Sesi 40 - Week of 28 Aug 2022

Sacrament of Eucharist


Intro

Di sesi CG kali ini, kita mau meneruskan pembahasan tentang Sakramen. Mari kita mengenal lebih jauh mengenai Sakramen Ekaristi.

Ekaristi adalah “sumber dan puncak kehidupan Kristiani” (LG 11; CCC no. 1324). Dalam Ekaristi, pengorbanan Yesus di kayu Salib menjadi nyata. Pengorbanan Yesus adalah puncak sejarah keselamatan. Semua pengorbanan Perjanjian Lama merupakan pertanda akan hadirnya pengorbanan Kristus, yang melengkapi dan melampaui semua pengorbanan lainnya (CCC no. 614). Pengorbanan hewan-hewan ini, terutama korban Paskah anak domba, menubuatkan pengorbanan terakhir Yesus, yang adalah Anak Domba Allah. Pengorbanan Yesus menebus dosa kita dan membangun persekutuan dalam darah-Nya antara semua anggota Gereja dan Allah.

Dalam Perjanjian Lama

Ketika Ishak sedang membawa kayu untuk kurban ke atas Gunung Moria bersama ayahnya, Abraham, dia mengajukan pertanyaan sederhana namun provokatif kepada ayahnya. “… Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” (Kej. 22:7). Pertanyaan ini pasti menghantam Abraham seperti satu ton batu bata, karena dia membawa putra kesayangannya ke Gunung Moria untuk mengorbankannya seperti yang Tuhan perintahkan. Abraham, bapa iman yang agung, memberi putranya jawaban nubuatan yang dipenuhi iman: “… Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej. 22:8). Tuhan memang menyediakan apa yang Abraham dan Ishak butuhkan. Pada menit-menit terakhir, seekor domba jantan ditemukan tersangkut di semak-semak dan Ishak pun terhindar. Akan tetapi, menarik untuk dicatat bahwa yang dikorbankan adalah seekor domba jantan dan bukan seekor anak domba: padahal Abraham telah menubuatkan bahwa Allah akan menyediakan seekor anak domba—dan hal tersebut tidak terjadi, atau lebih tepatnya belum terjadi.

Memang, fakta kecil yang signifikan ini disadari oleh penulis kitab Kejadian, karena si penulis memberikan komentar spesifik tentang nama yang Abraham berikan kepada tempat di mana Ishak dipersembahkan: “Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.”’” (Kej. 22:14). Perhatikan bahwa Abraham mengatakan bahwa Tuhan “(akan) menyediakan1,” dan bukan “telah menyediakan.” Abraham menyadari bahwa domba jantan itu bukanlah korban terakhir yang akan dipersembahkan oleh Allah. Di masa depan, seekor anak domba akan dipersembahkan untuk menebus dosa sekali dan untuk selamanya. Abraham dan Israel akan melakukan perjalanan melalui sejarah keselamatan untuk mengantisipasi hari ketika Tuhan akan menyediakan anak domba itu sendiri.

Anak domba menjadi korban penting bagi Israel dalam eksodusnya dari perbudakan Mesir. Pada malam Paskah, orang Israel diperintahkan untuk mengambil seekor domba jantan yang tidak bercacat dan mengorbankannya, lalu memakan dagingnya (Kel. 12:1-13). Musa dengan hati-hati menjelaskan aturan yang mengatur pengorbanan, seperti fakta bahwa tidak ada tulang anak domba yang boleh dipatahkan (Kel. 12:46). Ketika malaikat Tuhan datang malam itu, dia akan melewati rumah-rumah di mana dia melihat darah domba Paskah. Darah anak domba membawa keselamatan. Namun, domba Paskah bukanlah domba yang telah dinubuatkan Abraham. Sebaliknya, domba Paskah menjanjikan satu-satunya Anak Domba terakhir: Yesus. Darah anak domba Paskah adalah tanda bahwa Anak Domba Allah yang sejati akan datang, yaitu Yesus (lih. CCC no. 1340).

Kemudian, Yesaya menubuatkan kepada orang Israel yang diasingkan di Babel bahwa suatu hari Allah akan membawa eksodus baru, yang akan menebus Israel dan memulihkan kerajaannya. Bab 52 dari Yesaya menjelaskan eksodus baru ini, mengatakan bahwa itu akan lebih besar dari eksodus pertama, karena mereka tidak perlu membuat eksodus baru dengan tergesa-gesa. Setelah mengumumkan eksodus baru, Yesaya segera menggambarkan domba Paskah baru dari eksodus baru, dalam apa yang sekarang dikenal sebagai nyanyian hamba yang menderita yang keempat (Yes. 52:13-53:12)2.

