Sesi 24 - Week of 27 Mar 2022

Sacrament of Anointing of the Sick


Intro

Sejak Kejatuhan umat manusia di Taman Eden, penderitaan karena dosa dan penyakit telah menjadi pengalaman universal. Yesus Kristus menjadikan penyembuhan manusia, tubuh dan jiwa, sebagai bagian utama dari misi mesianis-Nya sebagai mesias. Yesus mengampuni orang lumpuh dari dosa-dosanya dan juga memulihkan kesehatan fisiknya. Dia membersihkan penderita kusta dari penyakitnya, sehingga memulihkan kesehatannya dan kehidupannya dalam masyarakat dan memperbolehkannya untuk menyembah Yahweh di Bait Suci. “Pekerjaan penyembuhan dan keselamatan” Yesus (KGK 1421) dilanjutkan di Gereja melalui sakramen, dengan fokus penyembuhan melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Penyembuhan Yesus adalah tanda bahwa melalui Dia efek dosa dibalikkan. Ketika kerajaan selesai, kita akan kembali ke sukacita Eden; penderitaan, penyakit, dan kematian tidak akan ada lagi.

Hari ini kita akan mempelajari lebih dalam tentang sakramen pengurapan orang sakit dengan melihat ke dalam perjanjian lama, perjanjian baru, dan aplikasinya.

Di dalam Perjanjian Lama

Di dalam Perjanjian Lama dipercayai bahwa ada hubungan antara penyakit dan dosa. Gereja menulis demikian dalam KGK 1502: Bangsa Israel mengalami bahwa penyakit, atas cara penuh rahasia, berhubungan dengan dosa dan dengan yang jahat. Kenapa ada hubungan ini? Alasan pertama adalah karena penyakit tidak dialami oleh manusia sebelum manusia jatuh dalam dosa asal. Tidak ada penyakit di Taman Eden. Alasan kedua karena di dalam perjanjian yang dibuat oleh Allah dengan bangsa Israel, Allah menjanjikan kesehatan dan kemakmuran bagi orang yang setia kepada-Nya dan sebaliknya penyakit dan penderitaan bagi yang tidak setia:

Firman-Nya: “Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau.” (Kel 15:26)

Manusia mengalami penyakit dimulai semenjak manusia pertama jatuh dalam dosa asal. Dan setelahnya penyakit dapat terjadi pada siapa saja, baik orang benar maupun jahat. Orang yang setia pada Tuhan, seperti Ayub, pun mengalami penderitaan yang dalam karena sakit. Teman-temannya mengatakan bahwa penyakit Ayub dikarenakan dia telah berbuat dosa besar. Tetapi Ayub menolak pernyataan ini dan pada akhirnya Tuhan membantu dia. Ayub mengatakan bahwa penderitaan dan penyakit tidak selalu disebabkan oleh dosa pribadi orang tersebut dan orang-orang yang mengalami pencobaan ini haruslah menjalani penderitaan mereka dengan tetap beriman kepada Allah. Di dalam penderitaan yang sangat besar, Ayub menegaskan imannya bahwa Allah akan menyembuhkan dia dan memberi dia hidup.

Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu. (Ayb 19:25-27)

Di kemudian hari, Santo Paulus, ketika dia sedang menderita dan berada di dalam penjara, mengulang pernyataan iman Ayub, “karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.” (Flp 1:19)

Jadi, penyakit dan penderitaan masuk ke dunia karena dosa asal dan karenanya semua orang, bahkan orang benar sekalipun seperti Ayub dan Paulus, akan mengalaminya tetapi mereka menderita demi keselamatan kekal yang dijanjikan oleh Yesus.

Di dalam Perjanjian Lama, Allah biasanya menyembuhkan lewat tangan nabi-nabi-Nya. Seperti kisah Naaman, seorang panglima tentara Syria yang menderita kusta, pergi ke Israel untuk mencari kesembuhan. Ketika dia sampai di rumah nabi Elisa, dia diminta untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan. Setelah keluar dari sungai, pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir (2 Rj 5:14). Ketika dia kembali kepada Elisa, Naaman memberikan kesaksian ini: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel.” (2 Rj 5:15)

Kesembuhan fisik dimaksudkan untuk membawa pembaruan spiritual. Fisik yang disembuhkan menjadi tanda yang kelihatan dari kesembuhan jiwa yang seharusnya membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Tubuh kita ini pada akhirnya akan mati dan kembali menjadi debu sambil menunggu kebangkitan badan yang dijanjikan oleh Yesus. Akan tetapi, jiwa kita akan hidup selamanya. Jadi, kesembuhan jiwalah yang seharusnya lebih kita utamakan. Nabi Elisa adalah perpanjangan tangan Tuhan yang membawa kesembuhan abadi kepada anak-anak-Nya.

