrus dapat mengatakan bahwa kita telah “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Pet 1:4). Inilah sumber ajaran para rasul bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus. Tidak heran orang-orang Kristiani mula-mula menyebut diri mereka saudara dan saudari dalam Kristus, karena melalui Kristus Gereja adalah Keluarga Allah.

Contoh lainnya: di dalam Perjanjian Lama sunat adalah sebuah tanda kepemilikan untuk Umat Tuhan, tetapi di perjanjian Baru baptisan membuat kita dilahirkan kembali sebagai anak-anak Tuhan. Dalam Perjanjian Lama ada banyak jenis ritual pembasuhan tetapi, dalam Perjanjian Baru, Pembaptisan tidak hanya berarti pembersihan, tetapi juga benar-benar berdampak pada pembersihan dosa.

Martin Luther dan para reformator Protestan lainnya menyangkal perbedaan antara sakramen di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Calvin dengan baik mewakili pandangan para reformator Protestan dalam memegang bahwa sakramen hanyalah tanda-tanda iman, tanda-tanda yang tidak mempengaruhi rahmat atau perubahan apapun pada penerimanya. Sakramen-sakramen dirayakan untuk meningkatkan dan mengungkapkan iman, tetapi dalam pandangannya sakramen-sakramen itu tidak memiliki kekuatan atau efek supernatural.

Apa yang membuat sakramen Perjanjian Baru berbeda? Mengapa mereka selalu berdaya guna? Jawabannya adalah Yesus Kristus. Sakramen-sakramen ditetapkan dan diberdayakan oleh Yesus. Dirayakan dengan layak dalam iman, sakramen-sakramen menganugerahkan rahmat yang dilambangkannya. Mereka berdaya guna karena di dalamnya Kristus sendiri bekerja: dialah yang membaptis, dia yang bertindak dalam sakramen-sakramennya untuk menyampaikan rahmat yang menandakan setiap sakramen (KGK 1127).

Untuk percaya bahwa Allah sendiri akan bertindak melalui tanda dan firman membutuhkan iman. Percaya pada sakramen berarti beriman kepada Allah.

Kristus Sumber Rahmat

Katekismus menyatakan dengan jelas kalau keberdayagunaan Sakramen benar-benar bergantung kepada Yesus Kristus. KGK 1116 : Sakramen-sakramen adalah “kekuatan-kekuatan” yang datang dari Tubuh Kristus Bdk. Luk 5:17; 6:19; 8:46., yang tetap hidup dan menghidupkan. Mereka adalah tindakan-tindakan Roh Kudus yang bekerja di dalam Tubuh-Nya, Gereja. Mereka adalah “karya-karya agung Allah ” dalam perjanjian baru dan kekal.

Berapa banyak umat Katolik yang pergi ke Misa Kudus atau menerima Sakramen Krisma, tetapi hidupnya tidak berubah sama sekali? Mereka itu seperti orang-orang yang berada dekat dengan Yesus, tapi tidak sungguh-sungguh beriman kepada-Nya. Katekismus menjelaskan bagaimana Sakramen itu bekerja : Kita dapat mengalami Yesus sendiri lewat Sakramen-sakramen yang ada, tetapi hanya jika kita datang dengan iman, maka kuasa akan mengalir ke diri kita seperti di kisah wanita yang mengalami pendarahan (bdk Lukas 8). Dimana wanita itu dengan imannya yang teguh menjamah Yesus dan kuasa mengalir kepadanya dan menyembuhkan dia. Sakramen adalah jalan saluran Rahmat Tuhan kepada kita, tetapi hanya akan berbuah jika kita menerimanya dengan iman yang teguh.

St. John Eudes mengatakan kalau tujuan hidup kita adalah melanjutkan hidup Kristus di dunia ini. Oleh karena itu Sakramen adalah rahmat bantuan yang kita perlukan untuk bisa menjalankan hidup tersebut. St. John Eudes :

We must continue to accomplish in ourselves the stages of Jesus’ life and his mysteries and often to beg him to perfect and realize them in us and in his whole Church. . . . For it is the plan of the Son of God to make us and the whole Church partake in his mysteries and to extend them to and continue them in us and in his whole Church (dikutip dari KGK 521).

Tanpa rahmat Tuhan kita tidaklah akan mampu untuk menjalankan hidup seperti Kristus. Oleh sebab itu Katekismus mengajarkan kita tentang sakramen dan liturgi, sebelum mengajarkan kita tentang moralitas kehidupan. Urutan dari 4 pilar Katekismus sudah diatur sedemikan rupa mulai dari yang paling penting. Pertama adalah Syahadat (pilar 1), karena kita mulai dari iman kepada Tuhan. Kemudian Sakramen dan Liturgi (pilar 2) yang membantu kita dalam menjalani hidup dalam Kristus (pilar 3) dan kemudian baru kita dapat berdoa seperti anak-anak Allah (pilar 4).

“Grace must come before action, the sacraments before morality.”

Dalam menyambut sebuah Sakramen, sangatlah penting bagi kita untuk selalu menempatkan Kristus sebagai pusat kehidupan kita. Artinya kita harus dapat melihat bahwa apa yang terlihat dari Kristus haruslah tersampaikan lewat sakramen-sakramen-Nya. Setiap sakramen itu berakar dari hidup dan wafat Yesus.

Kesimpulan

Ketika kita membaca Kitab Suci, mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa di zaman dulu Allah Bapa banyak melakukan perbuatan-perbuatan besar dan mukjizat, tetapi Ia tidak melakukannya lagi di masa sekarang. Justru disinilah peran Sakramen dan liturgi dalam Gereja yang membuat Allah hadir secara nyata saat ini dan rahmat-Nya mendatangkan keselamatan bagi kita.

Kisah keselamatan Ilahi tidak berakhir dengan meninggalnya para rasul tetapi terus terjadi sampai sekarang. Kita adalah bagian dalam kisah ini. Misteri keselamatan telah diperkenalkan di Perjanjian Lama, dinyatakan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru, dan terus berlangsung hingga sekarang lewat kita yang hidup mengikuti Kristus.

Di minggu-minggu yang akan datang, kita akan membahas lebih detail setiap Sakramen dan melihat hubungan antara Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan aplikasi dalam hidup kita saat ini.

Pertanyaan Sharing

  1. Menurutmu, mengapa menerima Sakramen secara reguler itu penting?
  2. Sharingkan pengalaman yang berkesan ketika kamu menerima sakramen baru-baru ini dan perubahan apa yang kamu rasakan dalam dirimu.
  3. Bayangkan 1 mukjizat Yesus dalam Kitab Suci yang menarik buatmu. Jika kisah tersebut terjadi lagi di masa sekarang dan kamu ada di dalam cerita itu, apa kira-kira yang akan kamu lakukan?

Referensi

  • Buku : Sacrament in Scripture by Dr. Tim Gray