Dalam lagu ini, Yesaya menggambarkan bagaimana hamba yang menderita akan menjadi “korban penebus salah”, yang akan memikul kejahatannya (Yes. 53:10-11). Ini terdengar seperti anak domba yang menurut Abraham akan disediakan oleh Tuhan. Memang, Yesaya menggambarkan hamba yang menderita itu sebagai anak domba Paskah: Dia ditindas, namun dia tidak membuka mulutnya; seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, dan seperti domba yang bisu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah ia tidak membuka mulutnya (Yes. 53:7). Hamba yang menderita harus menjadi anak domba yang telah lama ditunggu-tunggu.

Dalam Perjanjian Baru

Ketika Yohanes Pembaptis melihat Yesus datang kepadanya, dia berseru, “Lihatlah, Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia!” (Yoh 1:29). Pernyataan Yohanes tentang Yesus akan sangat masuk akal bagi orang-orang Yahudi yang telah mengantisipasi, bersama Abraham, bahwa Tuhan akan menyediakan seekor anak domba dan, dengan Yesaya, bahwa anak domba ini akan menebus dosa-dosa dunia. Yohanes Pembaptis secara nubuat mengungkapkan: Yesus pada saat yang sama adalah Hamba Allah yang membiarkan dirinya dihantar dengan diam ke pembantaian dan yang menanggung dosa orang banyak, dan juga Anak Domba Paskah, simbol penebusan Israel pada Paskah pertama (CCC no.608).

Santo Yohanes, murid terkasih, menggambarkan sengsara dan kematian Yesus dengan cara yang menyoroti fakta bahwa Yesus adalah Anak Domba Paskah yang baru. Yohanes memberitahu kita bahwa jam ketika Yesus dipakukan di kayu Salib adalah jam keenam, jam ketika domba Paskah dikorbankan di Bait Suci: “Sekarang adalah hari Persiapan Paskah; waktu itu kira-kira jam keenam” (Yoh. 19:14). Yesus adalah Domba Paskah sejati, yang dikorbankan untuk semua. Ini menjadi jelas dalam deskripsi Yohanes tentang Penyaliban. Yohanes menulis bahwa para prajurit datang untuk mematahkan kaki Yesus dan mereka yang disalibkan bersama-Nya untuk mempercepat kematian mereka, karena orang-orang Yahudi menginginkan mereka dikuburkan sebelum matahari terbenam, yang menandai dimulainya hari Sabat.

Para prajurit, Yohanes menceritakan, mematahkan kaki kedua pencuri yang disalibkan bersama Kristus, tetapi ketika mereka datang kepada Yesus, mereka menemukan Dia sudah mati. Salah satu prajurit, untuk memastikan bahwa Yesus sudah mati, menusukkan tombaknya ke lambung Yesus, dari mana darah dan air mengalir. Yohanes mencatat bahwa kegagalan para prajurit untuk mematahkan kaki Yesus menggenapi hukum kitab suci tentang anak domba Paskah: “Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci, ‘Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan’” (Yoh. 19:36). Musa menetapkan bahwa tulang domba Paskah tidak boleh dipatahkan, sehingga para prajurit tidak mematahkan tulang Anak Domba Paskah yang sejati, Yesus Kristus.

Pertanyaan Ishak, “Di mana anak domba untuk kurban?” dijawab oleh Yohanes: Anak Domba di kayu Salib, dan nama-Nya adalah Yesus. Ishak, satu-satunya putra terkasih, dan Abraham, ayah terkasihnya, telah menggambarkan pengorbanan terakhir yang akan terjadi di Kalvari, ketika Bapa surgawi mengizinkan pengorbanan putra tunggal-Nya yang terkasih, Yesus. Bukan kebetulan bahwa Kalvari adalah bagian dari pegunungan Moria, tempat yang secara nubuatan Abraham beri nama sebagai, “Tuhan akan menyediakan.” Yesus adalah orang yang dinubuatkan Yesaya di dalam nyanyian hamba yang menderita, untuk pergi ke pembantaian dengan kelembutan yang sama dengan seekor anak domba.

Hari Penyaliban bukanlah terakhir kalinya Yohanes melihat pengorbanan Anak Domba Allah. Menurut Kitab Wahyu, Yohanes melihat Anak Domba Allah yang disembelih “pada hari Tuhan” (Why 1:10), yang merupakan istilah teknis untuk hari Minggu—hari orang Kristen berkumpul untuk merayakan Ekaristi—yang merupakan hari minggu ketika Yesus bangkit dari kematian. Pada hari itu, mungkin selama dalam liturgi, Yohanes diangkat dalam Roh ke surga. Dalam salah satu dari banyak penglihatannya, dia melihat “berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih” (Why 5:6), dan kemudian dua puluh empat tua-tua dan para malaikat di surga bernyanyi dengan suara nyaring: Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya, karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah. . . . Anak Domba yang disembelih itu layak (Why 5:9, 12). Anak Domba tampak disembelih, karena dalam liturgi surgawi kurban Anak Domba selalu hadir—sama seperti Anak Domba hadir dalam Ekaristi pada liturgi duniawi, yang berpartisipasi dalam dan mengantisipasi liturgi surgawi. Darah Yesus adalah darah keluaran baru, keluaran yang membebaskan kita dari dosa. Kita harus menyembah Anak Domba di bumi seperti Dia disembah di surga. Demikian juga dalam Misa kita dipanggil untuk memuji dan berterima kasih kepada Anak Domba, “Layaknya Anak Domba yang disembelih!”