Di dalam Perjanjian Baru

Harusnya mukjizat-mukjizat penyembuhan yang menjadi tanda Yesus sebagai Mesias tidaklah mengagetkan orang-orang, karena sejak jaman dahulu kala, nabi Yesaya telah menubuatkan kalau restorasi bangsa Israel akan ditandakan dengan mukjizat penyembuhan.

Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; (Yesaya 35:5-6)

Faktanya adalah, ketika Yesus ditanya oleh murid-murid Yohanes Pembaptis: Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain? Yesus menjawab mereka dengan berkata: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. (Lukas 7:22)

Dengan begitu jelas Yesus sendiri melihat bahwa penyembuhan adalah bagian penting dari karya-Nya di dunia ini. Santo Matius menceritakan bagaimana setelah turun dari khotbah di atas bukit di awal perutusan-Nya, langsung Ia menyembuhkan orang kusta, hamba centurion yang lumpuh, mertua Simon Petrus, dan banyak lainnya (Matius 9:1-17)

Injil menunjukan dengan jelas bahwa mukjizat penyembuhan Yesus mempunyai 2 efek: kesembuhan fisikal dan pengampunan dosa. Seperti halnya Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru juga ada hubungan antara penyakit dan dosa. Tetapi di Perjanjian lama hubungan tersebut lebih terfokus di dosa, sementara di Perjanjian Baru hubungan tersebut lebih terfokus akan penyembuhan dan pengampunan dosa.

Mukjizat penyembuhan pertama yang dikisahkan oleh Santo Matius adalah penyembuhan orang kusta. Orang kusta itu datang dan berlutut di hadapan Yesus dan mengatakan: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” (Matius 8:2). Hal ini menarik karena orang kusta itu tidak minta disembuhkan tetapi dibuat tahir. Mengapa demikian? Karena kusta adalah sesuatu yang membuat orang menjadi tidak bersih (unclean), sehingga mereka tidak bisa masuk ke Bait Allah untuk menyembah dan mempersembahkan kurban. Orang kusta tersebut meminta untuk dibuat bersih, tidak hanya sembuh. Keinginannya begitu besar untuk bisa kembali menyembah Allah, tidak hanya semata sembuh dari sakitnya, menggerakan hati Yesus dan Ia berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Kemudian Yesus mengingatkan orang kusta itu: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Ya, tubuh orang kusta itu sembuh dari penyakit, tetapi yang lebih indah lagi disini adalah kembalinya persatuan antara orang itu dengan Allah Bapa.

Walau penyembuhan adalah bagian dari pusat karya Yesus, Ia tidak datang untuk melenyapkan semua penderitaan dan kejahatan di dunia ini. Kita bisa lihat bagaimana Yohanes Pembaptis menderita dengan dipenjara dan bahkan dipenggal kepalanya. Bahkan Sang Mesias sendiri menderita di kayu salib dan akhirnya mati. Menghilangkan kesengsaraan di dunia ini jelas sekali bukan tujuan dari karya keselamatan Yesus. Mukjizat-mukjizat penyembuhan Yesus hanyalah sebuah tanda akan penyembuhan spiritual yang terjadi. Seperti halnya penyakit merusak tubuh kita, begitu juga dosa merusak jiwa kita.

Tugas perutusan dan penyembuhan Yesus diturunkan kepada para murid-Nya. Hal ini dibuat jelas oleh Santo Matius di dalam tulisannya ketika Yesus mengutus para murid-Nya dengan kuasa untuk mengajar, berkhotbah dan menyembuhkan. Para Rasul diberikan kuasa dalam Yesus untuk menyembuhkan, mengusir roh jahat dan mengampuni dosa. Kata “Rasul” sendiri artinya seseorang yang diutus, jadi para Rasul memiliki kuasa di dalam nama yang mengutus mereka. Seperti Bapa mengutus Anak dan memberikan kuasa kepada Dia, begitu juga Yesus mengutus para Rasul dengan kuasa yang Ia dapat dari Allah Bapa.

