Sesi 29 - Week of 20th May 2018

Kesiapan Hati Umat Beriman Terhadap Kematian


“Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya”

Mzm 116:15
  1. Kematian dalam pandangan Katolik

Mungkin banyak dari kita yang tidak senang berpikir tentang kematian. Pikiran kita menggambarkan kita berada di liang kubur, atau tubuh kita berubah perlahan menjadi abu, atau debu tanah. Sebenarnya, melalui kematian, dipenuhilah firman Allah:

“sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu”

Kel 3:19

Segala hal material di dunia ini, tidak sedikitpun yang dapat kita bawa setelah kita menghadapi kematian. Jika direnungkan, kita akan dapat lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian bila kita mengisi hidup ini dengan mengenal, mengasihi dan memuliakan Tuhan. Dialah segalanya bagi kita dan hidup kita ini semata-mata adalah karunia dari-Nya yang memang sudah seharusnya kita gunakan dengan bijaksana.

[table “” not found /]

Pertanyaan singkat: Menurut sobat-sobat Amoredio, mengapakah manusia meninggal? 

  1. Kita mati karena dosa

Berdasarkan Kitab Suci, berikut adalah penjabarannya:

Manusia mati karena dosa, dan tak sorangpun yang dapat berkuasa atas hari kematian.

Dari kisah Adam dan Hawa kita ketahui bahwa manusia mati karena dosa pertama yang dilakukan (lih. Kej 2:16).  Menurut pengajaran Rasul Paulus, “Upah dosa ialah maut.” (Rom 6:23a). Semua orang yang berdosa, pada akhirnya akan mati (lih. Mzm 89: 48) dan tak ada seorangpun yang berkuasa atas hari kematian (Ams 11:19).

Kita melihat banyak contoh di dalam Kitab Suci bagaimana dosa (terutama dosa menghujat Tuhan) membawa seseorang kepada maut, baik dalam Perjanjian Lama atau dalam Perjanjian Baru (kematian Yudas [Kis 1:18] dan Herodes [Kis 12:19-23]). Dosa yang inilah yang memisahkan kita dengan Allah.

[table “” not found /]
  1. Sikap kita terhadap kematian

Dasar yang perlu kita pahami:

  • Kematian Kristus membuka pintu perdamaian antara kita dengan Allahdan oleh pengorbanan Kristus, kita dapat memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.

Ketika kita masih berdosa dan menjadi seteru Allah, Kristus wafat bagi kita untuk mendamaikan kita dengan Allah; sehingga oleh darah-Nya, kita dibenarkan (lih. Rom 5:9-10). Maka oleh Adam, kita manusia jatuh dalam dosa, sedangkan oleh Kristus kita memperoleh hidup yang kekal (lih. Rom 5:12-18). Oleh ketidaktaatan Adam kita semua jatuh dalam dosa, namun oleh ketaatan Yesus kita semua dibenarkan (lih. Rom 5:19). Kita menerima rahmat kehidupan kekal pada saat kita dibaptis di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama Dia (lih. Rom 6:1-4).

  • Kematian ini dikalahkan oleh kebangkitan Kristus.

Kebangkitan Kristus dari kematian menjadi bukti bahwa kematian tidak berkuasa atas diri-Nya (lih. Rom 6:9). Ketika tubuh kita yang fana ini mengenakan Kristus, maka maut telah ditelan dalam kemenangan (lih. 1 Kor 15:53-57). Dengan kebangkitan Kristus dari kematian, Ia mengalahkan belenggu dosa dan maut, sehingga bahkan kematian sekalipun tidak dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (lih. Rom 8:38-39). Oleh jasa Kristus ini, maka ketika ubuh kita mati, artinya kemah tempat kediaman kita di bumi dibongkar, Allah telah menyediakan tempat kediaman di sorga yang kekal (lih. 2 Kor 5:1).

  • Sebelum kita memperoleh kehidupan kekal, kita akan diadili.

Seperti yang kita ketahui dari kisah Lazarus dan orang kaya setelah kematian mereka (lih. Luk 16:19-31), kita mengetahui bahwa manusia “ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9: 27). Pada saat inilah kita diminta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita (lih. Luk 16:2) dan akan diadili sesuai dengan perbuatan kita (lih. 1 Pet 1:17, Rom 2:6). Lalu jiwa kita menerima akibat dari keputusan pengadilan ini. Pengadilan ini disebut Pengadilan Khusus (Particular Judgement).

Sedangkan pada akhir dunia nanti, kita akan kembali diadili di hadapan semua mahluk, dan segala perbuatan baik dan jahat akan dinyatakan, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan.” (Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Pengadilan ini merupakan semacam ‘pengumuman’ hasil Pengadilan Khusus setiap orang di hadapan segala mahluk. Inilah yang disebut Pengadilan Umum/Terakhir (General Judgement). Hasil Pengadilan Umum ini akan memberikan penghargaan ataupun penghukuman terhadap jiwa dan badan.

