Sesi 76 - Week of 18 Jul 2021

Membangun Relasi Lewat Teknologi


Pengantar

Saat ini teknologi sudah menjadi bagian dari hidup kita. Apapun yang kita lakukan dan dimanapun kita berada, kita selalu bergantung pada teknologi apalagi di masa pandemi ini. Tentunya teknologi diciptakan awalnya untuk kebaikan manusia. Tetapi jika digunakan dengan salah, teknologi justru akan membawa kehancuran bagi manusia. Dalam CG hari ini, kita akan membahas peranan teknologi secara umum untuk berkomunikasi dan membangun relasi dengan sesama, sambil juga belajar hal-hal yang perlu kita waspadai ketika menggunakan teknologi.

Pandangan Gereja Katolik Tentang Teknologi

Allah memberkati manusia dengan akal budi untuk menciptakan teknologi. Jika digunakan dalam kapasitas yang benar dan dengan bijaksana akan membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik, membawa pertolongan buat yang membutuhkan dan memungkinkan kita menyebarkan Injil lebih luas ke seluruh dunia, yang tidak mungkin kita lakukan sebelum adanya teknologi ini.

Teknologi dapat dilihat sebagai salah satu bentuk respon kita kepada Allah, seperti yang ditulis oleh Emeritus Paus Benediktus XVI dalam surat ensikliknya yang berjudul Caritas in Veritate:

“Technology enables us to exercise dominion over matter, to reduce risks, to save labor, to improve our conditions of life. It touches the heart of the vocation of human labor: in technology, seen as the product of his genius, man recognizes himself and forges his own humanity” (CV, 69).

Santo Paus Yohanes Paulus II mengatakan:

“To use science and technology in a full and constructive way, while recognizing that the findings of science always have to be evaluated in the light of the centrality of the human person, of the common good and of the inner purpose of creation” (“Common Declaration on Environmental Ethics”, 10 June 2002).

Apakah kamu tahu bahwa Paus Fransiskus saat ini sudah memiliki lebih dari 17,2 juta followers di Twitter? Beliau juga pernah terlihat berpose selfie di lapangan St. Peter. Semua orang tanpa terkecuali tidak bisa lari dari teknologi karena teknologi memang membuat kita jadi bisa terhubung dan menjangkau lebih banyak orang. Akan tetapi, Bapa Paus mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakan teknologi dan tidak menjadi ketergantungan. Beliau menulis dalam surat ensikliknya Laudato Si:

“When media and the digital world become omnipresent, their influence can stop people from learning how to live wisely, to think deeply and to love generously.”

Gereja Katolik tidak melihat teknologi sebagai sesuatu yang jelek, tetapi umat dihimbau untuk berhati-hati dalam menggunakan teknologi agar tidak terjerumus dalam penggunaan yang salah. Internet, media sosial, blog, dan podcast dapat digunakan untuk evangelisasi tapi dapat juga digunakan untuk menyebarkan fake news. Melalui internet, kita dapat mempromosikan kegiatan amal tetapi pada saat yang sama juga dapat digunakan untuk berjudi. Teknologi yang kita gunakan di rumah, misalnya robot vacuum, membuat rumah kita bersih tanpa kita melakukan apa-apa, tetapi kita harus berhati-hati agar tidak terjerumus dalam dosa kemalasan, salah satu dari 7 dosa pokok. Jika kita menjadi terlalu tergantung pada teknologi, mungkin akan membawa dampak negatif seperti membaca berita-berita yang tidak benar, tingkat stress yang tinggi karena kurang tidur, malas, anti-sosial dan menjauh dari Tuhan.

Efek Negatif Dari Teknologi

Begitu banyak hal baik yang bisa kita dapatkan lewat teknologi. Tetapi kita perlu juga menyadari efek-efek negatifnya sehingga kita menjadi lebih waspada dan lebih bijaksana ketika menggunakan teknologi agar tidak jatuh ke dalam dosa.

  1. Sombong dan iri hati
    Teknologi menjadi sumber godaan terbesar untuk menyombongkan diri (baik kita lakukan secara sadar atau tidak) dan juga sebaliknya menjadi sumber pemicu iri hati untuk orang yang berada di posisi sebaliknya. Coba refleksikan sebentar, berapa sering kita membandingkan diri dengan teman kita setelah membaca postingan dia di media sosial dan berharap hal tersebut terjadi pada kita juga.
  2. Konflik
    Postingan di media sosial mudah sekali memicu konflik yang berkepanjangan. Kata-kata diartikan dengan salah atau tanpa mengetahui latar belakang yang sebenarnya. Lalu orang saling melemparkan komen dengan kata-kata yang tidak lagi menunjukkan kasih. Tangan kita mengetik lebih cepat daripada otak kita memproses dan hati kita merefleksikan apa yang mau kita ucapkan.
  3. Gosip
    Teknologi membuat fake news dan gosip tersebar ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Ketika kita mempunyai akses ke berita dan informasi yang tanpa batas, kita menjadi sulit untuk memfilternya dan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Mungkin kita juga pernah menjadi korban yang menyebarkan fake news dan gosip tanpa kita sadari.
  4. Isolasi
    Kita bisa saja mempunyai ratusan atau ribuan teman di media sosial tapi kita tetap merasa sendirian dan terisolasi. Terkadang orang-orang yang sangat nyaman dengan dunia virtual justru mengalami kesulitan ketika harus berhubungan dengan orang-orang di dunia nyata. Dan sering kali yang diabaikan justru adalah orang-orang terdekat atau anggota keluarga yang tinggal bersama di satu rumah.
  5. Menjauh dari Tuhan
    Teknologi sering kali membuat kita kecanduan dan fokus kita sepanjang hari hanya pada satu hal ini. Kita lupa menyapa Tuhan untuk berterima kasih kepada-Nya atau memohon pertolongan-Nya. Coba bandingkan berapa banyak waktu yang kita habiskan di depan handphone kita dibandingkan dengan waktu yang kita sisihkan untuk berdoa.

Pertanyaan

  1. Semenjak pandemi ini terjadi, kita menjadi lebih bergantung pada teknologi. Sharingkan apa yang kamu rasakan jika kamu tidak bisa memakai teknologi seharian (misalnya: lupa bawa HP ketika keluar rumah, wifi di rumah mati, atau pas masa prapaskah pantang media sosial selama 40 hari, dsb).
  2. Sharingkan apakah kamu pernah mengalami efek-efek negatif di atas dan bagaimana kamu mengatasinya?

Membangun Relasi Lewat Teknologi

Teknologi menghubungkan kita dengan banyak orang. Tetapi teknologi tidak dapat menggantikan hubungan langsung. Ketika kita dapat berkomunikasi dengan anggota keluarga atau teman yang tinggal jauh lewat teknologi, ini adalah langkah awal yang bagus. Tetapi kita harus sadari bahwa komunikasi jarak jauh seperti ini saja tidaklah cukup.

Gereja Katolik menyadari pentingnya teknologi dalam komunikasi. Di dalam kalendar gereja, ada hari yang ditetapkan sebagai hari komunikasi sedunia. Paus Fransiskus mengatakan bahwa komunikasi membantu kita dalam perjalanan ke surga. Dalam pesannya di hari komunikasi sedunia tahun 2016, beliau berkata:

“Love, by its nature, is communication; it leads to openness and sharing. If our hearts and actions are inspired by charity, by divine love, then our communication will be touched by God’s own power.”

Dalam pesannya yang lain, Paus berkata:

“It is not enough to be passerby on the digital highways, simply “connected”; connections need to grow into true encounters. We cannot live apart, closed in on ourselves. We need to love and to be loved. We need tenderness.

  1. Jadi, bagaimana komunikasi lewat teknologi dapat membantu kita membangun relasi di dunia digital saat ini?
    Jangan hanya melihat yang di permukaan. Lihat pesan sebenarnya yang ingin disampaikan (look beyond what is being posted).
  2. Beri contoh yang benar dalam menggunakan teknologi. Misalnya, ketika kamu melihat tindakan-tindakan yang salah di media sosial, jangan diikuti tetapi sebaliknya lakukan hal yang benar untuk memberi contoh. Semua yang kita share di dunia digital haruslah hal-hal yang benar.
  3. Jadilah orang yang berbesar hati (generous). Ingat kembali perintah Yesus, kasihilah sesamamu! Tuhan adalah kasih dan kita yang diciptakan seturut rupa-Nya juga dituntut untuk menunjukkan kasih itu. Bayangkan apakah kata-kata yang kita tulis di media sosial akan kita pakai jika di kehidupan nyata? Jika tidak, jangan tulis itu. Dan bayangkan juga apa yang kita rasakan jika ada orang yang mengatakan itu kepada kita. Jika kita tidak menyukai kata-kata ini diucapkan kepada kita, jangan lakukan pada orang lain juga!
  4. Jangan lupa akan dunia nyata. Kita tidak akan bisa bertahan dengan relasi yang hanya di dunia digital. Letakkan handphone-mu atau matikan komputer-mu dan berkomunikasilah secara langsung dengan orang-orang di sekitarmu.
  5. Doakan orang lain dan doa bersama-sama. Tidak cukup hanya dengan mengirimkan teks atau emoji, tetapi kita benar-benar meluangkan waktu untuk berdoa dan bahkan melakukan adorasi, untuk membawa permohonan-permohonan yang kita terima melalui media sosial, whatsapp, dsb ke hadapan Yesus dan mendoakan orang-orang yang mengirimkan permohonon ini.

Ingat kembali, kita semua yang sudah dibaptis mempunyai tugas untuk mewartakan kabar gembira. Kabar gembira ini tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi yang ingin kita sampaikan disini adalah hubungan atau pengalaman kita bersama Yesus. Yang dapat mengubah seseorang adalah pengalaman pribadi merasakan kehadiran dan kasih Tuhan dalam hidupnya. Ini tidak bisa digantikan dengan kata-kata.

Mari kita gunakan teknologi untuk hal-hal yang menumbuhkan iman dan melatih kita menjadi pembawa kabar gembira dengan cara-cara berikut ini:

  1. Belajar untuk mendoakan orang lain agar kita tidak hanya fokus kepada diri sendiri (misalnya ketika kita melihat berita atau postingan di media sosial lalu kita tersentuh untuk mendoakan kejadian atau orang yang ada di berita tersebut)
  2. Pendalaman Kitab Suci online (lihat program online di https://biblicalapostolate.wordpress.com/)
  3. Misa online (lihat channel YouTube: Keluarga Katolik Indonesia di Singapura (KKIS) dan Roman Catholic Archdiocese of Singapore untuk ikut misa online)
  4. Adorasi online (24×7 adorasi lewat channel YouTube Cathedral of the Good Shepherd: https://www.youtube.com/watch?v=rz5gektkF0o)
  5. Mencari teman-teman seiman yang mempunyai minat (interest) yang sama sehingga bisa membangun satu komunitas yang saling sharing dan saling menguatkan (misalnya: ikut CG online, ikut channel untuk Catholic youths di Facebook, dsb)

Di dalam komunitas virtual (online community), kita dipertemukan karena mempunyai minat yang sama, tetapi hal ini tidak otomatis membuat kita langsung mempunyai bonding yang kuat. Justru terkadang kita menjadi lebih cepat curiga dan menghakimi orang-orang yang kita temui secara virtual. Karena itu, menggantungkan diri pada komunitas virtual saja tidaklah cukup. Kita perlu bertemu muka dengan orang lain dan membangun relasi secara fisikal, bukan hanya di dunia virtual. Kita tidak bisa hanya bersembunyi di balik teknologi, kata-kata atau gambar, tetapi harus mau keluar, melihat situasi di lapangan dan berinteraksi langsung dengan orang lain. Semua informasi yang kita bisa dapatkan secara online tidak ada artinya jika itu tidak membuat kita menjadi semakin terlibat dalam dunia nyata.

Dalam Injil Yohanes 1:39, Yesus berkata kepada orang-orang yang ingin mengenal Dia, “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Lalu mereka datang, melihat dimana Ia tinggal dan hari itu tinggal bersama-sama dengan Dia. Komunikasi tidak hanya dilakukan dengan kata-kata, tetapi dengan seluruh keberadaan kita dan ini yang membawa perubahan dalam diri orang lain. Yang menjadi tantangan bagi kita sekarang adalah bagaimana menggunakan teknologi untuk membawa kita kepada hubungan yang lebih personal dan nyata dengan orang lain.

Pertanyaan

  1. Sharingkan bagaimana teknologi yang kamu gunakan saat ini membantu perkembangan imanmu atau pernahkah kamu menggunakan teknologi untuk mensharingkan imanmu?
  2. Sharingkan pengalamanmu membangun relasi dengan orang lain melalui teknologi. Apakah menurutmu itu sudah cukup atau interaksi secara fisikal tetap diperlukan?

Referensi