Aplikasi dan Kesimpulan

Tanda-tanda mukjizat kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus adalah tanda-tanda kemenangan atas dosa dan kematian yang Yesus selesaikan di kayu Salib. Namun, niat utama Yesus bukan hanya untuk menyingkirkan semua penyakit dan penderitaan di bumi. Katekismus menjelaskan mengapa:

Dengan membebaskan orang-orang tertentu dari kemalangan duniawi: dari kelaparan, ketidakadilan, penyakit, dan kematian, Yesus menampilkan tanda-tanda mesianis. Namun Ia tidak datang untuk melenyapkan segala kemalangan di dunia ini, tetapi untuk membebaskan manusia dari perhambaan terburuk, dari dosa. Dosa inilah yang menghalang-halangi mereka dalam panggilannya menjadi anak-anak Allah dan membawa ke dalam aneka ragam ketergantungan. (KGK 549)

Maupun kesehatan fisik kita dipulihkan atau tidak, kita memiliki jalan lain kepada kasih karunia Kristus yang akan memberi kita kekuatan untuk memikul salib kita. Demikianlah Tuhan berkata kepada Santo Paulus ketika Dia menolak untuk membebaskan Paulus dari penderitaan fisik tertentu: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Kor. 12:9). Jadi Santo Paulus belajar bahwa “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2 Kor. 12:10).

Ini penting untuk diingat ketika mempertimbangkan efek dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Siapa pun yang sakit parah dapat menerima sakramen ini. Santo Yakobus menjelaskan bagaimana mereka yang sakit harus meminta para penatua, yaitu para imam, untuk mendoakan mereka dan mengurapi mereka dengan minyak:

Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. (Yak 5:14-15)

Kendala yang sering terjadi adalah ketakutan dari pihak keluarga atau orang yang sakit itu sendiri bahwa dengan menerima sakramen pengurapan ia akan segera mati. Maka banyak yang menolak untuk menerima sakramen ini ketika masih bisa diajak berbicara dan baru memintanya ketika sakitnya sudah sangat parah. Justru sebenarnya sakramen ini memberikan rahmat yang membawa penyembuhan dan penguatan fisik dan spiritual, walau terkadang kita mungkin juga dipanggil oleh Tuhan untuk berbagi dalam penderitaan-Nya dengan cara yang lebih besar.

Oleh sengsara dan wafat-Nya di kayu salib, Kristus memberi arti baru kepada penderitaan: Ia dapat membuat kita menyerupai-Nya dan dapat menyatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan. (KGK 1505)

Pertanyaan Sharing

  1. Sharingkan pengalamanmu menerima Sakramen Pengurapan atau melihat orang lain (mungkin anggota keluarga atau teman yang sedang sakit) menerima Sakramen ini. Apa yang kamu rasakan?
  2. Sharingkan pengalamanmu mendapatkan kesembuhan, bisa secara fisik atau mental atau spiritual!
  3. Pernahkah kalian mengalami atau menyaksikan orang sakit yang masih belum mendapat kesembuhan?Sharingkan perasaan kalian saat itu!

Referensi

  • Buku : Sacrament in Scripture by Dr. Tim Gray

KGK 1421 : Yesus Kristus, dokter jiwa dan tubuh kita, yang telah mengampuni dosa orang lumpuh dan telah memberi kembali kesehatan kepadanya, menghendaki bahwa Gereja-Nya melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya dalam kekuatan Roh Kudus. Karya ini juga dibutuhkan anggota-anggota Gereja sendiri Untuk itu ada dua Sakramen penyembuhan: Sakramen Pengakuan dan Sakramen Urapan Orang Sakit.

KGK 1505 : Terharu oleh sekian banyak penderitaan, Yesus tidak hanya membiarkan diri-Nya dijamah oleh para penderita, Ia malahan menjadikan sengsara mereka itu sebagai sengsara-Nya sendiri: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Mat 8:17). Tetapi Ia tidak menyembuhkan semua orang sakit. Penyembuhan-Nya adalah tanda-tanda untuk kedatangan Kerajaan Allah. Mereka memaklumkan satu penyembuhan yang jauh lebih dalam maknanya: kemenangan atas dosa dan kematian melalui Paska-Nya. Di kayu salib Kristus menanggung seluruh beban kejahatan. Ia “menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29), yang adalah sebab bagi penyakit. Oleh sengsara dan wafat-Nya di kayu salib, Kristus memberi arti baru kepada penderitaan: Ia dapat membuat kita menyerupai-Nya dan dapat menyatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan.