Sesi 23 - Week of 1st March 2020

Addiction or Sinful Habit?


Intro

Di CG hari ini, kita akan belajar bersama tentang addiction atau ketergantungan atau kecanduan. Di dunia modern ini, sering kali kita mendengar kata addiction dipakai, baik di social media atau pun juga di berita dan dilingkungan sekitar kita.
Apakah judi sebuah addiction atau kah kebiasaan dosa (sinful habits)? Makan berlebihan? Minum minuman keras berlebihan? Nonton Netflix berlebihan? Merokok berlebihan? Main game berlebihan? Bekerja berlebihan (workaholic)? Semua itu mungkin pernah kita dengar sebagai bentuk addiction. Tapi benarkah begitu?

Bahan

Kalau kita ikuti logika jaman-now atas pertanyaan diatas, maka dengan mudah kita akan menuju ke sebuah konklusi, bahwa semua perbuatan yang tidak baik adalah ‘addictive’ dan semua pelakunya hanyalah korban dari sesuatu yang tidak bisa mereka kontrol. Seseorang berjudi, karena dia tidak bisa berbuat apa-apa yang menentang hal tersebut. Seseorang memakai obat-obatan terlarang, karena ia tidak bisa apa-apa terhadap keadaan itu. Atau seperti yang sering kita dengar diluar sana : addicts are helpless victims.

Tetapi, permasalahan dengan logika tersebut adalah bahwa pandangan itu benar-benar meniadakan moralitas dengan menolak bahwa bisa ada keadaan yang baik yang dapat si pelaku pilih. Misalnya seseorang yang tergoda untuk memakai obat-obatan, dapat memilih untuk tidak menggunakannya misalnya demi keluarganya, demi anaknya, dll.

Kata yang lebih tepat untuk mendeskripsikan hal-hal di intro diatas adalah kebiasaan dosa atau sinful habits. Atau yang lebih sering kita kenal dengan kata vices. Tentu saja ‘vices’ memiliki sentuhan ketergantungan didalamnya – a kind of helpless slavery – tetapi juga tetap mengafirmasi kalau kehendak bebas (free will) dan moralitas tidak lah lenyap dari diri kita.

Untuk mengerti lebih dalam lagi, kita dapat melihat balik apa itu human being/manusia? Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani (body and soul). Lebih tepatnya, kita adalah ‘essential union of body and soul’. Kita tidak lah hanya rohani saja, yang sering kali di imaginasikan lewat film-film kartun sebagai hantu yang menempatkan sebuah tubuh.

Kita, manusia, adalah persatuan antara jasmani dan rohani. Jadi, apa yang kita lakukan terhadap salah satu jasmani atau rohani kita, akan mempengaruhi KEDUAnya baik jasmani dan rohani kita. ‘We become what we do: we are what we have done.’ Melakukan dosa berulang-ulang akan merusak jasmani dan rohani kita, dan perbuatan tersebut pelan- pelan merasuk dan membentuk siapa diri kita.

Proses ini yang kita sebut sebagai habit/kebiasaan, dan karena ini adalah kebiasaan berbuat dosa, kita kenal hal ini sebagai vice. Ketika vice begitu melekat di hati kita, kita pelan-pelan kehilangan kebebasan total kita ; kita punya toleransi yang lebih besar akan perbuatan jahat, dan kita kehilangan kekuatan untuk memilih hal yang baik. ‘The vice defines our entire being, both body and soul.’

Di dalam tradisi moral kristiani, dikenal bahwa pengaruh kebiasaan akan dosa yang sangat parah adalah : bahwa hal tersebut (vice) merubah makhluk yang begitu berpotensial untuk kebaikan, menjadi makhluk yang buruk, memalukan dan merubah mereka menjadi budak atas kehancuran diri mereka sendiri. St. Agustinus mengatakan dengan lebih tepatnya : sin is its own punishment.

Ketika melihat atau memahami apa itu addiction dan sinful habit, kita tentu saja juga tidak boleh hanya berpusat kepada rohaniah saja dan mengabaikan sisi jasmani. Ingat lagi apa itu manusia.
Contohnya ketika seseorang memakai obat-obatan, hal tersebut misalkan dapat merusak jaringan otak, sehingga si pemakai kehilangan kemampuan untuk berpikir, bernalar, atau bahkan kemampuan untuk memilih hal yang baik. Di dalam contoh seperti ini, pertolongan jasmani sangatlah penting dan tidak dapat diabaikan begitu saja.

Jadi seperti yang kita bahas diatas, mari kita ingat kalau di jaman sekarang ini, penggunaan kata addiction dan sinful habits sering kali dipakai bertukaran dalam konteks yang sama. Tapi kita harus mengerti sekarang bahwa dimana yang satu memberikan nuansa bahwa pelaku hanyalah korban/pasien dan tidak ada sedikitpun kebebasan dalam pilihannya. Sedangkan yang lain menunjukan bahwa ada moralitas di dalam tindakan yang dilakukan dan selalu ada pilihan baik yang dapat dipilih secara bebas.

Addiction : The state of being physically dependent on something, generally alcohol or drugs, but it can be any material object or experience. Addiction means increased tolerance, but also greater difficulty in withdrawal.

Melawan godaan akan dosa

Ada sebuah kisah terkenal dari buku ‘Confessions’ yang ditulis oleh Santo Agustinus. Ia menceritakan seorang teman- nya bernama Alypius yang memiliki passion dalam menonton pertandingan gladiator. St. Agustinus sungguh mengerti bahwa a) perbuatan kita di masa lalu b) passions dan c) kelemahan kita di saat ini dapat mempengaruhi kita dalam menggambil keputusan untuk berbuat baik.

“[Alypius] had gone on to Rome before me to study law – which was the worldly way which his parents were forever urging him to pursue – and there he was carried away again with an incredible passion for the gladiatorial shows. For, although he had been utterly opposed to such spectacles and detested them, one day he met by chance a company of his acquaintances and fellow students returning from dinner; and, with a friendly violence, they drew him, resisting and objecting vehemently, into the amphitheater, on a day of those cruel and murderous shows.

He protested to them: “Though you drag my body to that place and set me down there, you cannot force me to give my mind or lend my eyes to these shows. Thus I will be absent while present, and so overcome both you and them.” When they heard this, they dragged him on in, probably interested to see whether he could do as he said.

When they got to the arena, and had taken what seats they could get, the whole place became a tumult of inhuman frenzy. But Alypius kept his eyes closed and forbade his mind to roam abroad after such wickedness. Would that he had shut his ears also! For when one of the combatants fell in the fight, a mighty cry from the whole audience stirred him so strongly that, overcome by curiosity and still prepared (as he thought) to despise and rise superior to it no matter what it was, he opened his eyes and was struck with a deeper wound in his soul than the victim whom he desired to see had been in his body.

Thus he fell more miserably than the one whose fall had raised that mighty clamor which had entered through his ears and unlocked his eyes to make way for the wounding and beating down of his soul, which was more audacious than truly valiant – also it was weaker because it presumed on its own strength when it ought to have depended on Thee. For, as soon as he saw the blood, he drank in with it a savage temper, and he did not turn away, but fixed his eyes on the bloody pastime, unwittingly drinking in the madness – delighted with the wicked contest and drunk with blood lust.

He was now no longer the same man who came in, but was one of the mob he came into, a true companion of those who had brought him thither. Why need I say more? He looked, he shouted, he was excited, and he took away with him the madness that would stimulate him to come again: not only with those who first enticed him, but even without them; indeed, dragging in others besides.

Jadi, kita jangan lah pernah berpikiran bahwa kita dapat menghadapi godaan apa pun dengan kekuatan kita sendiri, seperti Alypius dalam cerita diatas, tetapi selalu lah memohon kekuatan dari Tuhan agar kita tidak jatuh dalam dosa. Bahkan lebih baik lagi, jika kita menghindari dari awal kesempatan atau situasi yang dapat membuat kita jatuh di dalam dosa. (seperti yang kita sering doakan dalam doa tobat… to sin no more and to avoid whatever lead me to sin…)

Bahan tambahan

Q : Addictions : Can I receive Holy Communion?

Pertama-tama, kita harus tahu kalau Tuhan sangat menginginkan kita untuk lepas dari segala bentuk ketergantungan kita. Ketika kita memiliki sebuah ketergantungan, baiklah juga mencari bantuan misalnya lewat Gereja, organisasi sosial, dll.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, sangat penting untuk kita sadari bahwa kita tidak diperbolehkan menerima komuni kudus hanya jika kita ada di dalam keadaan dosa berat dan tidak bertobat.

Jadi pertanyaan adalah apakah kondisi ketergantungan kita menyebabkan kita ada di dalam keadaan dosa berat, sehingga kita tidak bisa menerima komuni kudus? Hal ini tidaklah mudah untuk dijawab secara general. Karena tiap orang dapat berada di dalam kondisi yang berbeda-beda. Untuk lebih mudahnya, seseorang dapat berkonsultasi kepada pastor paroki atas situasinya saat itu.

Akan tetapi, kita tetap dapat membahas 1 prinsip general disini yang akan membantu kita untuk dapat lebih mengerti soal menerima komuni kudus. Anggaplah kita ambil contoh kasus pemakaian obat-obatan terlarang. Harus diingat bahwa terkadang, addiction dapat mempengaruhi kondisi seseorang dalam mengambil keputusan.

Mari kita lihat 2 contoh yang sangat kontras. Yang pertama, seseorang yang terdidik dengan baik di dalam pelajaran moralitas Katolik, dan tidak punya ketergantungan akan obat-obatan. Suatu hari orang ini menemukan obat-obatan terlarang dan menyimpannya. Di kemudian hari ketika ia sedang bosan, terpikirlah untuk mencoba obat-obatan tersebut dengan motto just for fun. Ia tahu bahwa memakai obat-obatan terlarang adalah dosa, tetapi tidak peduli dan tetap melakukannya. Di dalam kasus ini, orang tersebut jatuh di dalam keadaan dosa berat. Orang ini diharapkan tidak menerima komuni kudus, sampai ia sungguh-sungguh menyesal dan mengaku dosa-dosanya.(Biarpun pada saat itu ia tidak di dalam kondisi ketergantungan/addiction)

Di lain contoh, katakanlah ada seseorang yang sepanjang hidupnya sudah struggle dengan ketergantungan obat- obatan. Ia berusaha setiap saat untuk melawan ketergantungannya ini. Ia pergi ke organisasi sosial untuk menerima bantuan, ia pergi ke pengakuan dosa dan ia berdoa tiap hari untuk kekuatan dalam melawan strugglenya ini. Tetapi suatu malam, ia menemukan kantong obat-obatan yang tersimpan dan lupa ia buang. Dia berusaha keras melawan hawa nafsunya tetapi ia kalah. Sesaat sesudah ia jatuh, ia sadar dan merasa sangat bersalah. Ia cepat-cepat mengaku dosanya dan berusaha lebih lagi untuk tidak jatuh dalam ketergantungan ini.

Di dalam kasus ini, orang tersebut diperbolehkan untuk menerima komuni kudus. (Biarpun sesungguhnya saat itu, ia masih seseorang dengan ketergantungan/addiction)

Jadi kita harus kembali ingat apa kondisi dosa berat yang harus terpenuhi: 1) perbuatannya adalah pelanggaran atau dosa berat, 2) pelaku harus tahu kalau yang ia lakukan itu salah, 3) pelaku melakukan dengan kehendak bebas. Pada akhirnya, yang kita inginkan adalah untuk mendapatkan kembali kebebasan kita yang mungkin sudah tercemar oleh addiction, sehingga kita bisa hidup seperti apa yang Tuhan inginkan dari diri kita.

Sharing

  1. Sharingkan pengalamanmu dalam menghadapi sebuah ketergantungan (bisa yang kamu alami sendiri atau mungkin ketika kamu di posisi sebagai teman, bagian dari keluarga, kerabat dari seseorang yang mengalami ketergantungan)
  2. Apakah kamu selalu memikirkan : “apakah aku dapat menerima komuni kudus, ketika aku mau pergi ke misa?” Sharingkan pandanganmu terhadap hal ini.
  3. Refleksikan sejenak kebiasaan-kebiasaan yang kamu lakukan selama ini. Apakah ada kebiasaan yang memiliki peluang untuk berkembang menjadi sinful habits? Sharingkan!

Reference