Sesi 34 - Week of 3 Jul 2022

Melawan Sekularisme


Intro

Sekularisme sudah merajalela di zaman sekarang dan telah berhasil merayu orang-orang muda untuk meninggalkan kepercayaan mereka kepada Tuhan. Banyak dari mereka yang merasa terkekang karena kehidupan beragama dan hidup menurut ajaran Tuhan menuntut mereka untuk menjalani kehidupan dengan standar moral yang tinggi. Sekularisme paling sering didefinisikan sebagai pemisahan agama dari urusan sipil dan negara, tetapi dapat diperluas untuk mencakup kebutuhan yang menghapus atau meminimalkan peran agama di ruang publik manapun. Sekularisme berusaha menafsirkan kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip yang semata-mata berasal dari dunia material, tanpa mengandalkan agama. Ini menggeser fokus dari agama kepada sesuatu yang “temporal” dan material.

Jadi, apakah sekularisme benar-benar buruk?

Sekularisme Zaman Dahulu

Meskipun konsep sekularisme mempunyai sejarah yang sangat panjang, istilah sekularisme itu sendiri baru muncul pada abad ke-19 dan diciptakan oleh reformis Inggris bernama George Jacob Holyoake. Seorang sarjana Perancis bernama Jean Bauberot melihat adanya tiga komponen dasar bagi komunitas sekuler:

  1. pemisahan lembaga-lembaga keagamaan dari lembaga-lembaga negara
  2. kebebasan hati nurani untuk semua individu, dibatasi hanya oleh kebutuhan akan ketertiban umum dan penghormatan terhadap hak-hak individu lain
  3. tidak ada diskriminasi oleh negara terhadap individu atas dasar keyakinannya

Paus Benediktus XVI sendiri pernah berbicara tentang “sekularisme yang sehat,” yang melibatkan pemisahan gereja dan negara dan pengakuan akan karakter politik yang pada dasarnya awam. Banyak umat Katolik termasuk Kardinal Jean-Marie Lustiger dari Paris sebenarnya melihat sekularisme semacam ini sebagai prasyarat untuk iman yang lebih otentik, karena itu memaksa kekristenan untuk menjadi pilihan pribadi, daripada sesuatu yang diserap dari budaya agama berdasarkan praktik negara tersebut.

Sekularisme Zaman Sekarang

Namun persepsi tentang sekularisme zaman sekarang telah berubah banyak. Zaman sekarang, permasalahan yang ada bukanlah mengenai pemisahan Gereja Katolik dari institusi negara. Sebagian orang malah memakai sekularisme sebagai “alasan” untuk secara bebas menghina dan menyerang umat Katolik, dan orang lain yang menyaksikan atau mendengarkan pun tidak mengatakan apa-apa. Pandangan sekularisme zaman sekarang berasal dari ketidakpercayaan mereka mengenai beberapa topik dalam sebuah agama. Hal ini membuat mereka mengambil kesimpulan kalau lebih baik mereka memisahkan diri dari agama tersebut.

Ada beberapa pandangan di luar Gereja Katolik yang dapat menimbulkan keraguan, yang kemudian mempengaruhi mereka untuk mengambil posisi sekuler, seperti contohnya:

  • Kontradiksi yang dirasakan antara Tuhan dan ilmu pengetahuan
  • Kurangnya bukti adanya Tuhan jika dilihat dari sisi ilmu pengetahuan dan logika
  • Keyakinan implisit dalam materialisme
  • Ketidakpercayaan umum pada historisitas dan ke-Ilahian Yesus

Melawan Sekularisme di Zaman Sekarang

John Henry Newman, seorang teologis Inggris, sejak lama menyiratkan bahwa masa depan moralitas kemanusiaan bergantung pada kekuatan hati nurani individu dan kolektif kita, yang pada akhirnya bergantung pada kekuatan keyakinan kita kepada Tuhan (lih. Newman Proof of Theism ed. — Boekraad dan Tristram).

Oleh karena itu, konfrontasi sekularisme di zaman sekarang ini membutuhkan proses dua langkah:

  1. Penguatan kepercayaan kepada Tuhan dan Yesus Kristus
  2. Upaya bersama untuk memulihkan ide-ide yang melemah tentang dosa, kebajikan, dan prinsip yang mematikan (pembentukan hati nurani)

Mari kita membahas argumen pertama yang sering kaum non-religius tanyakan:

Kalau Tuhan itu nyata, mana buktinya?

Akal budi sudah menjadi bagian integral manusia, yang mempunyai kapasitas untuk menginginkan pencapaian suatu kebenaran. Untuk membuktikan kebenaran akan eksistensi dari Tuhan, maka St. Thomas Aquinas di dalam bukunya “Summa Theology,” ((St. Thomas Aquinas, ST, I, q.2., a.3.)) memberikan lima metode, yang terdiri dari: 1) prinsip pergerakan, 2) prinsip sebab akibat, 3) ketidakkekalan dan kekekalan, 4) derajat kesempurnaan, dan 5) desain dunia ini.

Prinsip Pergerakan

Prinsip ini menyatakan bahwa semua yang bergerak atau berubah dikarenakan oleh sesuatu. Juga bisa dikatakan bahwa sesuatu yang berubah dari potensi ke sesuatu yang nyata digerakkan oleh sesuatu yang sudah dalam keadaan nyata. St. Thomas mengambil contoh dari pergerakan, karena pergerakan terjadi dimana saja, kapan saja, dan bisa diamati dalam kejadian sehari-hari. Sebagai contoh, pada waktu mobil saya mogok, tetap bisa bergerak karena mobil saya ditarik oleh mobil derek. Namun mobil derek ini bisa bergerak karena adanya koordinasi sistem mesin yang begitu rumit.

Walaupun demikian, mobil tidak akan bergerak, kalau tidak ada tangan manusia yang memasukkan kunci dan “menstarter” mobil itu. Tangan digerakkan oleh sistem kerja tubuh yang melibatkan milyaran sel, dimana dikoordinasikan oleh otak. Namun siapa yang menggerakkan otak? Karena ada kehidupan, ada jiwa yang tinggal di dalam tubuh manusia. Siapa yang membuat kehidupan dan jiwa tetap bertahan… dan seterusnya, sampai ada suatu titik, kita dapat mengambil kesimpulan ada “unmoved mover” atau penggerak yang tidak digerakkan oleh yang lain, karena Dia adalah sumber dari pergerakan itu. Sumber pergerakan inilah yang dinamakan “Tuhan”.

Prinsip Sebab Akibat

Semua orang di dunia ini tahu kalau sesuatu terjadi dikarenakan oleh sesuatu. Contohnya bayi. Bayi tahu kalau dia lapar, maka dia akan menangis. Dia tahu bahwa tangisannya akan menyebabkan ibunya datang dan kemudian menyusui dia. Ibu ini mau menyusui anaknya, walaupun kadang terjadi pagi-pagi buta, karena dia menyayangi anaknya. Dia sayang, karena anak itu lahir dari rahimnya, dan terjadi karena buah kasih sayang dengan suaminya. Komitmen untuk membentuk rumah tangga dikarenakan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan kebahagiaan, kalau ditelusuri terus-menerus akan sampai pada suatu titik, yang disebabkan oleh “uncaused cause” atau penyebab yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Sumber dari penyebab inilah yang disebut orang “Tuhan“.

Prinsip Ketidakkekalan dan Kekekalan

Di dunia ini, tidak mungkin semuanya bersifat sementara, karena kalau demikian maka ada suatu waktu semuanya akan lenyap. Bayangkan orang tua kita cuma hidup sekitar 80 tahun. Terus kakek kita mungkin 90 tahun. Kakek dari kakek kita mungkin 100 tahun. Mau berapa panjang usia nenek moyang kita, mereka toh pada akhirnya telah meninggal. Jika ditelusuri terus, maka garis keturunan kita akan sampai pada manusia pertama. Pertanyaannya adalah, bagaimana manusia pertama itu bisa ada dan hidup? Tidak mungkin dia terjadi begitu saja dari ketidak-adaan. Sebab sesuatu yang tidak ada tidak mungkin menghasilkan sesuatu yang ada/nyata. Jadi disimpulkan bahwa kalau semua makhluk tidak kekal dan tidak harus ada, maka harus ada “Mahluk lain” yang keberadaannya kekal dan tidak tergantung yang lain, serta memang harus ada. Keberadaan-Nya dan kekekalan-Nya membuat makhluk yang tidak kekal terus bertahan dan memenuhi bumi, sehingga kehidupan tidak punah. Kekekalan yang tidak disebabkan oleh yang lain inilah yang disebut “Tuhan, Sang Kekal.”

Derajat Kesempurnaan

Kalau kita amati, semua yang ada di dunia ini ada tingkatannya. Ada yang miskin, kaya, konglomerat. Kasih, kebajikan, kebaikan, keindahan, kebenaran, semuanya ada tingkatannya. Kalau semua ada tingkatannya, tentu ada yang paling tinggi tingkat kesempurnaannya. Jadi, semua tingkatan berpartisipasi dalam sesuatu yang tingkatannya paling tinggi. Sebagai contoh, kalau kita menaruh besi di dalam api, maka besi itu menjadi panas. Namun panasnya besi bukan karena akibat dari besi itu sendiri, melainkan karena partisipasi besi itu dalam api. Contoh ini membuka suatu prinsip yang sangat penting, yaitu “seseorang atau sesuatu tidak dapat memberi apa yang dia tidak punya.” Air dingin tidak bisa membuat besi menjadi panas, karena air dingin tidak mempunyai sifat panas. Semua yang ada di dunia ini tidaklah sempurna, namun semuanya ada karena partisipasi dalam sesuatu yang tingkatannya paling tinggi, dan yang tingkatannya paling tinggi inilah yang disebut “Tuhan, Sang Maha Sempurna.”

Desain Dunia Ini

Kita setiap hari melihat jalan raya, desain rumah, tata kota, dll. Semua terjadi karena ada yang mendesain dan tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Kalau kita percaya bahwa rumah kita tidak terjadi dengan sendirinya, namun didesain oleh diri sendiri atau seorang arsitek, apakah kita dapat menyangkal bumi ini, sistem gravitasi, dan juga sistem tata surya terjadi dengan sendirinya? Apakah mungkin kita berpendapat bahwa pergerakan planet-planet dan bintang-bintang, yang semuanya berjalan dengan keharmonisan tertentu dikarenakan karena faktor kebetulan?

Desain alam semesta ini jauh lebih rumit daripada desain rumah kita. Kalau kita percaya akan arsitek yang mendesain rumah kita, maka kita harus percaya bahwa ada arsitek tata surya ini, yaitu Tuhan. Kalau kita lebih percaya bahwa semuanya terjadi secara kebetulan, maka ini adalah argumen yang tidak mungkin, karena kemungkinan bahwa semua itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang mengatur adalah bisa dibilang “tidak mungkin.” Sama halnya seperti kalau kita bilang bahwa rumah saya terjadi secara kebetulan tanpa ada yang merencanakan dan menbangunnya.

Terus bagaimana dengan Kitab Suci vs ilmu pengetahuan, teori evolusi, keberadaan alien, dan perlakuan Gereja Katolik terhadap Galileo?

Banyak orang salah mengerti pandangan Gereja Katolik akan topik-topik seperti evolusi, Kitab Suci dan ilmu pengetahuan, alien, dan Galileo. Ini membuat mereka bingung karena penjelasan dari Gereja berbeda dengan yang mereka pelajari di sekolah sehingga membuat mereka tidak percaya lagi pada ajaran Gereja.

Gereja Katolik sebenarnya tidak sepenuhnya menentang teori evolusi dan teori bahwa alam semesta ini sudah ada sejak 13,8 miliar tahun yang lalu. Gereja juga tidak menginterpretasikan Kitab Kejadian secara literal dan Gereja terbuka atas konsep adanya alien di dunia ini.

Terkait dengan insiden Galileo Galilei, Paus Yohanes Paulus II, di tahun 1992, mengumumkan bahwa Gereja Katolik telah melakukan kesalahan saat menghakimi pandangan keilmuan Galileo. Galileo dulu dihakimi karena pandangannya bahwa bumi itu mengelilingi matahari bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik saat itu yang percaya bahwa bumi ada di pusat alam semesta.

Jika kita tidak membenarkan persepsi-persepsi yang salah ini, Gereja Katolik akan terus-terusan dicap sebagai anti ilmu pengetahuan. Padahal banyak pastor Katolik yang menemukan penelitian ilmiah yang sangat penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Karena ilmu sains terus berkembang, maka pengertian dan pandangan Gereja Katolik terhadap penemuan baru pun akan terus berkembang.

Mengapa Tuhan yang Maha Pengasih mengizinkan penderitaan?

Karena cinta membutuhkan kebebasan untuk tidak mencintai, dan “tidak mencintai” seringkali menyebabkan penderitaan. Di sinilah dilemanya – Tuhan dapat menciptakan makhluk terprogram yang mencintai dengan sempurna (namun tidak mampu memulai cinta)—atau makhluk yang mencintai secara tidak sempurna namun mampu memilih dan memulai cinta (serta memilih dan memulai “tidak mencintai”).

Ternyata, Tuhan tidak tertarik untuk menciptakan robot yang dapat mengasihi secara sempurna. Tuhan ingin menciptakan makhluk-makhluk menurut gambar dan rupa-Nya sendiri – makhluk-makhluk yang bisa berada dalam hubungan kasih yang bebas dengan-Nya dan orang lain sepanjang kekekalan. Agar Tuhan menciptakan makhluk yang mampu memulai cinta, Dia harus memberi mereka kemampuan untuk memilih secara bebas, yang mengharuskan mereka memberi dengan kesadaran diri (untuk menyadari diri mereka sendiri atas orang lain) dan kekuatan empati (untuk terhubung secara alami dengan orang lain). Mereka juga membutuhkan kecerdasan, hati nurani (untuk mengenali perbedaan antara yang baik dan yang jahat), dan kesadaran transendental agar mereka dapat menjalin hubungan dengan Tuhan sendiri.

Kesimpulan

Banyaknya penelitian dan bukti-bukti di atas dapat terus menguatkan iman kepercayaan kita. Untuk itu, marilah kita terus tetap berpegang teguh dalam mendalami dan makin menghayati iman kita agar kita tidak mudah untuk terbawa sekularisme terutama di zaman sekarang ini.

Pertanyaan Sharing

  1. Jika ada orang yang mengatakan bahwa Gereja Katolik tidak mendukung ilmu pengetahuan, bagaimana kamu akan menanggapinya?
  2. Pernahkah kalian mendengar atau mengalami tentang mukjizat yang terjadi di sekitar kalian? Bagaimana tanggapan kalian atau bagaimana hal itu menguatkan iman kalian? Sharingkan!
  3. Seperti yang kita baca dari bahan di atas di mana Tuhan mengizinkan penderitaan di dunia ini, bagaimana kalian menyikapi atau menghadapi penderitaan? Sharingkan pengalaman kalian!

Referensi