  • Kematian terhadap diri sendiri adalah jalan menuju kekudusan.

Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar kita mematikan segala sesuatu yang duniawi di dalam diri kita, agar kita dapat hidup sebagai manusia baru (Kol 3:5). Dengan hidup sebagai manusia baru, kita mempunyai Kristus yang menjadi pusat hidup kita. Sehingga, kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk kita (lih. 2 Kor 5:14-15). Dan hidup bagi Kristus dan di dalam Kristus ini adalah kekudusan, di mana kita dimampukan untuk mengasihi Tuhan dan sesama.

  • Jika kita hidup di dalam Kristus, maka kematian adalah suatu keuntungan.

Bagi umat beriman, kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, dan juga tidak mati untuk diri kita sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan (Rom 14:8). Jadi sebenarnya, tidak menjadi soal apakah kita hidup atau mati jika kita tinggal didalam Dia. Rasul Paulus mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,” (Flp 1:21) karena melalui kematian kita pergi untuk bertemu dengan Kristus dan diam bersama- sama dengan Dia (lih. Flp 1:23). Pada saat itulah, kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh 3:2). Maka dalam arti kehidupan kekal ini dapat dikatakan, “hari kematian lebih baik dari hari kelahiran” (Pkh 7:1).

  • Yesus berpesan agar kita tidak takut menghadapi kematian.

Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3).

[table “” not found /]

Jadi, setelah memahami makna kematian bagi kita umat Katolik, sekarang kita dapat merenungkan secara pribadi, bagaimanakah kesiapan hati kita terhadap kematian? Jika kematian akan tiba dengan segera, apa yang seharusnya kuperbuat untuk mempersiapkannya? Dimanakah kondisi kesiapanku saat ini? Dan langkah awal / langkah berikut apa yang dapat kulakukan untuk kesiapan hatiku?

Dengan pemahaman yang lebih sempurna hari ini, yuk sekarang kita sharingkan kisah berikut ini:

Brittany Maynard

“She left the world with a clear message—don’t be afraid of assisted suicide.” (Lozoya, 2014).

Seorang ibu rumah tangga berumur 29 tahun yang menderita kanker otak, dan divonis bahwa sisa hidupnya hanya tinggal 6 bulan lagi. Namun Maynard membuat keputusan untuk mengakhiri hidupnya sendiri (“death with dignity”) pada tanggal tertentu supaya meninggal dengan dikelilingi orang-orang yang dicintainya dan tidak meninggal karena kanker otak.

“Being able to choose her time of death was, to her, the ultimate freedom.” (Lozoya, 2014).

“Ini memberi saya kedamaian di saat-saat yang kacau, yang seharusnya diselimuti ketakutan, ketidakpastian, dan rasa sakit. Sekarang, saya bisa maju di sisa-sisa hari saya di dunia ini. Saya menghabiskan waktu dengan bepergian menikmati alam dengan orang-orang yang saya cintai”.

Pertanyaan sharing: Bagaimanakah pandangan kita sebagai umat Katolik terhadap kasus diatas?

Terakhir, mari kita sharingkan kisah berikut:

Marie Francoise

Seorang gadis berumur 24 tahun yang menderita hemoptisis paru-paru dan tuberculosis yang kian parah seiring berjalannya waktu. Namun dia memutuskan untuk menahan penyakit-penyakit yang dia derita.

“I am afraid I have feared death.”

“It is the first time that I have experienced this, but I abandoned myself immediately to God.”

“What would become of me if God did not give me courage,” she asked as tuberculosis violently attacked her body, causing her great pain with each and every breath (Kelly, 2014). “If I had no faith, I would have inflicted death on myself without hesitating a moment!”

Pertanyaan sharing: Bagaimanakah pandangan kita sebagai umat Katolik terhadap kasus diatas?

Pertanyaan sharing: Sharingkanlah mengapa kesiapan hati untuk menyambut kematian itu penting!

 

Referensi

http://www.katolisitas.org/makna-kematian-bagi-kita-orang-percaya/

http://catholicism.org/st-therese-was-afraid-to-die-the-cross-gave-her-courage.html

http://denvercatholic.org/dying-terrifying-need-courage/#.VFsVUZRdWbNhttp://www.tribunnews.com/internasional/2014/10/15/kisah-brittany-yang-ingin-akhiri-hidupnya-1-november-2014-nanti

http://www.tribunnews.com/internasional/2014/10/15/kisah-brittany-yang-ingin-akhiri-hidupnya-1-november-2014-nanti