Aplikasi dan Kesimpulan

Karena Kristus telah mati bagi kita, Santo Petrus mengingatkan umat Kristiani untuk menjalani hidup yang layak untuk penebusan itu.

1 Ptr 1:18 – Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,

1 Ptr 1:19 – melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

Di masa dulu, orang-orang yang menjadi budak karena hutang dapat ditebus dengan emas dan perak untuk membayar lunas hutang mereka lalu mereka menjadi bebas. Tetapi hutang kita adalah dosa, yang tidak bisa dibayar dengan uang sebanyak apapun dan hanya bisa ditebus dengan darah Kristus, Anak Domba Allah yang tidak bernoda. Karena itu Santo Paulus menulis: “… dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor 6:19-20)

Pada Paskah pertama, umat Israel diperintahkan Allah untuk memakan daging domba Paskah yang telah mereka persembahkan. Hal ini sama dengan Paskah yang baru dimana Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memakan daging Anak Domba Paskah. Ketika Yesus mengatakan ini, banyak yang bersungut-sungut dan lalu meninggalkan Dia. “Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60).

Di zaman Perjanjian Lama, orang Yahudi tidak diperbolehkan meminum darah hewan. Tetapi Yesus justru menyuruh mereka untuk meminum darah Anak Manusia yang bertentangan dengan hukum pada zaman itu. Allah melarang orang Israel minum darah hewan karena darah adalah sumber kehidupan dan Allah tidak mau orang Israel hidup seperti hewan-hewan itu. Tetapi orang Israel diperbolehkan untuk memakan daging beberapa jenis hewan kurban karena ini melambangkan partisipasi mereka dalam kematian terhadap hidup jasmani seperti para hewan itu. Lalu mengapa Yesus menyuruh kita untuk memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya? Karena Yesus mau kita ikut berpartisipasi dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

Di dalam perjamuan Ekaristi, kita diundang untuk ambil bagian dalam kehidupan Tuhan yang kekal. Kata Yesus: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51). Roti dan anggur diubah melalui perkataan Kristus dan seruan kepada Roh Kudus, menjadi tubuh dan darah Kristus. (CCC 1333)

Ketika menerima Komuni Kudus, kita harus melakukannya dengan penuh hormat dan kasih. Santo Paulus mengingatkan kita:

1 Kor 11:27 – Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

1 Kor 11:28 – Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.

Inilah salah satu alasan mengapa Gereja menyarankan kita untuk sesering mungkin menerima Sakramen Rekonsiliasi. Dosa-dosa kita haruslah dihapus terlebih dahulu agar kita dapat menerima Anak Domba dengan tubuh dan jiwa yang kudus.

Menurut kitab Wahyu, akan ada pesta besar di surga pada akhir zaman, dan Ekaristi yang kita terima di dunia ini adalah foretaste dari pesta surga itu. Orang-orang yang telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba akan diundang ke perjamuan di surga ini. Dalam penglihatan Yohanes, seorang malaikat mengumumkan: “Lalu ia berkata kepadaku: “Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.” (Why 19:9). Kita semua diundang bersama dengan semua malaikat dan orang kudus di surga untuk menyembah Anak Domba Allah yang telah menghapus dosa dunia.

Pertanyaan Sharing

  1. Kita diundang oleh Allah untuk hadir dalam pesta perjamuan Ekaristi dan ini adalah kesempatan yang luar biasa. Sharingkan perasaanmu ketika mendapatkan kesempatan untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Apakah kamu melihatnya sebagai rutinitas/kewajiban yang harus dipenuhi atau sebaliknya dipenuhi dengan rasa syukur karena sudah mendapatkan kesempatan ini?
  2. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kejadian yang merupakan penistaan terhadap hosti dan anggur? Sharingkan!
  3. Di zaman Perjanjian Lama, para imam dari suku Lewi mempunyai tugas untuk menjaga Tabut Perjanjian sepanjang hari sambil memuji dan menyembah Allah. Umat Katolik di zaman sekarang melakukan hal yang sama dengan adorasi non-stop (perpetual adoration) di depan Sakramen Maha Kudus. Sharingkan pengalamanmu yang berkesan ketika melakukan adorasi.

Referensi

  1. Di dalam alkitab Bahasa Inggris, nama tempat tersebut adalah Yahweh-yireh, yang ketika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris berarti “the Lord will provide”.
  2. Nyanyian hamba yang menderita 1-4 dapat ditemukan dalam Yesaya 42:1–9; Yesaya 49:1–13; Yesaya 50:4–11; dan Yesaya 52:13—53:12.
  3. Buku : Sacrament in Scripture by Dr. Tim Grey